tag:blogger.com,1999:blog-91742018081275072672024-03-13T22:04:35.851-07:00zahra_nerssupaya menjadi cantik berpikirlah yang cantik dan
orang cerdas adalah orang yang selalu mengoreksi dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati, orang yang lemah adalah orang yang menuruti hawa nafsunya & berangan-anganUnknownnoreply@blogger.comBlogger74125tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-91722487291189466162011-03-22T03:03:00.001-07:002011-03-22T03:03:41.569-07:00PENGAMBILAN AGDPengertian :<br /><br />Pengambilan darah arteri melalui fungsi untuk memeriksa gas-gas dalam darah yang berhubungan dengan fungsi respirasi dan metabolisma.<br /><br />Tujuannya :<br /><br />1. Mengetahui keadaan O2 dan metabolisme sel<br /><br />2. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2.<br /><br />3. Kemampuan HB dalam mengangkut O2 dan CO2.<br /><br />4. Tingkat tekanan O2 dalam darah arteri.<br /><br />Tempat pengambilan darah arteri :<br /><br />1. Arteri Radialis, merupakan pilihan pertama yang paling aman dipakai untuk fungsi arteri kecuali terdapat banyak bekas tusukan atau haematoem juga apabila Allen test negatif.<br /><br />2. Arteri Dorsalis Pedis, merupakan pilihan kedua.<br /><br />3. Arteri Brachialis, merupakan pilihan ketiga karena lebih banyak resikonya bila terjadi obstruksi pembuluh darah.<br /><br />4. Arteri Femoralis, merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar, sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan arteri.<br /><br />Langkah-langkah melakukan fungsi darah arteri :<br /><br />1. Persiapan alat.<br /><br />Baki (Troli) yang berisi antara lain:<br /><br />- 1 Buah spuit 2,5 cc yang disposible.<br /><br />- 1 buah spuit 1 cc yang disposible.<br /><br />- Gabus / karet sebagai penutup jarum.<br /><br />- 2 lembar kain kassa steril.<br /><br />- Bengkok, plester, gunting.<br /><br />- Obat lokal anesthesi (bila) perlu.<br /><br />- Kapas alkohol dengan campuran bethadine.<br /><br />- Kantong plastik berisi es bila pengirimannya jauh.<br /><br />- Heparin injeksi 5000 unit<br /><br />Spuit 2,5 cc diisi dengan heparin 0,1 cc atau asal membasahi dinding spuit untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Heparin tidak boleh terlalu banyak dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan.<br /><br />2. Memberitahukan pasien tentang tujuan daripada pengambilan darah arteri yang akan di pungsi.<br /><br />3. Memilih arteri yang akan di pungsi.<br /><br />4. Menyiapkan posisi pasien :<br /><br />a. Arteri Radialisi :<br /><br />- Pasien tidur semi fowler dan tangan diluruskan.<br /><br />- Meraba arteri kalau perlu tangan boleh diganjal atau ditinggikan.<br /><br />- Arteri harus benar-benar teraba untuk memastikan lokalisasinya.<br /><br />b. Arteri Dorsalis Pedis<br /><br />- Pasien boleh flat / fowler.<br /><br />c. Arteri Brachialis<br /><br />- Posisi pasien semi fowler, tangan di hyperextensikan / diganjal dengan siku.<br /><br />d. Arteri Femoralis<br /><br />- Posisi pasien flat<br /><br />5. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perasat<br /><br />6. Raba kembali arteri untuk memastikan adanya pulsasi daerah yang akan ditusuk sesudah dibersihkan dengan kapas bethadine secara sirkuler. Setelah 30 detik kita ulangi dengan kapas alkohol dan tunggu hingga kering.<br /><br />7. Bila perlu obat anethesi lokal gunakan spuit 1 cc yang sudah diisi dengan obat (adrenalin 1 %), kemudian suntikan 0,2-0,3 cc intracutan dan sebelum obat dimasukkan terlebih dahulu aspirasi untuk mencegah masuknya obat ke dalam pembuluh darah.<br /><br />8. Lokalisasi arteri yang sudah dibersihkan difiksasi oleh tangan kiri dengan cara kulit diregangkan dengan kedua jari telunjuk dan jari tengah sehingga arteri yang akan ditusuk berada di antara 2 jari tersebut.<br /><br />9. Spuit yang sudah di heparinisasi pegang seperti memegang pensil dengan tangan kanan, jarum ditusukkan ke dalam arteri yang sudah di fiksasi tadi.<br /><br />- Pada arteri radialis posisi jarum ± 45 derajat<br /><br />- Pada arteri brachialis posisi jarum 60 derajat<br /><br />- Pada arteri femoralis posisi jarum 90 derajat<br /><br />Sehingga arteri ditusuk, tekanan arteri akan mendorong penghisap spuit sehingga darah dengan mudah akan mengisi spuit, tetapi kadang-kadang darah tidak langsung keluar. Kalau terpaksa dapat menghisapnya secara perlahan-lahan untuk mencegah hemolisis. Bila tusukan tidak berhasil jarum jangan langsung dicabut, tarik perlahan-lahan sampai ada dibawah kulit kemudian tusukan boleh diulangi lagi kearah denyutan.<br /><br />10. Sesudah darah diperoleh sebanyak 2 cc jarum kita cabut dan usahakan posisi pemompa spuit tetap untuk mencegah terhisapnya udara kedalam spuit dan segera gelembung udara dikeluarkan dari spuit<br /><br />11. Ujung jarum segera ditutup dengan gabus / karet.<br /><br />12. Bekas tusukan pungsi arteri tekan dengan kapas alkohol campur dengan bethadine.<br /><br />- Pada arteri radialis dan dorsalis pedis selama 5 menit<br /><br />- Pada arteri brachialis selama 7 – 10 menit<br /><br />- Pada arteri femoralis selama 10 menit<br /><br />- Jika pasien mendapat antikoagulan tekan selama 15 menit.<br /><br />13. Lokalisasi tusukan tutup dengan kassa + bethadine steril.<br /><br />14. Memberi etiket laboratorium dan mencantumkan nama pasien, ruangan tanggal dan jam pengambilan, suhu dan jenis pemeriksaan.<br /><br />15. Bila pengiriman / pemeriksaannya jauh, darah dimasukkan kantong plastik yang diisi es supaya pemeriksaan tidak berpengaruh oleh suhu udara luar.<br /><br />16. Kembali mencuci tangan setelah selesai melakukan perasat.<br /><br />Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum dan sesudah melakukan pengambilan darah.<br /><br />1. Daerah pengambilan darah sebaiknya pada tempat yang bergantian / selang-seling untuk mencegah terjadinyakerusakan pada pembuluh darah<br /><br />2. Apabila menggunakan obat lokal anesthesi harus ditest terlebih dahulu untuk menghindari terjadinya reaksi alergi oleh karena obat tersebut.<br /><br />3. Apabila pasien yang memerlukan perawatan lama sebaiknya dipasang arteri line.<br /><br />4. Warna merah darah dapat merupakan petunjuk baik / buruknya dari darah arteri. Pasien PPOM dengan nilai PaO2 rendah darah berwarna lebih gelap biasanya mengandung lebih rendah O2.<br /><br />5. Bila mungkin cegahlah penusukan pada arteri femoralis.<br /><br />6. Apabila diperlukan pengambilan darah melalui arteri radialis perlu diketahui dahulu adanya kolateral arteri ulnaris dengan cara percobaan Allen ( test Allen ).<br /><br />Caranya :<br /><br />a. Anjurkan pasien untuk mengepalkan tangannya dengan kuat supaya darah sebanyak mungkin keluar sehingga telapak tangan pucat.<br /><br />b. Tekan arteri radialis dan ulnaris agar tertutup sambil pasien membuka kepalannya beberapa kali dan menutupnya kembali. Kemudian tangan dibuka, lepaskan tekanan pada arteri ulnaris.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-69233461812123798892011-03-22T03:02:00.001-07:002011-03-22T03:02:27.663-07:00PROSEDUR PEMASANGAN INTUBASIA. Pengertian<br />Memasukkan pipa jalan nafas buatan kedalam trachea melalui hidung atau melalui mulut.<br /><br />B. Tujuan<br />A. Membebaskan jalan nafas<br />B. Untuk pemberian pernafasan mekanis (dengan ventilator).<br /><br />C. Persiapan alat<br />Laryngoscop, magill, mandrin, xylocain jelly, sarung tangan steril, miloz, xylocain spray, spuit 3 cc,spuit 5 cc, spuit 10 cc, arteriklem, guedel, stetoskop, suction kateter, plester, gunting, monitor EKG.<br /><br />D. Langkah – langkah<br />1. Posisi pasien terlentang dengan kepala ekstensi<br />2. Pasang EKG monitor<br />3. Dokter memakai masker dan sarung tangan<br />4. Memberi obat-obatan yang dibutuhkan<br />5. Melakukan suction<br />6. Melakukan intubasi dan menyiapkan mesin pernafasan<br />7. Memompa dengan ambu bag<br />8. Mengisi cuff fengan udara<br />9. Mendengarkan bunyi udara<br />10. Sambil menahan tube kemudian memberi tanda garis batas<br />11. Hubungkan pasien ke ventilator yang sudah disiapkan<br />12. Pernafasan yang adekuat dapat di monitor melalui AGD ± ½ – 1jam setelah intubasi selesai<br />13. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan intubasiUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-50694050156262794792011-03-22T02:58:00.000-07:002011-03-22T02:59:02.176-07:00CARA PEMBERIAN OKSIGENOksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsure vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.<br /><br />Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi system respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis<br /><br />1. Definisi<br />Pemberian terapi oxygen adalah suatu tata cara pemberian bantuan gas oksigen pada penderita yang mengalami gangguan pernapasan ke dalam paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat khusus.<br /><br />2. Tujuan pemberian oksigen<br /><br />- Memenuhi kekurangan oksigen<br />- Membantu kelancaran metabolisme<br />- Sebagai tindakan pengobatan<br />- Mencegah hipoksia<br />- Mengurangi beban kerja alat nafas dan jantung<br /><br />3. Prosedur<br />INDIKASI<br />Terapi ini dilakukan pada penderita :<br />- Dengan anoksia atau hipoksia<br />- Dengan kelumpuhan alat-alat pernafasan<br />- Selama dan sesudah dilakukan narcose umum<br />- Mendapat trauma paru<br />- Tiba-tiba menunjukkan tanda-tanda , dispneu, cyanosis, apneu<br />- Dalam keadaan coma<br /><br />PERSIAPAN<br />1. Alat :<br />- Tabung oksigen beserta isinya<br />- Regulator dan flow meter<br />- Botol pelembab<br />- Masker atau nasal prong<br />- Slang penghubung<br />2. Penderita<br />- Penderita diberi penjelasan tentang tindakan yang kan dilakukan<br />- Pendrita ditempatkan pada posisi yang sesuai<br /><br />Prosedur pemberian oksigen<br />1. Tabung oksigen dibuka dan diperiksa isinya<br />2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan tindakan<br />3. Hubungkan nasal prong atau masker dengan slang oksigen ke botol pelembab<br />4. Pasang ke penderita<br />5. Atur aliran oksigen sesuai dengan kebutuhan<br />6. Setelah pemberian tidak dibutuhkan lagi lepas nasal prong atau masker dari penderita<br />7. Tabung oksigen ditutup<br />8. Penderita dirapikan kembali<br />9. Peralatan dibereskan<br /><br />Hal hal yang harus diperhatikan dalam pemberian oksigen<br />- Amati tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah pemberian oksigen<br />- Jauhkan hal-hal yang dapat membahayakan misalnya : api, yang dapat menimbulkan kebakaran<br />- Air pelembab harus diganti setiap 24 jam dan isi sesuai batas yang ada pada botol<br />- Botol pelembab harus disimpan dalam keadaan bersih dan kering bila tidak dipakai<br />- Nasal prong dan masker harus dibersihkan, didesinfeksi dan disimpan kering<br />- Pemberian oksigen harus hati-hati terutama pada penderita penyakit paru kronis karena pemberian oksigen yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan hipoventilasi,hypercarbia diikuti penurunan kesadaran.<br />- Terapi oksigen sebaiknya diawali dengan aliran 1 – 2 liter/menit, kemudian dinaikkan pelan-pelan sesuai kebutuhan<br />-Terapi O2 merupakan salah satu intervensi keperawatan yang bersifat kolaboratif yang merupakan bagian dari paket intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien berdasarkan diagnosa keperawatan yang dirumuskan. Oleh karena itu maka langkah pertama yang perawat lakukan adalah melakukan pengkajian<br /><br />Pustaka<br />1. Muhammad Amin, Hood Alsagaff,WBM Taib Saleh, Penyakit Paru Obstruktif Menahun, Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press, 1989<br />2. Muhammad Amin, Hood Alsagaff,WBM Taib Saleh,Penyakit Paru Obstruktif Menahun, Pedoman Diagnosa dan Terapi Lab/UPF Paru RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, 1994Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-6796961497994743922011-03-22T02:55:00.000-07:002011-03-22T02:56:43.146-07:00PEMERIKSAAN PERNAPASANPemeriksaan jasmani – Fisiologi Pernafasan<br />Pemeriksaan jasmani paru berdasarkan :<br /><br />1. Udarah Dalam Alat Pernafasan<br />- Perkusi :udara dalam paru bergetar, bising<br />- Bising sonor : suara seperti tuk-tuk, perbandingannya antara udara/padat =1<br />- Bisa berubah karena penyakit :<br />- Hipersonor / redup<br />- Empisema : hipersonor<br />- Atelektasis : redup<br /><br />2. Arus Udara<br /><br />- Dalam trachea: bising tracheal: leher depan<br />- Bronkhus besar: bising bronkhial: anatara skapula<br />- Bronkhiolus dan Alveolus: Vesikuler: 1 dan 2 depan<br />Cepatnya arus mempengaruhi bising.<br /><br />3. Saluran Udara<br />Saluran nafas ? ronkhus ? Alviolus.<br />Penyempitan pada astma- bising bertambah – Wheezing<br />Cepatnya arus mempengaruhi bising<br /><br />4. Penghalang<br />Suara dikeluarkan – getaran disalurkan dari pita suara melalui trachea, bronkhus, jaringan paru, pleura, dinding thoraks – kulit : fremitus.<br /><br />PEMERIKSAAN JASMANI<br />Terdiri dari: Anamnesis, inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.<br /><br />1. Anamnesis.<br />a. Keluhan utama penyakit yang diderita, alat-alat tubuh lain, rohani, penyakit yang pernah diderita, keturunan, sosek, nutrisi, lingkungan, obat-obat yang digunakan.<br />2. Gejala Lokal<br />- Batuk : Kering<br />: basah<br />: Spastik (tdk mudah berhenti).<br />- Sesak nafas<br />: karena penyakit lain<br />: Tersumbat<br />: Kelainan paru<br />: Gangguan lambung, ascites<br />- Pengeluaran Dahak<br />Sifat – sifat : cair kental, lekat, berbusa, berwarna, bau, jumlah dan darah<br />- Nyeri Dada<br />- Karena kelainan dinding thoraks, mediastinum, dalam perut.<br />Dalam jaringan paru tidak menyebabkan nyeri – pleura perietalis terangsang.<br />- Bersumber dari otot, subcutis, tulang iga, saraf I. C.<br /><br />3. Gejala Umum<br />Suhu , pusing nafsu makan ?, lemah, keringat dingin.<br /><br />PEMERIKSAAN PARU<br />1. Inspeksi<br />? Posisi : duduk, baring<br />? Arah : depan, belakang, atas<br />? Bentuk :<br />- Ptisis ( panjang dan gepeng )<br />- Thoraks : dada burung<br />- Barel chest ( seperti tong )<br />- Cekung kedalam<br />? Kesimetrisan<br />? Gerakan pernapasan<br />? Frekkuensi N pada orang dewasa 18 – 22 x / menit sifatnya abdominal / thorakoabdominalis<br />? Frekuansi normal pada anak 30 – 40 x / menit sifatnmya abdominalis / thorakoabdominalis.<br />? Jenis pernapasan :<br />- Tachipnea :<br />Paru / jantung ada gangguan<br />- Bradipnea:<br />keracunan balbiturat, uremia, koma diabetis, proses dalam otak<br />- Cheyne stokes:<br />keracunan obat bius penyakit jantung, paru, ginjal, perdrahan SSP.<br />- Biot:<br />meningitis<br />- Kusmaul:<br />Keracunan alkohol, obat bius, koma diabetes, uremia<br />- Asimetri :<br />Pneumonia, tbc paru, efusi pleura, tumor<br />- Dangkal : empisema, tumor paru, cairan dipleura, konsolidasi paru<br />- Hiperpnea:<br />lebih dalam, kecepatan normal<br />- Apneustik:<br />lesi pusat pernafasan.<br />- denyut jantung apeks:<br />jantung membesar, tumor<br />- Pelebaran vena dada:<br />tumor mediastinum<br />- Denyut nadi didada / punggung : koarktasio aorta, anastomosis.<br />- Penonjolan dada setempat yang berdenyut : aneurysma<br />2. Palpasi<br />a. Pemeriksaan kelainan dinding thoraks<br />- Nyeri tekan.<br />- Bengkak<br />- Menonjol<br />b. Pemeriksaan tanda – tanda penyakit paru<br />- Gerakan dinding thoraks waktu inspirasi dan ekspirasi<br />- Kesimetrisan<br />- Getaran suara ( fremitus vocal ) :<br />- me?:konsolidasi paru, pnemonia lobaris, tbc, infark paru, atelektasis dll.<br />- Me? : pleura terisi air, darah, nanah, bronchus tersumbat, emfisema.<br />c. Memeriksa tanda – tanda penyakit jantung dan aorta<br />3. Perkusi<br />a. Perkusi adalah untuk menentukan keadaan paru<br />? Normal : suara perkusi resonan – dug – dug.<br />? Sangat resonan : timpanik dang-dang ? udara (pneumothoraks).<br />? Agak menggendang: sub timpanik – dung ( rongga pleura mengandung udara )<br />? lebih resonan: belum subtimpanik = hiperresonan deng-deng ( emfisema, pnemonthoraks ringan )<br />? kurang resonan: deg – deg ( fibrosa )<br />? Redup : bleg-bleg ( paru-paru padat )<br />? Pekak : seperti suara perkusi pada paha ( rongga pleura penuh nanah, tumor, fibrosis )<br />b. Batas Paru<br />? Atas: fossa supraklavikularis ka – ki<br />? Bawah: iga 6 midklavikularis, iga 8 mid aksilaris, iga 10 skapularis. Paru kiri lebih tinggi dari pada kanan.<br />Me?pada anak, fibrosis, konsolidasi, efusi pleura.<br />Me?pada orang tua, emfisema, pneumothoraks.<br />4. Auskultasi<br />a. Suara nafas<br />- Trakheo bronkhial : Normal pada trachea, seperti meniup pipa pada thoraks penderita pnemonia<br />- Bronkhovesikuler : Normal pada bronkhi, sternum atas (3 – 4) inspirasi vesikuler, ekpirasi tracheo bron khus<br />- Vesikuler: Normal Suara jaringan paru, inspirasi dan ekspirasi, tidak terputus, tidak terdengar pada penebalan.<br />b. Resonan Vocal<br />Suara pada auskultasi waktu penderita mengucap kata.<br />- Me pada pneumonia lobarts.<br />- Me? pada efusi pleura, pleura tebal, pneumothoraks.<br />5. Suara Tambahan<br />a. Ronchi: Suara dalam bronchi oleh karena penyempitan lumen bronchi, penyempitan oleh karena selaput lendir bengkak, tumor menekan bronkhus, pada asthma ada wheezing.<br />c. Krepitasi : Seperti hujan rintik – rintik<br />Berasal dari bronkhus, alveolus, kavitas paru berisi cairan :<br />- Halus : Oleh karena alveoli yang tertutup mulai terbuka yang digesekan dengan jari<br />- Kasar : Seperti suara bila kita meniup air<br /><br />ok…demikian sekelumit pengkajian umum sistem pernafasan, mungkin ada tambahan? sampaikan bila anda mempunyai tambahan tentang pengkajian sistem pernafasanUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-5475839137364096422011-03-22T02:51:00.000-07:002011-03-22T02:52:03.796-07:00PENGKAJIAN SISTEM PERNAPASANPengkajian Sistem Pernapasan<br /><br /><br />Pengkajian Umum Sistem Pernapasan<br />Perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan melakukan dan menginterpretasi berbagai prosedur pengkajian. Data yang dikumpulkan selama pengkajian digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.<br />Proses pengkajian keperawatan harus dilakukan dengan sangat individual (sesua masalah dan kebutuhan klien saat ini). Dalam menelaah status pernapasan klien, perawat melakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk memaksimalkan data yang dikumpulkan tanpa harus menambah distres pernapasan klien. Setelah pengkajian awal perawat memilih komponen pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat distres pernapasan yang dialami klien. Komponen pemeriksaan pulmonal harus mencakup tiga kategori distres pernapasan yaitu akut, sedang, dan ringan (Kotak Displai 2-1).<br />Karena tubuh bergantung pada sistem pernapasan untuk dapat hidup, pengkajian pernapasan mengandung aspek penting dalam mengevaluasi kesehatan klien. Sisten pernapasan terutama berfungsi untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam paru-paru dan jaringan serta untuk mengatur keseimbangan asam-basa Setiap perubahan dalam sistem ini akan mempengaruhi sistem tubuh lainnya. Pada penyakit pernapasan kronis, perubahan status pulmonal terjadi secara lambat, sehingga memungkinkan tubuh klien untuk beradaptasi terhadap hipoksia. Namun demikian, pada perubahan pernapasan akut seperti pneumotoraks atau pneumonia aspirasi, hipoksia terjadi secara mendadak dan tubuh tidak mempunyai waktu untuk beradaptasi, sehingga dapat menyebabkan kematian.<br /><br />Riwayat Kesehatan<br />Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografi, yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Data demografi biasanya dicatat pada formulir pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia biologik klien dan bandingkan dengan penampilannya. Apakah klien tampak sesuai dengan usianya? Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering membuat klien tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Situasi kehidupan. apakah klien hidup sendiri, dengan anak-anak, atau dengan orang terdekat (kerabat), penting untuk diketahui sehingga perawat dapat membuat rencana pemulangan yang sesuai.<br />Riwayat pernapasan mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan masalah-masalah pernapasan sebelumnya. Wawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikososial.<br />Kotak Displai 2-1 Pedoman Melakukan Pengkajian Klinik*<br /><br />212<br /><br />Rincian dan waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan riwayat pernapasan bergantung pada kondisi klien (mis. akut, kronis, atau darurat). Ucapkan pertanyaan sederhana, menggunakan kalimat pendek yang mudah dipahami. Bilamana diperlukan, ulang pertanyaan untuk memperjelas pernyataan yang tidak dimengerti oleh klien. Ajukan pertanyaan yang mengarah pada aktivitas sehari-hari klien (mis. apakah Anda mampu membawa belanjaan sendiri? Apakah Anda mampu merapikan tempat tidur Anda sendiri ? Apakah Anda mampu membersihkan rumah tanpa bantuan (mis. menyapu)? Mandi sendiri, atau mengenakan pakaian sendiri tanpa bernapas terengah-engah?<br />Kumpulkan riwayat pernapasan yang lengkap sesuai dengan kondisi klien. Mengajukan pertanyaan secara detail akan memberikan petunjuk yang bermanfaat tentang (1) manifestasi gangguan pernapasan, (2) tingkat disfungsi pernapasan, (3) pengertian klien dan keluarga tentang kondisi dan penatalaksanaannya, dan (4) sistem pendukung dan kemampuan keluarga untuk mengatasi kondisi.<br /><br />Gejala Saat Ini<br />KELUHAN UTAMA<br />Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis, mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk mendapatkan suatu analisis gejala.<br />Dispnea<br />Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan ber¬napas, yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada pernapasan itu sendiri (Phipp, 1995).<br />Dispnea yang berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan system pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan. Bedakan dispne dari tanda dan gejala lain. Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari normal yang mungkin terjadi dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon dioksida hiperventilasi diidentifikasi dengan mengamati tekanan parsial karbon dioksida arteri, atau PaCO2, yang kurang dari 40 mm Hg. Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom hiperventilasi. Penting juga untuk membedakan keletihan akibat aktivitas fisik dengan dispnea.<br />Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah satu dari kondisi (1) penyakit kardiovaskular, (2) emboli pulmonal, (3) penyakit paru interstisial atau alveolar, (4) gangguan dinding atau otot dada, (5) penyakit paru obstruktif, atau (6) ansietas. Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit yang menyerangpercabangantrakheobronkhial, parenkim paru, spasium pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan lemah, paralise, dan keletihan.<br />Batuk<br />Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang; trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala membersihkan jalan napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya ban beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga merupakan gejala yang palir umum dari penyakit pernapasan.<br />Pada klien dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk. Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien (dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.<br />Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik, kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang paling umum. Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan paroksismal [episode batuk hebat yang sulit dikontrol]; berdasarkan kualitas (produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan batuk pendek).<br />Informasi tentang obat-obat atau tindakan apa yang telah dilakukan klien untu mengatasi batuknya (mis. antitusif, kodein, inhaler, istirahat atau berdiri) penting untuk didapatkan. Tentukan juga tindak kewaspadaan apa yang telah digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi (jika terdapat). Gunakan kesempatan untuk mengingatkai individu tentang mencuci tangan yang baik, membuang kertas tisu yang sudah basal dengan baik, dan menyelesaikan pengobatan antibiotik (jika diresepkan).<br />Pembentukan Sputum<br />Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum yang terdiri atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda asing akai dikeluarkan dari paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan tenggorok.<br />Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau kuantitas sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum. Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan bronkhitis kronis.<br />Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna kuning menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan adanya pus yang terrgenang, yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis. Karakter dan konsistensi sputum juga penting untuk dicatat.<br />Hemoptisis<br />Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru. Penyebab pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis, bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker paru, dan abses paru. Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat imunosupresif yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat menyebabkan hemoptisis.<br />Klien biasanya mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan sering akan tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah, dan warna (mis. merah terang atau berbusa). Kenali perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis. Pada hemoptisis biasanya darah yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada hematemesis darah yang dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah) asam (Scanlon, 1995).<br />Mengi<br />Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat aliran udara.<br />Nyeri Dada<br />Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, membedakannya satu sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Nyeri dada akibat angina (penurunan aliran darah) merupakan masalah yang mengancam jiwa. Nyeri dada yang bersumber dari pulmonal dapat berasal dari dinding dada, pleural parietalis, pleural viseralis, atau parenkim paru. Tabel 2-1 menyajikan tipe nyeri dada yang berkaitan dengan kondisi pulmonal.<br />Table 2 – 1. Nyeri Dada Torakal – Pulmonal<br /><br />tabel<br /><br />Informasi tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan infeksi Pleuritis dapat menyebabkan nyeri dada. Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa tajam menusuk dengan awitan mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada Jems mi terjadi pada tempat inflamasi dan biasanya terlokalisasi dengan baik nyeri memngkat dengan gerakan dinding dada seperti saat batuk atau bersin dan napas dalam ^asien yang mengalami nyeri jenis ini akan mempunyai pola pernapasan cepat dan aangkal dan takut melakukan gerakan. Tindakan menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan. Nyeri retrosternal (di belakang sternum) biasanya erasa terbakar, konstan, dan sakit. Nyeri juga dapat berasal dari bagian tulane dan kartilago toraks.<br />Karakteristik angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat juga menjalar ke dalam leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang menyebabkan nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang meredakan nyerinya (nitrogliserin, membebat dinding dada).<br /><br />ANALISIS GEJALA<br />Untuk mendapatkan riwayat sistem pernapasan yang sempurna, penting sekali mengkaji karakteristik setiap manifestasi klinis yang tampak. Pengkajian ini akan memberikan analisis gejala yang komprehensif. Jika klien menggambarkan gejala pernapasan tertentu, kaji setting, waktu, persepsi klien, kualitas dan kuantitas sputum, lokasinya, faktor-faktor yang memperburuk dan yang meredakan, serta manifestasi yang berkaitan.<br />Setting. Dalam setting seperti apa gejala timbul paling sering? Setting mengacu pada waktu dan tempat atau situasi tertentu-setting fisik dan lingkungan psikososial- saat klien mengalami keluhan. Misalnya batuk pada pagi hari setelah klien merokok, atau karyawan yang mengeluh distres pernapasan di tempat kerja.<br />Waktu. Waktu menunjukkan baik awitan (gejala terjadi bertahap atau mendadak) dan periode (berhari-hari, minggu, atau bulan). Tanyakan pada klien apakah terdapat saat spesifik dimana masalah paling sering terjadi, misalnya batuk pada pagi hari atau sesak napas berkaitan dengan berbaring telentang pada malam hari.<br />Persepsi klien. Persepsi klien dicatat sesuai dengan kata-kata klien. Perhatikan hal-hal unik tentang keluhan. Gunakan kutipan langsung untuk mendokumentasikan keluhan klien mis. klien melaporkan “nyeri tajam” pada dada posterior kiri ketika napas dalam.<br />Kualitas dan kuantitas masalah harus diuraikan dalam bahasa yang umum. Minta klien untuk melaporkan besar, ukuran, jumlah, dan keluasan keluhan utama. Terutama masalah yang berkaitan dengan pembentukan sputum, minta klien memperkirakan jumlah sputum yang dikeluarkan sehari-secangkir, satu sendok teh, satu sendok makan. Hindari istilah seperti “sedikit” atau “banyak” karena istilah ini mempunyai arti tidak jelas. Gunakan skala nyeri 1 sampai 10 untuk menggambarkan nyeri dengan 1 tak ada nyeri dan 10 nyeri terasa paling hebat. Saat mengkaji batuk gunakan istilah sesak, kering, basah, atau berlendir. Minta klien untuk menggambarkan ciri keluhan utama dengan kata-katanya sendiri.<br />Lokasi. Lokasi yang menjadi keluhan harus dicatat. Lokasi ini terutama penting ketika klien mengeluh tentang nyeri, karena lokasi membedakan apakah nyeri yang diderita klien berasal dari kelainan jantung atau pernapasan.<br />Faktor yang memperburuk dan meredakan. Tanyakan pada klien hal-hal apa yang dapat menimbulkan atau menghilangkan gejala yang dialaminya. Adakah keterkaitan aktivitas tertentu dengan gejala yang dialami. Apakah gejala timbul setelah klien menggunakan obat-obat tertentu.<br />Manifestasi yang berkaitan. Adakah manifestasi lain yang terjadi dalam hubungannya dengan keluhan utama. Misalnya menggigil, demam, berkeringat malam hari, anoreksia, penurunan berat badan, keletihan yang berlebihan, ansietas dan suara serak. Anda dapat mengenali bahwa menggigil dan demam umumnya menyertai kelainan paru akibat infeksi, sementara anoreksia dan penurunan berat badan dapat terjadi pada klien dengan kelainan yang mengarah pada dispnea.<br /><br />Riwayat Kesehatan Masa Lalu<br />Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan, misalnya batuk, dispnea, pembentukan sputum, atau mengi, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Selain mengumpulkan data tentang penyakit pada masa kanak-kanak dan status imunisasi, tanyakan klien tentang kejadian TBC, bronkhitis, influenza, asma, pneumonia, dan frekuensi infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya infeksi saluran napas atas. Tetapkan keberadaan masalah kongenital seperti fibrosis kistik atau riwayat kelahiran bayi prematur. Masalah ini berkaitan dengan komplikasi pernapasan seperti penyakit pulmonal obstruktif atau restriktif.<br />Tanyakan klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu perawatan, tindakan medis (termasuk pembedahan, penggunaan ventilator, dan pengobatan inhalasi atau terapi oksigen), dan status masalah saat ini. Tanyakan apakah klien telah menjalani pemeriksaan rontngen dan kapan, dan apakah pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Informasi ini penting untuk membantu dalam mengeva-luasi masalah saat ini. Dapatkan keterangan tentang cedera mulut, hidung, tenggorok, atau dada sebelumnya (seperti trauma tumpul, fraktur iga, atau pneumotoraks), juga informasi detail tentang penggunaan obat-obat bebas atau yang diresepkan.<br />Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misalnya asma, fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, infeksi pernapasan, tuberkulosis, atau alergi. Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota keluarga, termasuk ayah, ibu, adik, kakak, anak-anak, nenek-kakek, bibi dan paman. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok. Perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.<br /><br />Riwayat Psikososial<br />Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan, pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi semua agens lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja dan<br />hobi.<br />Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit per¬napasan seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.<br />Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, mening¬katkan pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru. Tanyakan tentang penggunaan alkohol. Gerakan siliaris paru diperlambat oleh alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru. Penggunaan alkohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi.<br />Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas.<br />Mempertahankan diet yang bergizi penting untuk klien dengan penyakit pernapasan kronis. Penyakit pernapasan kronis mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan beban keria lebih tinggi bagi paru dan sistem kardiovaskular. Penambahan beban kerja meningkatkan kebutuhan kalori dan dapat menurunkan berat badan. Klien menjadi anorektik sekunder akibat efek medikasi dan keletihan. Kaji masukan gizi selama 24 jam terakhir, minta klien mengingat pola masukan makanan seminggu terakhir.<br /><br />Pengkajian Fisik<br />Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pengumpulan riwayat kesehatan. Gunakan teknik inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Keberhasilan pemeriksaan mengharuskan Anda untuk menguasai landmarks anatomi toraks posterior, lateral, dan anterior. Guna¬kan landmarks ini untuk menemukan letak dan mengetahui struktur organ di bawahnya, terutama lobus paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Bandingkan sisi yang satu dengan sisi lainnya. Bandingkan temuan pada satu sisi toraks dengan sisi toraks sebelahnya. Palpasi, perkusi, dan auskultasi dilakukan dari depan ke belakang atau dari satu sisi toraks ke sisi lainnya sehingga Anda dapat secara kontinu mengevaluasi temuan dengan menggunakan sisi sebelahnya sebagai standar perbandingan.<br />Kondisi dan warna kulit klien diperhatikan selama pemeriksaan toraks (pucat, biru, kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan orientasikan selama pemeriksaan untuk menentukan kecukupan pertukaran gas.<br />INSPEKSI<br />Pengkajian fisik sebenarnya dimulai sejak pengumpulan riwayat kesehatan saat Anda mengamati klien dan respons klien terhadap pertanyaan. Perhatikan manifestasi distres pernapasan saat ini: posisi yang nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis, mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir, dan penggunaan otot-otot asesori pernapasan. Perhatikan rasio inspirasi-ke-ekspirasi, karena lamanya ekspirasi normal dua kali dari lamanya inspirasi normal, maka rasio normal ekspirasi – inspirasi 2 : 1. Amati pola bicara. Berapa banyak kata atau kalimat yang dapat diucapkan sebelum mengambil napas berikutnya? Klien yang sesak napas mungkin hanya mampu mengucapkan tiga atau empat kata sebelum mengambil napas berikutnya.<br />Kunci dari setiap teknik pengkajian adalah untuk mengembangkan pendekatan yang sistematik. Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala lalu terus ke tubuh bagian bawah. Inspeksi dimulai dengan pengamatan kepala dan area leher untuk mengetahui setiap kelainan utama yang dapat mengganggu pernapasan. Perhatikan bau napas dan apakah ada sputum. Perhatikan pengembangan cuping hidung, napas bibir dimonyong-kan, atau sianosis membran mukosa. Catat adanya penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti fleksi otot sternokleidomastoid.<br />Amati penampilan umum klien, frekuensi serta pola pernapasan, dan konfigurasi toraks. Luangkan waktu yang cukup untuk mengamati pasien secara menyuluruh sebelum beralih pada pemeriksaan lainnya. Dengan mengamati penampilan umum, frekuensi dan pola pernapasan, adanya dan karakter batuk, dan pernbentukan sputum, perawat dapat menentukan komponen pemeriksaan pulmonal mana yang sesuai untuk mengkaji status pernapasan pasien saat ini. Tabel 2-2 menyajikan temuan yang lazim pada pemeriksaan inspeksi pulmonal.<br />Table 2 – 2. Temuan pada Pemeriksaan Inspeksi Paru<br />tabel2<br /><br />PALPASI<br />Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di bawah permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi dada dan medula spinalis adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas seperti inflamasi.<br />Perlahan letakan ibu jari tangan yang akan mempalpasi pada satu sisi trakhea dan jari-jari lainnya pada sisi sebelahnya. Gerakan trakhea dengan lembut dari satu sisi ke sisi lainnya sepanjang trakhea sambil mempalpasi terhadap adanya massa krepitus, atau deviasi dari garis tengah. Trakhea biasanya agak mudah digerakkan dan dengan cepat kembali ke posisi garis tengah setelah digeser. Masa dada, goiter, atau cedera dada akut dapat mengubah letak trakhea.<br />Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan Anda. Abnor¬malitas yang ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi dengan inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks selama inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi kaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.<br />Untuk mengevaluasi ekskursi toraks, klien diminta untuk duduk tegak, dan tangan pemeriksa diletakkan pada dinding dada posterior klien (bagian punggung). Ibu jari tangan pemeriksa saling berhadapan satu sama lain pada kedua sisi tulang belakang, dan jari-jari lainnya menghadap ke atas membentuk posisi seperti kupu-kupu. Saat klien menghirup napas tangan pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara simetri. Adanya gerakan asimetri dapat menunjukkan proses penyakit pada region tersebut.<br />Palpasi dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang menghasilkan vibrasi yang relatif keras (mis. tujuh-tujuh). Vibrasi ditransmisikan dari laring melalui jalan napas dan dapat dipalpasi pada dinding dada. Intensitas vibrasi pada kedua sisi dibandingkan terhadap simetrisnya. Vibrasi terkuat teraba di atas area yang terdapat konsolidasi paru (mis. pneumonia). Penurunan fremitus taktil biasanya berkaitan dengan abnormalitas yang menggerakkan paru lebih jauh dari dinding dada, seperti efusi pleural dan pneumotoraks (Tabel 2-3).<br />Table 2-3. Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru<br /><br />tabel3<br /><br />PERKUSI<br />Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan mengetuk dinding dada dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga menghasilkan berbagai bunyi yang digambarkan sesuai dengan sifat akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau timpanik. Bunyi resonan terdengar di atas jaringan paru normal. Bunyi hiperesonan terdengar pada adanya peningkatan udara dalam paru-paru atau spasium pleural. Bunyi akan ditemukan pada klien dengan emfisema dan pneumotoraks. Bunyi pekak terjadi di atas jaringan paru yang padat, seperti pada tumor atau konsolidasi jaringan paru. Bunyi ini biasanya terdengar di atas jantung dan hepar. Bunyi datar akan terdengar saat perkusi dilakukan pada jaringan yang tidak mengandung udara. Bunyi timpani biasanya terdengar di atas lambung, usus besar. Perkusi dimulai pada apeks dan diteruskan sampai ke dasar, beralih dari area posterior ke area lateral dan kemudian ke area anterior. Dada posterior paling baik diperkusi dengan posisi klien berdiri tegak dan tangan disilangkan di depan dada untuk memisahkan skapula.<br />Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup napas dalam dan menahannya ketika Anda memperkusi ke arah bawah bidang paru posterior dan dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini dengan pena. Proses ini diulang setelah klien menghembuskan napas, tandai lagi area ini. Kaji kedua sisi kanan dan kiri. Jarak antara dua tanda seharusnya 3 sampai 6 cm, jarak lebih pendek ditemukan pada wanita dan lebih panjang pada pria. Tanda pada sebelah kiri akan sedikit lebih tinggi karena adanya hepar. Klien dengan kenaikan diafragma yang berhubungan dengan proses patologis akan mempunyai Penurunan ekskursi diafragma. Jika klien mempunyai penyakit pada lobus bawah (mis. konsolidasi atau cairan pleural), akan terdengar bunyi perkusi pekak. Bila ditemukan abnormalitas lain, pemeriksaan diagnostik lain harus dilakukan untuk mengkaji masalah secara menyeluruh. Tabel 2-4 menyajikan temuan normal dan abnormal saat dilakukan perkusi.<br />Table 2-4. Temuan pada Pemeriksaan Perkusi Paru<br /><br />tabel-4<br /><br />AUSKULTASI<br />Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop. Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau dibisikan. Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa pakaian; jangan dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut, gaun, atau kaus. Karena bunyi yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan pakaian di bawah stetoskop.<br />Status patensi jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi napas dan bunyi suara yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di seluruh bidang paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa inspirasi dan ekspirasi, intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi napas tidak terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan bronkhovesikular.<br />Perubahan dalam bunyi napas yang mungkin menandakan keadaan patologi termasuk penurunan atau tidak terdengar bunyi napas, peningkatan bunyi napas, dan bunyi napas saling mendahului atau yang dikenal dengan bunyi adventiosa. Peningkatan bunyi napas akan terdengar bila kondisi seperti atelektasis dan pneumonia meningkatkan densitas (ketebalan) jaringan paru. Penurunan atau tidak terdengarnya bunyi napas terjadi bila transmisi gelombang bunyi yang melewati jaringan paru atau dinding dada berkurang.<br /><br />Pengkajian Diagnostik pada Sistem Pernapasan<br />Prosedur diagnostik membantu dalam pengkajian klien dengan gangguan pernapasan. Penting untuk mengklarifikasi kapan pemeriksaan diagnostik diperlukan dan untuk tujuan apa, sehingga tindakan yang dilakukan pada pasien akan lebih terarah dan lebih berguna, serta tidak merugikan karena harus mengeluarkan biaya untuk hal-hal yang sebenarnya dapat dihindari.<br />Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah prosedur yang paling sering digunakan dalam menegakkan diagnosis gangguan saluran pernapasan atas. Namun demikian, bisa saja dibutuhkan pemeriksaan diagnostik yang lebih ekstensif, jika memang kondisinya mengharuskan.<br />Kultur. Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis. Selain itu kultur tenggorok juga dapat membantu dalam mengidentifikasi organisme yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bawah. Dapat juga dilakukan apusan hidung untuk tujuan yang sama.<br />Biopsi. Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan tubuh. Dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring, laring, dan rongga hidung. Dalam tindakan ini pasien mungkin saja mendapat anestesi lokal, topikal atau umum bergantung pada tempat prosedur dilakukan.<br />Pemeriksaan pencitraan termasuk didalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak, CTscan, pemeriksaan dengan zat kontras, dan MRI (pencitraan resonansi magnetik). Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau pertumbuhan tumor dalam kasus tumor.<br />Pemeriksaan diagnostik pada saluran pernapasan bawah sedikit lebih banyak dan lebih rumit dibandingkan pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan atas. Namun demikian bukan berarti bahwa pemeriksaan tersebut tidak saling berkaitan. Untuk pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan bawah akan dijelaskan dalam suatu kerangka kerja yang sistematis sehingga lebih memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dilakukan dan gambaran hasil yang didapatkan, didalamnya mencakup pengkajian diagnostik status fungsional, anatomi, dan spesimen.<br /><br />Pemeriksaan untuk Mengevaluasi Struktur Anatomi<br />PEMERIKSAAN RADIOLOGI TORAKS DAN PARU-PARU<br />Klien pada umumnya sudah terbiasa dengan pemeriksaan radiologi rutin. Namun belakangan ini, terdapat suatu peningkatan kesadaran tentang pemajanan berlebihan terhadap radiasi. Hendaknya klien diberikan penjelasan yang lengkap tentang tipe pemeriksaan yang akan dilakukan dan manfaatnya dalam hubungannya dengan risiko akibat pemajanan terhadap radiasi. Pemeriksaan radiologi memberikan informasi mengenai (1) status sangkar iga, termasuk tulang rusuk, pleura, dan kontur diafragma dan jalan napas atas; (2) ukuran, kontur, dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk jantung, aorta, nodus limfe, dan percabangan bronkhial; (3) tekstur dan tingkat penyebaran udara dari parenkim paru; dan (4) ukuran, bentuk, jumlah, dan lokasi lesi pulmonal, termasuk kavitasi, area fibrosis, dan daerah konsolidasi.<br />Pemeriksaan ronsen atau radiologi dada diindikasikan untuk (1) mendeteksi perubahan paru yang disebabkan oleh proses patologis, seperti tumor, inflamasi, fraktur, akumulasi cairan atau udara, (2) menentukan terapi yang sesuai, (3) mengevaluasi kesangkilan pengobatan, (4) menetapkan posisi selang dan kateter, dan (5) memberikan gambaran tentang suatu proses progresif dari penyakit paru.<br />Pemeriksaan ronsen dada sebaiknya dilakukan di bagian radiologi. Pemeriksaan sinar-X standar lebih dipilih dengan posisi berdiri, meskipun posisi duduk atau berbaring dapat dilakukan. Pemajanan standar untuk pemeriksaan ini adalah (1) posterio-anterior (PA)-sinar-X menjalar melalui punggung ke bagian depan tubuh, dan (2) lateral-sinar-X menembus bagian samping tubuh (biasanya sebelah kiri).<br />Selain pemeriksaan standar mungkin diperlukan juga pemajanan spesifik untuk melihat bagian-bagian spesifik dada. Pemajanan tersebut termasuk (1) oblique-film sinar-X diarahkan miring dengan sudut spesifik, (2) lordotis-film sinar-X dimiringkan dengan sudut 45 derajat dari bawah untuk melihat kedua apeks paru, dan (3) dekubitus- film sinar-X diambil dengan posisi pasien berbaring miring (kiri atau kanan) untuk memperlihatkan cairan bebas dalam dada.<br />Prosedur<br />Pemeriksaan ronsen dada dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk tegak menghadap film sinar-X. Hantaran gelobang sinar-X ditembuskan dari arah posterior (posisi PA). Radiograf biasanya diambil saat inspirasi penuh, yang menyebabkan diafragma bergerak ke arah bawah. Radiograf yang diambil saat ekspirasi kadang dilakukan untuk mengetahui tingkat gerakan diafragma atau untuk membantu dalam pengkajian dan diagnosa pneumotoraks.<br />Perawatan praprosedur<br />Jelaskan klien tentang pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan nyeri dan pemajanan pada radiasi adalah minimal. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian dalamnya lalu mengenakan gaun. Kaji status kehamilan klien (untuk klien wanita); wanita hamil seharusnya tidak boleh terpajan pada radiasi.<br /><br />PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI<br />Dalam pemeriksaan ini terjadi emisi dan penetrasi gelombang suara berfrekuensi tinggi. Pemeriksaan ini relatif tidak membahayakan. Gelombang suara dipantulkan kembali dan diubah oleh suatu transduser untuk menghasilkan image piktorial dari area yang sedang diperiksa. Ultrasonografi toraks dapat memberikan informasi tentang efusi pleural atau opasitas dalam paru.<br /><br />COMPUTED TOMOGRAPH (CT)<br />CT digunakan untuk mengidentifikasi massa dan perpidahan struktur yang»disebabkan oleh neoplasma, kista, lesi inflamasi fokal, dan abses. CTscan dapat dilakukan dengan cepat-dalam 20 menit, tidak termasuk proses analisis.<br />Sebelum pemeriksaan, pastikan izin tindakan telah didapatkan dari klien, jawab setiap pertanyaan klien dan keluarga tentang CTscan. Klien dipuasakan, dan jelaskan bahwa pemeriksaan ini sering membutuhkan media kontras. Karena media kontras biasanya mengandung yodium (Juga disebut zat warna), tanyakan klien apakah ia mempunyai alergi terhadap yodium, zat warna, atau kerang. Ingatkan agar klien tidak bergerak selama prosedur, namun ia dapat bercakap-cakap dengan teknisinya.<br /><br />PEMERIKSAAN FLUOROSKOPI<br />Pemeriksaan ini dilakukan jika dibutuhkan informasi tentang dinamika dada seperti gerakan diafragmatik, ekspansi dan ventilasi paru, atau kerja jantung. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk mengamati dada dan struktur intratoraks ketika mereka berfungsi secara dinamis. Flouroskopi tidak digunakan secara rutin, namun hanya pada keadaan dimana dibutuhkan pengamatan toraks kontinu. Penggunaan lain fluoroskopi termasuk untuk (1) mengamati diafragma saat inspirasi dan ekspirasi, (2) mendeteksi gerakan mediastinal selama napas dalam, (3) mengkaji jantung, pembuluh darah dan struktur yang berkaitan, (4) mengidentifikasi abnormalitas esofagus, dan (5) mendeteksi massa mediastinal.<br />Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan ini. Tempatkan klien dalam ruangan yang tenang dan bercahaya redup. Kadang media radioopaque (yang tidak mengandung yodium) diberikan secara intravena untuk membedakan struktur yang sedang dikaji. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian dalamnya dan mengenakan gaun. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit. Pemajanan terhadap radiasi minimal.<br /><br />PEMERIKSAAN ANGIOGRAFI PULMONAL<br />Pemeriksaan ini digunakan untuk mendeteksi embolisme pulmonal dan berbagai lesi kongenital dan didapat pada pembuluh pulmonal. Sebelumnya pasien mendapat suntikan bahan radioopaque melalui kateter ke dalam vena sistemik, bilik kanan jantung, arteri pulmonal, dan distribusi dari bahan ini terekam pada film yang dihasilkan. Angiografi pulmonal mungkin dilakukan untuk mendeteksi (1) abnormalitas kongenital percabangan vaskular pulmonal, (2) abnormalitas sirkulasi vena pulmonal, (3) penyakit sirkulasi vena dan arteri pulmonal didapat, (4) efek destruktif dari emfisema, (5) keuntungan potensial reseksi untuk karsinoma bronkhogenik, (6) lesi pulmonal perifer, dan (7) luasnya tromboembolisme dalam paru-paru.<br />Prosedur<br />Media kontras disuntikkan ke dalam sistem vaskular melalui kateter indwelling. Selama angiografi pulmonal, kateter dimasukkan baik melalui perifer atau langsung ke dalam arteri pulmonalis besar atau salah satu cabangnya.<br />Perawatan praprosedur<br />Jelaskan klien tentang prosedur ini, dan mengapa harus ada izin tertulis dari klien. Pemeriksaan ini sedikit menimbulkan nyeri danpemajanan terhadap radiasi minimal. Klien akan agak merasa tidak nyaman ketika kateter dimasukkan dengan menusukkan jarum. Klien harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian dalam serta mengenakan gown. Kaji status kehamilan klien; klien hamil tidak boleh terpajan pada radiasi.<br />Perawatan pascaprosedur<br />Seperti hanya pada semua prosedur yang memerlukan pemasangan kateter ke dalam vaskulatur sentral atau perifer, penting untuk mengamati tempat penusukan terhadap infeksi, pembentukan hematoma, atau reaksi setempat terhadap media kontras. Lanjutkan mengamati tanda reaksi merugikan dari media kontras (mis. peningkatan distres pernapasan, hipotensi, stridor, dan indikasi anafilaktik lain).<br /><br />PEMERIKSAAN ENDOSKOPI<br />Laringoskopi langsung biasanya dilakukan setelah klien mendapat anestesi lokal dengan kokain 10% atau anestesi umum. Satu jam sebelum pemeriksaan klien diberikan sedatif (mis. sekobarbital, meperidin, atau narkotik lainnya) dan atropin sulfat. Pemberian atropin penting sebelum pemberian anestesi lokal maupum umum. Untuk laringoskopi langsung, klien dibaringkan dengan posisi kepala di atas alat penyangga kepala. Laringoskopi mikro yang menggunakan pengoperasian mikroskop sekarang ini makin banyak digunakan. Metode ini memberikan visualisasi binokular lebih baik.<br />Laringoskop adalah tube berlubang yang terbuat dari logam dan dilengkapi dengan pemegang pada ujung proksimal dan mempunyai sumber cahaya pada ujung distalnya, alat ini dimasukkan oleh dokter melalui mulut ke dalam laringofaring, menaikkan epiglotis, dan membuat bagian interior faring mudah diamati. Prosedur bedah minor seperti biopsi atau pengangkatan tumor jinak yang kecil dapat dilakukan dengan instrumenini.<br />Penatalaksanaan keperawatan setelah tindakan laringoskopi termasuk (1) pasien dalam status puasa sampai refleks muntah pulih (sekitar 2 jam), (2) periksa refleks muntah dengan menyentuh bagian belakang lidah secara perlahan menggunakan bilah lidah, dan (3) jika refleks muntah positif, beri klien sedikit air sebelum diberikan cairan atau makanan lain untuk mencegah aspirasi yang tidak diinginkan.<br /><br />PEMERIKSAAN BRONKOSKOPI<br />Pemeriksaan bronkhoskopi dilakukan dengan memasukkan bronkhoskop ke dalam trakhea dan bronkhi. Dengan menggunakan bronkoskop yang kaku atau lentur, laring, trakhea, dan bronkhi dapat diamati. Pemeriksaan diagnostik bronkoskopi termasuk pengamatan cabang trakheobronkhial, terhadap abnormalitas, biopsi jaringan, dan aspirasi sputum untuk bahan pemeriksaan. Bronkhoskopi digunakan untuk membantu dalam mendiagnosis kanker paru.<br />Bronkhoskopi mungkin dilakukan untuk tujuan diagnostik atau tujuan terapeutik. Tujuan diagnostik mencakup pemeriksaan jaringan, evaluasi lanjut tumor untuk memungkinkan bedah reseksi, pengumpulan spesimen jaringan untuk keperluan diagnosa, dan evaluasi tempat perdarahan. Sementara bronkhoskopi terapeutik dilakukan untuk tujuan mengangkat benda asing, mengangkat sekresi yang kental dan banyak, pengobatan atelektasis pascaoperatif, dan menghancurkan dan mengangkat lesi.<br />Perawatan praprosedur<br />Jelaskan prosedur pada klien dan keluarga dan dapatkan izin tindakan dari klien. Instruksikan klien untuk tidak makan dan minum 6 jam sebelum pemeriksaan. Informasikan pada klien bahwa tenggoroknya mungkin akan sakit setelah bronkhoskopi, dan mungkin terjadi kesulitan menelan pada awal setelah pemeriksaan. Klien diberikan anestesi lokal dan sedasi intravena untuk menekan refleks batuk, dan menghilangkan ansietas. Pemeriksaan membutuhkan waktu 30 sampai 45 menit. Selama prosedur klien berbaring terletang dengan kepala hiperekstensi. Perawat memantau tanda vital, berbicara pada atau menenangkan klien, dan membantu dokter sesuai kebutuhan.<br />Perawatan pascaprosedur<br />Setelah prosedur, tanda vital dipantau per protokol institusi. Amati klien terhadap tanda distres pernapasan, termasuk dispnea, perubahan frekuensi pernapasan, peng-gunaan otot aksesori pernapasan, dan perubahan bunyi napas. Tidak ada pemberian apapun melalui mulut sampai refleks batuk dan menelan kembali pulih, yang biasanya sekitar 1 sampai 2 jam setelah prosedur. Bila klien sudah dapat menelan, berikan sehirup air. Bunyi napas dipantau selama 24 jam. Adanya bunyi napas tambahan atau asimetris harus dilaporkan pada dokter. Dapat terjadi pneumotoraks setelah bron¬khoskopi.<br /><br />Pemeriksaan untuk Mengevaluasi Fungsi Pernapasan<br />Pemeriksaan diagnostik yang mengevaluasi status fungsi sistem pernapasan antara lain termasuk uji fungsi pulmonal, oksimetri nadi, dan analisis gas darah arteri.<br /><br />UJI FUNGSI PULMONAL<br />Pemeriksaan fungsi pulmonal memberikan informasi tentang manifestasi klien dengan mengukur volume paru, mekanisme paru, dan kemampuan difusi paru. Pemeriksaan ini merupakan metoda nonivasif dan tidak dapat berdiri sendiri untuk mendiagnosa penyakit spesifik namun merupakan bagian integral dari proses pemeriksaan diagnostik. Uji fungsi pulmonal (UFP) digunakan untuk (1) skrining penyakit pulmonal, (2) evaluasi preoperatif, (3) mengevaluasi kondisi untuk melakukan penyapihan dari ventilator, (4) pemeriksaan fisiologi pulmonal, (5) mendokumentasikan kemajuan penyakit pulmonal atau efek terapi, (6) meneliti efek latihan pada fisiologi pernapasan.<br />Kemampuan fungsi paru-paru dikaji dengan mengukur properti yang mempengaruhi ventilasi (statis dan dinamis) dan respirasi (difusi dan perfusi). Penilaian fungsi pulmonal dilakukan dengan mempertimbangkan variabel-variabel dari setiap individu yang dievaluasi termasuk: usia, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan, serta upaya individu dalam melakukan setiap pemeriksaan.<br /><br />PEMERIKSAAN OKSIMETRI NADI<br />Oksimetri nadi adalah metoda noninvasif pemantauan kontinu saturasi oksigen-hemoglobin (SaO2). Meskipun pemeriksaan ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan analisis gas darah, namun pemeriksaan ini sangat efektif untuk memantau pasien terhadap perubahan mendadak atau perubahan kecil saturasi oksigen. Oksimetri nadi digunakan dalam berbagai lingkup perawatan, termasuk unit perawatan kritis, unit perawatan umum, dan lingkungan diagnostik dan tindakan di mana dibutuhkan pemantauan saturasi oksigen selama prosedur.<br />Pemeriksaan oksimetri nadi menggunakan alat sensor (probe) yang dilekatkan pada ujung jari, dahi, daun telinga atau tulang hidung. Sensor mendeteksi perubahan kadar saturasi oksigen dengan memantau sinyal cahaya yang dibangkitkan oleh oksimeter dan direfleksikan oleh denyutan aliran darah melalui jaringan pada probe. Nilai normal SaO2 adalah 95 % sampai 100 %. Nilai di bawah 85 % menandakan bahwa jaringan tidak mendapat cukup oksigen dan pasien membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Nilai SaO2 yang didapat dengan oksimetri nadi tidak dapat diandalkan dalam kondisi seperti henti jantung, syok, penggunaan obat-obat vasokontriktor, pemberian zat warna per IV (seperti metilen biru), anemia berat, dan kadar CO2 tinggi. Diperlukan pemeriksaan lain seperti kadar hemoglobin, gas darah arteri, dan pemeriksaan laboratorium lainnya untuk memvalidasi nilai oksimetri nadi dalam kondisi tersebut.<br /><br />KETERAMPILAN 2-1. MENGKAJI STATUS OKSIGENASI DENGAN OKSIMETRI NADI<br />Oksimetri nadi adalah metoda noninvasif yang digunakan untuk memeriksa saturasi oksigen darah arteri klien (SaO2) klien dengan menggunakan sensor oksimetri nadi. Alat ini mempunyai dua bagian. Pada salah satu sisi sensor terdapat dua buah diode (LED) yang memancarkan cahaya (merah dan infra merah). Pada sisi lain dari sensor terdapat detektor cahaya yang disebut foto detektor. LED menghantarkan cahaya menembus jaringan dan pembuluh darah dan foto detektor menerima cahaya dan mengukur jumlah cahaya yang terserap oleh hemoglobin yang teroksigenasi dan takteroksigenasi. Hemoglobin teroksigenasi cenderung untuk menyerap lebih banyak cahaya inframerah dan hemoglobin takteroksigenasi menyerap lebih banyak cahaya merah. Melalui proses yang disebut spektrofotometri, Sa02 ditetapkan dengan dasar jumlah setiap tipe cahaya yang diterima oleh fotodetektor.<br />Terdapat beberapa tipe sensor yang berbeda yang diantaranya dirancang untuk digunakan pada jari, ibu jari kaki, hidung, telinga nadi, atau sekeliling tangan atau kaki bayi. Anda harus memilih sensor yang tepat untuk pengukuran tempat yang telah Anda rencanakan atau pilih.<br />Sebelum menggunakan oksimetri nadi untuk mengkaji status oksigenasi klien, pertama-tama kaji terlebih dahulu kadar hemoglobin klien. Karena oksimetri nadi mengukur persen dari SaO2, hasilnya dapat tampak normal ketika hemoglobin rendah karena semua hemoglobin yang ada untuk mengangkut O2 tersaturasi seluruhnya.<br />Respons yang diharapkan: saturasi O2 klien 96% sampai 100%, dan klien mampu untuk mentoleransi prosedur.<br />Respons yang merugikan: saturasi oksigen klien rendah (kurang dari 70% adalah kondisi yang membahayakan jiwa), timbul tekanan pada jaringan tempat terpasangnya sensor, dan terjadi iritasi kulit pada letak adesif sensor.<br />Alat yang dibutuhkan: oksimetri nadi dengan sensor yang dipilih, kapas alkohol, perlak atau handuk.<br /><br />KAPNOGRAFI<br />Kapnografi termasuk prosedur noninvasif lain yang mengukur konsentrasi karbon dioksida ekshalasi untuk klien dengan ventilasi mekanik. Jumlah karbon dioksida yang didapatkan dalam udara ekshalasi (end-tidal karbon dioksida; ETCO2) sangat berhubungan dengan tekanan parsial karbon dioksida arteri (PaCO2) pada klien dengan fungsi pernapasan, kardiovaskular, dan metabolik yang normal. Gradien normal PaCO2-ETCO2 sekitar 5 mm Hg. Dengan peningkatan PaCO2 pada hipovolemia, atau penurunan pada hipervolemia, perubahan yang berkaitan akan terlihat pada ETCO2. Kapnografi membutuhkan sampel kontinu udara ekshalasi.<br />Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaan. Klien yang menjalani kapnografi akan terpasang selang endotrakheal atau trakheostomi untuk ventilasi mekanik atau penatalaksanaan jalan napas. Sensor akan ditempelkan pada selang tersebut untuk mengukur ETCO2.<br />Arteri ulnaris<br /><br />PEMERIKSAAN GAS DARAH ARTERI<br />Analisis gas darah arteri memberikan determinasi objektif tentang oksigenasi darah arteri, pertukaran gas, ventilasi alveolar, dan keseimbangan asam-basa (Tabel 2-5). Dalam pemeriksaan ini, dibutuhkan sampel darah arteri yang diambil dari arteri femoralis, radialis, atau brakhialis dengan menggunakan spuit yang telah diberi heparin untuk mencegah pembekuan darah. Pertama lakukan tes Allen’s, yaitu pengkajian cepat sirkulasi kolateral pada tangan. Tes ini penting sebelum melakukan pungsi arteri radialis. Sumbat kedua arteri radialis dan ulnaris dengan jari tangan Anda. Minta klien untuk mengepalkan tangannya. Jika klien membuka kepalan tangannya saat kedua arteri masih tersumbat, tangan klien akan pucat. Jika Anda melepaskan sumbatan dari salah satu arteri, tangan klien seharusnya berwarna pink karena adanya sirkulasi kolateral. Kaji patensia kedua arteri dengan cara seperti ini, secara bergantian. Jika sirkulasi kolateral adekuat, Anda dapat mengambil darah dari arteri radialis ini. Spuit kemudian ditutup untuk mencegah kontak dengan udara dan diletakkan dalam wadah termos berisi es sampai tiba waktu dianalisa. Berikan tekanan selama sedikitnya 5 menit pada tempat penusukan setelah jarum dicabut untuk mencegah perdarahan. Pasien dengan gangguan pembekuan darah memerlukan penekanan lebih lama. Implikasi keperawatan termasuk mengkaji tempat penusukan secara periodik dan memberikan tekanan selama yang diperlukan untuk mencegah pembentukan hematom atau memar.<br />Table 2-5. Gas – gas darah arteri<br /><br />tabel-5<br /><br />Pemeriksaan Spesimen<br />PEMERIKSAAN SPUTUM<br />Pemeriksaan sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya penyakit paru. Membran mukosa saluran pernapasan berespons terhadap inflamasi dengan meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung organisme penyebab. Perhatikan dan catat volume, konsistensi, warna dan bau sputum. Pemeriksaan sputum mencakup pemeriksaan :<br />1. Pewarnaan Gram, biasanya pemeriksaan ini memberikan cukup informasi tentang organisme yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.<br />2. Kultur sputum mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakkan diagnosa defmitif. Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum harus dikumpulkan sebelum dilakukan terapi antibiotik dan setelahnya untuk menentukan kemanjuran terapi.<br />3. Sensitivitas berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan mengidentifikasi antibiotik yang mencegah pertumbuhan organisme yang terdapat dalam sputum. Untuk pemeriksaan ini sputum dikumpulkan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas biasanya diinstruksikan bersamaan.<br />4. Basil tahan asam (BTA) menentukan adanya mikobakterium tuberkulosis, yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.<br />5. Sitologi membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum mengandung runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial; sehingga mungkin saja terdapat sel-sel malignan. Sel-sel malignan menunjukkan adanya karsinoma, tidak terdapatnya sel ini bukan berarti tidak adanya tumor atau tumor yang terdapat tidak meruntuhkan sel.<br />6. Tes kuantitatif adalah pengumpulan sputum selama 24 sampai 72jam.<br />Pengumpulan sputum<br />Sebaiknya klien diinformasikan tentang pemeriksaan ini sehingga akan dapat dikumpulkan sputum yang benar-benar sesuai untuk pemeriksaan ini. Instruksikan pasien untuk mengumpulkan hanya sputum yang berasal dari dalam paru-paru. (Karena sering kali jika klien tidak dijelaskan demikian, klien akan mengumpulkan saliva dan bukan sputum). Sputum yang timbul pagi hari biasanya adalah sputum yang paling banyak mengandung organisme produktif. Biasanya dibutuhkan sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan laboratorium. Implikasi keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:<br />1. Klien yang kesulitan dalam pembentukan sputum atau mereka yang sangat banyak membentuk sputum dapat mengalami dehidrasi, perbanyak asupan cairan klien.<br />2. Kumpulkan sputum sebelum makan dan hindari kemungkinan muntah karena batuk.<br />3. Instruksikan klien untuk berkumur dengan air sebelum mengumpulkan spesimen untuk mengurangi kontaminasi sputum.<br />4. Instruksikan klien untuk mengingatkan dokter segera setelah spesimen terkumpul sehingga spesimen tersebut dapat dikirim ke laboratorium secepatnya.<br /><br />TORASENTESIS<br />Torasentesis adalah penusukan jarum ke dalam spasium pleural. Indikasi pemeriksaan torasentesis termasuk:<br />1. Pengangkatan cairan pleural untuk tujuan diagnostik.<br />a. Pemeriksaan untuk mengetahui berat jenis, jumlah sel darah putih, bitung banding sel, jumlah sel darah merah, dan kosentrasi protein, glukosa, dan amilase.<br />b. Pembuatan kultur dan pemeriksaan terhadap adanya bakteri dan sel-sel ab¬normal atau malignan.<br />c. Penampilan umum cairan, kuantitas yang didapat, dan lokasi dari letak torasentesis harus dipesankan.<br />2. Biopsi pleural.<br />3. Pembuangan cairan pleural jika cairan tersebut mengancam dan mengakibatkan ketidaknyamanan klien.<br />4. Instilasi antibiotik atau obat lainnya ke dalam spasium pleural<br />Prosedur<br />Torasentesis adalah mengalirkan cairan atau udara yang ditemukan dalam rongga pleural. Torasentesis terapeutik akan membuang cairan atau udara yang menum-puk dalam rongga pleura yang dapat menyebabkan kompresi paru dan distres pernapasan. Cairan yang dikumpulkan dikirim ke laboratorium dan diperiksa terhadap berat jenis, glukosa, protein, pH, kultur, pemeriksaan sensitivitas, dan sitologi. Warna dan konsistensi cairan pleural juga dicatat.<br />Perawatan praprosedur<br />Dapatkan izin tindakan dari klien dan jelaskan pada klien tentang prosedur dan tujuannya. Posisi klien duduk tegak sambil condong ke depan di atas meja trei atau sandaran kursi. Perhatikan posisi klien, dengan posisi ini cairan dalam pleura berkumpul pada dasar toraks. Bila tidak, baringkan klien dalam posisi rekumben dengan lengan terletak di bawah kepalanya. Penusukan jarum akan menimbulkan nyeri. Instruksikan klien untuk tidak bergerak selama prosedur karena gerakan mendadak dapat mendorong jarum menebus rongga pleura dan mencederai pleura viseralis atau parenkim paru. Pemeriksaan membutuhkan waktu 5 sampai 15 menit. Selama prosedur bantu dokter; pantau tanda vital; dan amati terhadap dispnea, keluhan kesulitan bernapas, mual, atau nyeri.<br /><br />KETERAMPILAN 2-2. MEMBANTU DALAM TINDAKAN TORASENTESIS<br />Torasentesis adalah tindakan mengaspirasi cairan pleural atau udara, dilakukan untuk menghilangkan tekanan, nyeri, atau dispnea.<br />Respons yang diantisipasi: klien dalam keadaaan nyaman selama prosedur dan tidak mengalami dispnea, batuk, atau distres pernapasan.<br />Respons yang merugikan: klien mengalami distres pernapasan dan menunjukkan gejala seperti peningkatan frekuensi pernapasan; batuk takterkontrol; mukus berbusa dan bersemu darah; frekuensi jantung cepat; atau tanda-tanda hipoksia.<br />Peralatan yang dibutuhkan : trai torasentesis: jarum aspirasi No. 16; 8,75 cm, 1 ampul lidokain 1 % (5 ml), jarum No. 21; 3,75 cm, jarum No. 25; 5/8 inci, spuit 5 ml, spuit 50 ml, katup dua jalur, 3 buah tabung spesimen, kantung drainase, linen, plester adesif, aplikator prep, spong, trai prep, sarung tangan steril.<br />Perawatan pascaprosedur<br />Setelah prosedur, klien biasanya dibaringkan pada sisi yang tidak sakit selama 1 jam untuk memudahkan ekspansi paru. Kaji tanda vital sesuai ketentuan institusi. Frekuensi dan karakter pernapasan dan bunyi napas harus dikaji dengan cermat. Takipnea, dispnea, sianosis, retraksi, atau tidak terdengarnya bunyi napas yang dapat menandakan pneumotoraks harus dilaporkan pada dokter.<br />Jumlah cairan yang dikeluarkan harus dicatat sebagai haluaran cairan. Pemeriksaan ronsen dada mungkin dilakukan untuk mengevaluasi tingkat reekspansi paru dan pneumotoraks. Emfisema subkutan dapat menyertai prosedur ini, karena udara dalam rongga pleura masuk ke dalam jaringan subkutan. Jaringan ini teraba seperti kertas (krepitus) ketika dipalpasi. Biasanya emfisema subkutan tidak menjadi masalah kecuali bila terjadi peningkatan dan menghambat organ lain (mis. trakhea). Klien harus dijelas-kan ten tang kondisi ini.<br /><br />PEMERIKSAAN BIOPSI<br />Spesimen untuk pemeriksaan biopsi dapat dikumpulkan dari berbagai jaringan sistem pernapasan. Biopsi struktur trakheobronkhial dapat dilakukan selama bronkhoskopi. Biopsi scalene dan nodus mediastinal dapat dilakukan (dengan anestesi lokal) untuk mendapatkanjaringan guna pemeriksaan patologis, kultur, atau pengkajian sitologi.<br />Biopsi pleural<br />Biopsi pleural dapat dilakukan melalui insisi torakotomi kecil secara bedah atau selama torasentesis, menggunakan jarum cope. Biopsi jarum adalah prosedur diagnostik yang relatif aman dan sederhana yang sangat berguna untuk menentukan penyebab efusi pleural. Jarum mengangkat fragmen kecil pleura parietalis, yang digunakan untuk pemeriksaan kultur dan selular mikroskopis. Jika diperlukan pemeriksaan bakteriologi, spesimen biopsi harus didapatkan sebelum dimulai kemoterapi.<br />Dapatkan izin tindakan dari klien dan jelaskan tujuan dan pentingnya pemeriksaan diagnostik ini. Persiapan dan posisi klien untuk biopsi pleural serupa dengan persiapan dan posisi untuk torasentesis. Pemeriksaan ini menimbulkan nyeri, dan klien harus diam takbergerak. Pemeriksaan ini membutuhkan waktu 15 sampai 30 menit.<br />Komplikasi yang jarang terjadi termasuk nyeri sementara akibat cedera saraf interkosta, pneumotoraks, dan hemotoraks. Setelah prosedur amati klien terhadap komplikasi (mis, dispnea, pucat, diaforesis, nyeri hebat). Pneumotoraks yang berkaitan dengan biopsi jarum dapat saja terjadi. Perawat harus menyediakan selang dada dan peralatan drainase dada. Pemeriksaan ronsen biasanya dilakukan setelah prosedur ini. Terjadinya hemotoraks ditandai dengan peningkatan cairan dalam rongga pleural dan membutuhan tindakan torasentesis segera.<br />Seperti halnya dengan biopsi pleural, biopsi paru dapat dilakukan dengan pemajanan bedah paru (biopsi paru terbuka) dengan atau tanpa endoskopi menggunakan jarum yang dirancang untuk mengangkat jaringan paru. Jaringan kemudian diperiksa terhadap struktur selular abnormal dan bakteri. Biopsi paru paling sering dilakukan untuk mengidentifikasi tumor pulmonal atau perubfthan parenkim (mis. sarkoidosis).<br /><br />Rangkuman Bab<br /> Untuk dapat melakukan pengkajian keperawatan yang terarah dan sistematis pertimbangkan daftar periksa pengkajian berikut ini:<br />1. Sudahkah say a mengumpulkan semua peralatan, termasuk wadah untuk spesimen sputum?<br />2. Sudahkah saya mencuci tangan dengan bersih?<br />3. Sudahkah saya menghangatkan bagian bell dan diafragma stetoskop dalam genggaman saya?<br />4. Menggunakan survai cepat untuk mengevaluasi kesulitan bernapas klien, sudahkah saya memutuskan akan seberapa luas pemeriksaan dilakukan?<br />5. Jika memeriksa anak-anak, apakah saya menggunakan stetoskop ukuran anak-anak.<br />6. Apakah saya sudah menyiapkan selimut yang cukup untuk menutupi tubuh klien?<br />7. Sudahkan saya menelaah data laboratorium yang relevan?<br /> Pengkajian sistem pernapasan, seperti halnya pengkajian pada sistem tubuh lainnya, harus menitikberatkan sifat individual klien (disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan klien saat ini).<br /> Pengkajian sistem pernapasan dimulai dengan mengumpulkan riwayat kesehatan yang mencakup data biografi, demografi, gejala saat ini (keluhan), riwayat kese¬hatan masa lalu, dan riwayat psikososial.<br /> Pemeriksaan fisik dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan dengan meng¬gunakan teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.<br /> Pengkajian diagnostik pada sistem pernapasan bertujuan untuk mengkaji status fungsi anatomi dan spesimen.<br /> Pemeriksaan diagnostik untuk mengevaluasi fungsi pernapasan termasuk uji fungsi pulmonal, oksimetri nadi, kapnografi, dan analisis gas darah arteri.<br /> Pemeriksaan diagnostik untuk mengevaluasi struktur anatomi termasuk radiologi toraks dan paru-paru, ultrasonografi, CTscan, fluoroskopi, angiografi pulmonal, PET, endoskopi, dan bronkhoskopi.<br /> Pemeriksaan diagnostik untuk mengevaluasi spesimen termasuk pemeriksaan sputum, torasentesis, dan pemeriksaan biopsi.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-11799688643188009322011-01-17T23:44:00.000-08:002011-01-17T23:45:08.301-08:00RANCANGAN UNDANG-UNDANG KEPERAWATANUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR ……………………….<br /><br />TENTANG<br />KEPERAWATAN<br /><br />DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br /><br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />Menimbang:a. bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;<br /><br />b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau.<br /><br />c. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan merupakan bagian integral dari penyelenggaraan upaya kesehatan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan kaidah etik, nilai-nilai moral serta standar profesi.<br /><br />d. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang diberikan kepada perawat karena keahliannya, yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi. <br /> <br />e. bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dan penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan praktik keperawatan, perlu keterlibatan organisasi profesi.<br /><br />f. bahwa untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan perawat diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan praktik keperawatan;<br /><br />g. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu ditetapkan Undang-Undang tentang Keperawatan.<br /><br />Mengingat 1. Undang-Undang Dasar 1945; Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) <br /><br />2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan<br /><br />Dengan Persetujuan Bersama<br /><br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />dan<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br /><br />MEMUTUSKAN :<br /><br />Menetapkan:UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN<br /><br />BAB I<br /><br />KETENTUAN UMUM<br /><br />Pasal 1<br /><br /> Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:<br /><br />(1) Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. <br />(2) Praktik keperawatan adalah tindakan perawat berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang diberikan melalui kesepakatan dengan klien dan atau tenaga kesehatan lain dan atau sektor lain terkait. Fokus praktik keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan pada individu, keluarga, dan atau masyarakat pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. <br />(3) Asuhan keperawatan adalah rangkaian kegiatan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan berdasarkan kode etik dan standar praktik keperawatan yang dilandasi keilmuan keperawatan dan keterampilan perawat berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip ilmu biologis, psikolologi, sosial, kultural dan spiritual<br />(4) Perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan program pendidikan keperawatan baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. <br />(5) Perawat terdiri dari perawat vokasional, perawat professional dan perawat profesinoal spesialis<br />(6) Perawat vokasional adalah seseorang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan tertentu dibawah supervisi langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal dengan sebutan Lisenced Vocasional Nurse (LVN)<br />(7) Perawat professional adalah tenaga professional yang mampu melaksanakan praktik keperawatan secara mandiri dan atau kolaborasi dengan yang lain dan telah menyelesaikan program pendidikan profesi keperawatan, telah lulus uji kompetensi perawat profesional yang dilakukan oleh konsil dengan sebutan Registered Nurse (RN) <br />(8) Perawat Profesional Spesialis adalah seseorang perawat yang disiapkan diatas level perawat profesional dan mempunyai kewenangan sebagai spesialis atau kewenangan yang diperluas dan telah lulus uji kompetensi perawat profesional spesialis. <br />(9) Konsil Keperawatan Indonesia yang yang selanjutnya disebut Konsil merupakan suatu badan otonom, mandiri, non struktural yang bersifat independen. <br />(10) Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang perawat untuk menjalankan praktik keperawatan di seluruh Indonesia setelah lulus uji. <br />(11) Registrasi adalah pencatatan resmi oleh konsil terhadap perawat yang telah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempuyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk melaksanakan profesinya.<br />(12) Registrasi ulang adalah pencatatan ulang terhadap perawat yang telah diregistrasi setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.<br />(13) Surat Izin Perawat adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat yang akan menjalankan praktik keperawatan setelah memenuhi persyaratan.<br />(14) Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan.<br />(15) Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan <br />(16) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan praktik keperawatan secara mandiri, berkelompok atau bersama profesi kesehatan lain.<br />(17) Klien adalah orang yang membutuhkan bantuan perawat karena masalah kesehatan aktual atau potensial baik secara langsung maupun tidak langsung<br />(18) Organisasi profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.<br />(19) Kolegium keperawatan adalah kelompok perawat professional dan perawat profesional spesialis sesuai bidang keilmuan keperawatan yang dibentuk oleh organisasi profesi keperawatan.<br />(20) Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.<br />(21) Surat tanda registrasi Perawat dalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada perawat yang telah diregistrasi. <br /><br /><br /><br />BAB II<br /><br />ASAS DAN TUJUAN<br /><br />Pasal 2<br /><br />Praktik keperawatan dilaksanakan berazaskan Pancasila dan berlandaskan pada nilai ilmiah, etika dan etiket, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindungan serta keselamatan penerima dan pemberi pelayanan keperawatan.<br />Pasal 3<br /><br />Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk:<br />a. memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada klien dan perawat. <br />b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat.<br /><br /><br />BAB III<br /><br />LINGKUP KEPERAWATAN <br /><br />Pasal 4<br /><br />Bagian kesatu<br />Peran dan Fungsi Perawat<br /><br />(1) Perawat dalam melakukan tugasnya dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pengelola keperawatan dan atau kesehatan, pendidik, advokat, peneliti.<br />(2) Perawat dalam melakukan tugasnya berfungsi secara mandiri, ketergantungan dengan profesi lain, dan kerjasama (kolaborasi)<br /> <br /> <br />Pasal 5<br />Bagian kedua<br />Praktik Keperawatan<br /><br />(1) Praktik keperawatan diberikan melalui Asuhan keperawatan untuk klien individu, keluarga, masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.<br />(2) Asuhan keperawatan dapat dilakukan melalui tindakan keperawatan mandiri <br /> dan atau kolaborasi dengan tim kesehatan dan atau dengan sektor terkait <br /> lain<br />(3) Tindakan mandiri keperawatan antara lain adalah: <br />a. Tindakan terapi keperawatan, observasi keperawatan, terapi komplementer, penyuluhan kesehatan, nasehat, konseling, advokasi, dan edukasi dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan klien.<br />b. Memberikan pengobatan terbatas dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan khitan tanpa komplikasi.<br />c. Pelakaksanaan Program Pemerintah dalam bidang kesehatan<br /> (4) Tindakan ketergantungan dengan tenaga kesehatan lain adalah ; Pelaksanaan program pengobatan dan atau tindakan medik secara tertulis dari dokter<br />(5) Tindakan kolaborasi keperawatan dengan tim kesehatan lainnya atau dengan sektor terkait lain antara lain adalah:<br />a. Pembuatan dan pelaksanaan program kesehatan lintas sektoral untuk peningkatan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat<br />b. Perencanaan terhadap upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan klien bersama dengan tenaga profesi kesehatan lain.<br />c. Pelaksanaan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan huruf c dimaksud sesuai dengan kompetensi dan kewenangan masing-masing. <br />(5) Praktik keperawatan dapat diberikan di sarana kesehatan dan Praktik Mandiri Keperawatan<br />a. Praktik keperawatan di sarana kesehatan adalah asuhan keperawatan profesional yang diberikan oleh Perawat Profesional dibantu oleh perawat Vokasional.<br />b. Ketentuan mengenai rasio dan jumlah tanaga perawat profesional dan vokasional di sarana kesehatan diatur dalam peraturan konsil. <br />c. Praktik Mandiri Keperawatan berdasarkan prinsip kebutuhan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan masyarakat dalam suatu wilayah.<br />d. Ketentuan mengenai kebutuhan pelayanan kesehatan dan atau keperawatan disatu wilayah diatur dalam peraturan konsil. <br /><br /> <br />Pasal 6<br />Wewenang Perawat<br /><br />(1) Dalam menjalankan peran dan fungsinya, perawat memiliki kewenangan untuk melakukan asuhan keperawatan mandiri dan kolaborasi sebagaimana tercantum pada pasal 5<br />(2) Dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan atau nyawa klien dan atau pasien, perawat dapat melakukan tindakan di luar kewenangan.<br />(3) Dalam keadaan luar biasa/bencana, perawat dapat melakukan tindakan di luar kewenangan untuk membantu mengatasi keadaan luar biasa atau bencana tersebut.<br />(4) Perawat yang bertugas di daerah yang sulit terjangkau dapat melakukan tindakan di luar kewenangannya sebagai perawat.<br />(5) Ketentuan mengenai daerah yang sulit terjangkau ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah melalui peraturan tersendiri.<br /><br />Pasal 7<br />Kualifikasi dan Kewenangan<br /><br />(1) Kualifikasi perawat terdiri dari Perawat vokasional, perawat Profesional dan Perawat Profesional Spesialis.<br /><br />(2) Kewenangan Perawat seperi yang dimaksud ayat (1) adalah :<br /><br />a. Perawat vokasional mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik dengan batasan lingkup praktik yang ditetapkan dan dibawah pengawasan langsung maupun tidak langsung oleh Perawat Profesioal. <br />b. Perawat professional mempunyai wewenang untuk melaksanakan praktik keperawatan secara mandiri dan atau kolaborasi dengan yang lain.<br />c. Perawat Profesional Spesialis mempunyai kewenangan untuk melakukan praktik sebagai seorang spesialis dengan keahlian lanjut dalam satu cabang ilmu di bidang keperawatan.<br />d. Kewenangan Perawat sesuai dengan huruf a, b dan c sesuai dengan standard kompetensi yang ditetapkan oleh konsil.<br /><br /><br />BAB IV<br />KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA<br /><br />Bagian Kesatu<br />Nama dan Kedudukan<br /><br />Pasal 8<br /><br />(1) Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud pada Bab II Pasal 3, dibentuk Konsil Keperawatan Indonesia yang selanjutnya dalam undang-undang ini disebut Konsil.<br />(2) Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden.<br /><br />Pasal 9<br /><br />Konsil berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.<br /><br /><br /><br /><br />Bagian Kedua<br />Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil <br /><br />Pasal 10<br /><br />Konsil mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, pembinaan serta penetapan kompetensi perawat yang menjalankan praktik keperawatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan praktik keperawatan.<br /><br />Pasal 11<br /><br />(1) Konsil mempunyai tugas:<br />a. Melakukan uji kompetensi dan registrasi perawat; <br />b. Mengesahkan standar pendidikan profesi perawat <br />c. Membuat peraturan-peraturan terkait dengan praktik perawat untuk melindungi masyarakat.<br />(2) Standar pendidikan profesi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibuat dan di usulkan oleh organisasi profesi <br /><br /><br />Pasal 12<br /><br />Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Konsil mempunyai wewenang :<br />a. Mengesahkan standar kompetensi perawat dan standar praktik Perawat yang dibuat oleh organisasi profesi;<br />b. Menyetujui dan menolak permohonan registrasi perawat ;<br />c. Menetapkan seorang perawat kompeten atau tidak melalui mekanisme uji kompetensi;<br />d. Menetapkan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat;<br />e. Menetapkan sanksi disiplin terhadap kesalahan disiplin dalam praktik yang dilakukan perawat; dan<br />f. Menetapkan penyelenggaraan program pendidikan profesi keperawatan berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi. <br /><br /><br />Pasal 13<br /><br />Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan Indonesia.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Bagian Ketiga<br />Susunan Organisasi dan Keanggotaan<br /> <br />Pasal 14<br /><br />(1) Susunan peimpinan Konsil terdiri dari :<br />a. Ketua merangkap anggota<br />b. Wakil ketua merangkap anggota <br />c. Ketua- ketua Komite merangkap anggota.<br />(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :<br />a. Komite uji kompetensi dan registrasi<br />b. Komite standar pendidikan profesi<br />c. Komite praktik keperawatan<br />d. Komite disiplin keperawatan<br />(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota.<br /><br /><br />Pasal 15<br />(1) Ketua konsil keperawatan Indonesia dan ketua komite adalah perawat dan dipilih oleh dan dari anggota konsil keperawatan Indonesia.<br />(2) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua konsil dan ketua Komite diatur dalam peraturan konsil <br /><br /><br />Pasal 16<br />(1) Komite Uji Kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk melakukan uji kompetensi dan proses registrasi keperawatan.<br />(2) Komite standar pendidikan profesi mempunyai tugas memvalidasi standar pendidikan profesi yang disusun oleh organisasi profesi. <br />(3) Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pemantauan mutu praktik Keperawatan dan menetapkan kebutuhan praktik keperawatan.<br />(4) Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan pembinaan kepada para perawat, menentukan ada tidaknya kesalahan disiplin yang dilakukan perawat dalam penerapan praktik keperawatan dan memberikan masukan kepada Ketua Konsil terkait disiplin perawat.<br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja komite-komite diatur dengan Peraturan Konsil<br /><br /><br />Pasal 17<br /><br /><br />(1) Keanggotaan Konsil terdiri dari unsur-unsur wakil Pemerintah, organisasi profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil masyarakat.<br /><br />(2) Jumlah anggota Konsil 21 (dua puluh satu) orang yang terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:<br />a. Anggota yang ditunjuk adalah 12 ( dua belas) orang terdiri dari:<br />- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 3 (tiga) orang;<br />- Kolegium keperawatan 2 (dua) orang;<br />- Asosiasi institusi pendidikan keperawatan 2 (dua) orang;<br />- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang; <br />- Asosiasi institusi pelayanan kesehatan masyarakat 1 (satu) orang;<br />- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;<br />- Departemen Kesehatan 1 (satu) orang;<br />- Departemen pendidikan Nasional 1 (satu ) orang<br />b. Anggota yang dipilih adalah 9 (sembilan) perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.<br /><br /><br />Pasal 18<br /><br />1. Keanggotaan Konsil ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri dengan rekomendasi organisasi profesi<br />2. Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil harus berdasarkan usulan dari organisasi profesi <br />3. Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil diatur dengan Peraturan Presiden. <br />4. Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil adalah 5 (lima) tahun<br />dan dapat diangkat kembali untuk masa bakti 1 (satu) periode berikutnya, dengan memperhatikan sistem manajemen secara berkesinambungan.<br /><br />Pasal 19<br /><br />(1) Anggota Konsil sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus mengangkat sumpah.<br /><br />(2) Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :<br /> Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.<br /><br />Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian.<br /><br />Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung tinggi ilmu keperawatan dan mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan tetap akan menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.<br /><br />Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara Republik Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.<br /><br />Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, saksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan negara.<br /><br />Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.“<br /><br /><br />Pasal 20<br /><br />Persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota Konsil :<br />a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;<br />b. Warga Negara Republik Indonesia;<br />c. Sehat rohani dan jasmani;<br />d. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;<br />e. Berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Keperawatan Indonesia;<br />f. Mempunyai pengalaman dalam praktik keperawatan minimal 5 tahun dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat, kecuali untuk non perawat;<br />g. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik; dan <br />h. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat dan selama menjadi anggota Konsil.<br /><br /><br />Pasal 21<br /><br />(1) Keanggotaan Konsil berakhir apabila :<br />a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;<br />b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;<br />c. Meninggal dunia;<br />d. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;<br />e. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan;<br />f. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau<br />(2) Dalam hal anggota Konsil menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, diberhentikan sementara dari keangotaannya.<br />(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Ketua Konsil.<br /><br />Pasal 22<br /><br />(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris konsil<br />(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri<br />(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan anggota konsil <br />(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil <br />(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil <br /><br /><br />Bagian Keempat<br />Tata Kerja<br /><br />Pasal 23<br /><br />(1) Setiap keputusan Konsil yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat pleno anggota.<br />(2) Rapat pleno Konsil dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.<br />(3) Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.<br />(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.<br /><br /><br /><br />Pasal 24<br /><br />Pimpinan Konsil melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Bagian Kelima<br />Pembiayaan<br /><br />Pasal 25<br /><br />(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara <br />(2) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil Keperawatan Indonesia.<br /><br /><br />BAB V<br />STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN<br /><br />Pasal 26<br /><br />(1) Standar pendidikan profesi keperawatan disusun oleh organisasi profesi <br />(2) Dalam rangka memperlancar penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan, organisasi profesi dapat membentuk Kolegium Keperawatan<br />(3) Standar pendidikan profesi keperawatan dimaksud pada ayat (1):<br />a. untuk pendidikan profesi Ners disusun oleh Kolegium Ners generalis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.<br />b. untuk pendidikan profesi Ners Spesialis disusun oleh Kolegium Ners Spesialis dengan melibatkan asosiasi institusi pendidikan keperawatan.<br /><br /><br />BAB VI<br />PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN<br /><br />Pasal 27<br /><br />Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi perawat yang berpraktik dan dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.<br /><br />Pasal 28<br /><br />(1) Setiap perawat yang berpraktik harus meningkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi. <br />(2) Pendidikan dan pelatihan keperawatan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk program sertifikasi yang dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan berkelanjutan perawat yang ditetapkan oleh organisasi profesi.<br />(3) Pemerintah, pemerintah daerah dan atau sarana kesehatan yang memakai jasa perawat wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kompetensi dan sertifikasi perawat <br /><br /><br />BAB VII<br />REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT<br /><br />Pasal 29<br /><br />(1) Setiap perawat yang akan melakukan praktik keperawatan di Indonesia harus memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang diterbitkan Konsil melalui mekanisme uji kompetensi oleh konsil.<br />(2) Surat Tanda Registrasi Perawat sebagaimana ayat (1) terdiri atas 2 (dua) kategori:<br />a. untuk perawat vokasional, Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Lisenced Vocasional Nurse (LVN) <br />b. untuk perawat profesional, Surat Tanda Registrasi Perawat disebut dengan Registered Nurse (RN) <br />(3) Untuk melakukan registrasi awal, perawat harus memenuhi persyaratan :<br />a. memiliki ijazah perawat Diploma untuk Lisenced Vocasional Nurse (LVN) <br />b. memiliki ijazah Ners, atau Ners Spesialis untuk Registered Nurse (RN) <br />c. lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh konsil<br />d. Rekomendasi Organisasi Profesi<br /><br />Pasal 30<br /><br />(1) Dalam menjalankan praktik keperawatan di Indonesia, lisensi praktik perawat diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang disebut dengan Surat Ijin Perawat yang terdiri dari Surat Ijin Perawat Vokasional (SIPV) atau Surat Ijin Perawat Profesional (SIPP)<br />(2) Perawat vokasional yang telah memenuhi persyaratan LVN berhak memperoleh SIPV dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan bersama.<br />(3) Perawat profesional yang telah memenuhi persyaratan RN berhak memperoleh SIPP dan dapat melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan dan praktik mandiri.<br />(4) Lisenced vocasional Nurse (LVN) dengan latar belakang Diploma III Keperawatan dan pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di sarana pelayanan kesehatan dapat mengikuti uji kompetensi Registered Nurse(RN).<br />(5) Perawat LVN yang telah lulus uji kompetensi RN dapat memperoleh SIPP.<br /><br /><br /><br /><br />Pasal 31<br /><br />(1) Syarat untuk memperoleh SIPV :<br />a. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Lisenced Vocasional Nurse (LVN) <br />b. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan<br />c. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan<br /> (2) Syarat untuk memperoleh SIPP :<br />a. Memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang disebut dengan Registered Nurse(RN)<br />b. Tempat praktik memenuhi persayaratan untuk praktek mandiri<br />c. Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi keperawatan<br />d. Melampirkan surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan<br /> (3) SIPV dan SIPP masih tetap berlaku sepanjang:<br />a. Surat tanda Regstrasi Perawat masih berlaku<br />b. Tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPP<br />(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tempat praktik untuk memperoleh SIPP diatur dalam peraturan Menteri.<br /><br /><br />Pasal 32<br /><br />(1) Perawat yang teregistrasi berhak menggunakan sebutan RN (Register Nurse) di belakang nama, khusus untuk perawat profesional, atau LVN (Lisence Vocasional Nurse) untuk perawat vokasional.<br />(2) Sebutan RN dan LVN ditetapkan oleh Konsil Keperawatan Indonesia.<br /><br />Pasal 33<br /><br />(1) Surat Tanda Registrasi Perawat berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali.<br />(2) Registrasi ulang untuk memperoleh Surat Tanda Registrasi Perawat dilakukan dengan persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 29 ayat (3), ditambah dengan angka kredit pendidikan berlanjut yang ditetapkan Organisasi Profesi.<br />(3) SIPP hanya diberikan paling banyak di 2 (dua) tempat pelayanan kesehatan.<br /><br /><br />Pasal 34<br /><br />(1) Perawat Asing yang akan melaksanakan praktik keperawatan di Indonesia harus dilakukan adaptasi dan evaluasi sebelum di registrasi.<br />(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan milik pemerintah sesuai dengan jenjang pendidikan.<br />(3) Ketentuan mengenai Adaptasi selanjutnya diatur oleh Peraturan Menteri<br />(4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:<br />a. keabsahan ijazah;<br />b. registrasi perawat dari negera asal <br />c. kemampuan untuk melakukan praktik keperawatan yang dinyatakan dengan surat keterangan telah mengikuti program adaptasi dan memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat yang dikeluarkan oleh konsil<br />d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; dan<br />e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan kode etik keperawatan Indonesia yang ditetapkan oleh organisasi profesi.<br />(5) Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.<br />(6) Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) dapat diregistrasi oleh konsil dan selanjutnya dapat diberikan Surat Ijin Perawat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan kualifikasi perawat vokasional atau Profesional.<br /><br />Pasal 35<br /><br />(1) Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara dapat diberikan kepada perawat warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan keperawatan yang bersifat sementara di Indonesia.<br />(2) Surat Ijin Perawat vokasional semetara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara sebagai mana dimaksud ayat (1) berlaku selama 1 ( satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 ( satu) tahun berikutnya.<br />(3) Surat Ijin Perawat vokasional sementara atau Surat Ijin Perawat Profesional sementara dapat diberikan apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 31.<br /><br />Pasal 36<br /><br />(1) Surat Ijin Perawat Vokasional bersyarat atau Surat Ijin Perawat Profesional bersyarat diberikan kepada peserta program pendidikan keperawatan warga negara asing yang mengikuti pendidikan dan pelatihan di Indonesia.<br />(2) Perawat warga negara asing yang akan memberikan pendidikan dan pelatihan dalam rangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan untuk waktu tertentu, tidak memerlukan SIPP bersyarat.<br />(3) Perawat warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil.<br />(4) Surat Ijin Perawat bersyarat dan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diberikan melalui program adaptasi. <br /><br /><br /><br /><br /><br />Pasal 37<br /><br />SIPV atau SIPP tidak berlaku karena:<br />a. dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;<br />b. habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;<br />c. atas permintaan yang bersangkutan;<br />d. yang bersangkutan meninggal dunia; atau<br />e. dicabut oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Pejabat yang berwenang<br /><br />Pasal 38<br /><br />Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji kompetensi, registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil.<br /><br /><br />BAB VIII<br />PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN<br /><br />Pasal 39<br /><br />Praktik keperawatan dilakukankan berdasarkan pada kesepakatan antara perawat dengan klien dalam upaya untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, kuratif, dan pemulihan kesehatan.<br /><br />Pasal 40<br /><br />Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memililki SIPV atau SIPP berwenang untuk:<br />a. melaksanakan asuhan keperawatan yang didasari proses keperawatan terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosis keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan;<br />b. tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi seperti yang tercantum dalam pasal 5<br />c. dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;<br />d. kewenangan perawat yang mempunyai SIPV dan SIPP seperti yang tercantum pada pasal 6<br /><br /><br />Pasal 41<br /><br />Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat yang telah memiliki SIPV berwenang untuk :<br />a. melakukan tindakan keperawatan di bawah pengawasan perawat yang memiliki SIPP <br />b. melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 huruf a harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi;<br /><br />Pasal 42<br /><br />(1) Praktik keperawatan dilakukan oleh perawat profesional (RN) dan perawat vokasional (LVN).<br />(2) LVN dalam melaksanakan tindakan keperawatan di bawah pengawasan RN.<br />(3) Perawat dapat mendelegasikan dan atau menyerahkan tugas kepada perawat lain yang setara kompetensi dan pengalamannya.<br /><br />Pasal 43<br /><br />Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan kesehatan tersebut.<br /><br /><br />Pasal 44<br />Hak Klien <br /><br />Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai hak:<br />a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan keperawatan yang akan dilakukan.<br />b. meminta pendapat perawat lain;<br />c. mendapatkan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar<br />d. menolak tindakan keperawatan; dan<br /><br />Pasal 45<br />Kewajiban Klien <br /><br />Klien dalam menerima pelayanan pada praktik keperawatan, mempunyai kewajiban:<br />a. memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya;<br />b. mematuhi nasihat dan petunjuk perawat;<br />c. mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan<br />d. memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.<br /><br />Pasal 46<br />Pengungkapan Rahasia Klien <br /><br />Pengungkapan rahasia klien hanya dapat dilakukan atas dasar:<br />a. Persetujuan klien <br />b. Perintah hakim pada sidang pengadilan<br />c. Ketentuan perundang-undangan yang berlaku<br /><br />Pasal 47<br />Hak Perawat<br /><br />Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai hak :<br />a. Memperoleh perlindungan hukum dan profesi sepanjang melaksanakan tugas sesuai standar profesi dan Standar Operasional Prosedur (SOP);<br />b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari klien dan /atau keluarganya;<br />c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi dan otonomi profesi;<br />d. Memperoleh penghargaan sesuai dengan prestasi dan dedikasi <br />e. Memperoleh fasilitas kerja yang mendukung pekerjaan perawat profesional<br />f. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap resiko kerja yang berkaitan dengan tugasnya;<br />g. Menerima imbalan jasa profesi <br /><br />Pasal 48<br />Kewajiban Perawat<br /><br />Dalam melaksanakan praktik keperawatan, perawat mempunyai kewajiban :<br />a. Memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan standar profesi dan SOP <br />b. Merujuk klien fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau tindakan;<br />c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang klien dan atau pasien kecuali untuk kepentingan hukum;<br />d. Menghormati hak-hak klien sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku;<br />e. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan untuk menyelamatkan jiwa <br />f. Menambah dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan ketrampilan keperawatan dalam upaya peningkatan profesionalisme.<br /><br /><br />Pasal 49<br />Praktik Mandiri<br /><br />(1) Praktik mandiri dapat dilakukan secara perorangan dan atau berkelompok dan atau kunjungan rumah<br />(2) Perawat yang melakukan praktik mandiri mempunyai kewenangan sesuai yang tercantum pada pasal 5<br />(3) Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada praktik mandiri meliputi:<br />a. Tindakan terapi keperawatan, terapi komplementer, konseling, advokasi dan edukasi keperawatan<br />b. Perawatan dirumah atau dalam bentuk lain sesuai dengan peraturan yang berlaku<br />c. Pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan, khitan tanpa komplikasi.<br />d. Pemberian pengobatan terbatas dan tindakan medik terbatas, <br />(4) Perawat dalam melakukan praktik mandiri sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan:<br />a. Memiliki tempat praktik yang memenuhi persyaratan kesehatan;<br />b. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi untuk melakukan asuhan keperawatan <br />(5) Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.<br />(6) Perawat yang telah mempunyai SIPP dan menyelenggarakan praktik mandiri wajib memasang papan nama praktik keperawatan.<br /><br /><br />BAB IX<br />PENGHARGAAN DAN PERLINDUNGAN <br /><br />Pasal 50<br />Penghargaan <br /><br />(1) Perawat yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas di daerah khusus berhak memperoleh penghargaan.<br />(2) Perawat yang gugur dalam melaksanakan tugas di daerah khusus memperoleh penghargaan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.<br /><br />Pasal 51<br /><br />(1) Penghargaan dapat diberikan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.<br />(2) Penghargaan dapat diberikan pada, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.<br />(3) Penghargaan kepada perawat dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa, finansial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.<br />(4) Penghargaan kepada perawat dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari perawat nasional, dan/atau hari besar lain.<br />(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br /><br /><br />PERLINDUNGAN<br /><br />Pasal 52<br /><br />(1) Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau institusi sarana kesehatan wajib memberikan perlindungan terhadap perawat dalam melaksanakan tugas.<br />(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.<br />(3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dalam melaksanakan pekerjaan profesinya.<br />(4) Perlindungan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat perawat dalam melaksanakan tugas.<br />(5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.<br /><br /><br /><br /><br />BAB X<br /><br />PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN <br /><br />Pasal 53<br /><br />Pemerintah, Konsil , dan Organisasi Profesi membina, mengembangkan dan mengawasi praktik keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-masing.<br /><br />Pasal 54<br /><br />(1) Pembinaan dan pengembangan perawat meliputi pembinaan profesi dan karir<br />(2) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian<br />(3) Pembinaan dan pengembangan profesi perawat dilakukan melalui Jenjang Karir Perawat. <br />(4) Pembinaan dan pengembangan karir perawat sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penugasan, kenaikan pangkat /Peringkat dan promosi.<br /><br /><br />Pasal 55<br /><br />(1) Pemerintah, konsil dan organisasi profesi membina serta mengembangkan kualifikasi dan kompetensi perawat pada institusi baik pemerintah maupun swasta;<br />(2) Pemerintah memberikan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan pemerintah;<br />(3) Pemerintah menetapkan kebijakan anggaran untuk meningkatkan profesionalisme perawat pada institusi pelayanan swasta<br /><br /><br />Pasal 56<br /><br />Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 53, diarahkan untuk: <br />a. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.<br />b. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan perawat<br />c. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat;<br />d. Melindungi perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.<br /><br />Pasal 57<br /><br />(1) Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP.<br />(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.<br /><br />Pasal 58<br />Dalam rangka pembinaan dan pengawasan perawat yang menyelenggarakan praktik keperawatan dapat dilakukan supervisi dan audit sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.<br /><br /><br /><br /><br /><br />Pasal 59<br />Sanksi Administratif dan Disiplin<br /><br />(1) Perawat yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 37 dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun<br />(2) Perawat yang dinyatakan melanggar disiplin Profesi dikenakan sanksi sebagai berikut:<br />a. Pemberian Peringatan Tertulis<br />b. Kewajiban mengikuti Pendidikan atau Pelatihan pada Institusi Pendidikan Keperawatan.<br />c. Rekomendasi Pencabutan Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Perawat<br />(3) Pelanggaran disiplin sebagai mana dimaksud ayat (2) diteliti dan ditetapkan oleh konsil.<br />(4) Pencabutan Surat Izin Perawat sebagaimana dimaksud ayat (2) c dapat berupa:<br />a. Pelanggaran ringan dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 6 (enam) bulan<br />b. Pelanggaran sedang dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 1 (satu) tahun<br />c. Pelanggaran berat dikenakan sanksi pencabutan sementara SIPV atau SIPP paling lama 3 (tiga) tahun<br /><br />(5) Sanksi Administratif terhadap pelanggaran disiplin sebagaimana dimaksud ayat (4) dilakukan oleh Kepala Dinas Kab/Kota atau Pejabat yang berwenang setelah dilakukan penelitian dan usul dari Komite Disiplin Keperawatan Konsil.<br /><br />Pasal 60<br />Sanksi Pidana<br /><br />Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah perawat yang telah memiliki SIPV atau SIPP dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).<br /><br />Pasal 61<br /><br />Institusi pelayanan kesehatan, organisasi, perorangan yang dengan sengaja mempekerjakan perawat yang tidak memiliki SIPV atau SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).<br /><br /><br />Pasal 62<br /><br />Perawat yang dengan sengaja:<br />(1). tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 huruf b sampai dengan huruf e<br />(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).<br /><br />Pasal 63<br /><br />Penetapan sanksi pidana harus didasarkan pada motif pelanggaran dan berat ringannya risiko yang ditimbulkan sebagai akibat pelanggaran.<br /><br />BAB XI<br />KETENTUAN PERALIHAN<br /><br />Pasal 64<br /><br />(1). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktik keperawatan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-undang ini.<br />(2). Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini, ijin praktik yang diberikan sesuai KepMenKes Nomor 1239 Tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Keperawatan, masih tetap berlaku sampai berakhirnya izin praktik tersebut sesuai ketentuan.<br /><br />Pasal 65<br /><br />Dengan telah diberlakukannya Undang Undang Keperawatan, sebelum terbentuknya Konsil Keperawatan Indonesia maka dalam kegiatan perijinan dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada.<br /><br /><br /><br /><br />BAB XII<br />KETENTUAN PENUTUP<br /><br />Pasal 66<br /><br />Konsil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dibentuk paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-undang ini diundangkan.<br /><br /><br />Pasal 67<br /><br />Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan. <br /><br /><br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br /><br /><br /><br /><br />Disahkan di Jakarta<br />Pada tanggal …………………<br /><br />PPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br /><br />ttd<br /><br />SUSILO BAMBANG YUDHOYONO<br /><br />Diundangkan di Jakarta<br />Pada Tanggal ……………….<br />SEKRETARIS NEGARA<br />REPUBLIK INDONESIA<br /><br />ttd<br /><br />HATTA RAJASA<br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ……………<br />NOMOR ………………<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PENJELASAN<br />Rancangan<br />UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR ……………………….<br /><br />TENTANG<br />PRAKTIK KEPERAWATAN<br /><br />BAB I<br /><br />KETENTUAN UMUM<br /><br />Pasal 1<br /> <br />Ayat (1) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (2) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (3) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (4) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (5) ; <br />Cukup jelas<br /> <br />Ayat (6) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (7) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (8) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (9) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (10) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (11) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (12) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (13) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (14) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (15) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (16) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (17) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (18) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (19) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (20) ; <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (21) ; <br />Cukup jelas<br /><br /><br />BAB II<br /><br />ASAS DAN TUJUAN<br /><br />Pasal 2<br />Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan;<br />a. nilai ilmiah adalah bahwa praktik keperawatan harus didasarkan pada ilmu pengetahuan dan tehnologi yang diperoleh baik melalui penelitian, pendidikan maupun pengalaman praktik.<br />b. Nilai moral (Etika dan etiket) adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus mengacu pada prinsip-prinsip moral antara lain beneficience, nonmaleficience, veracity, justice, non-diskriminatif dan otonomi.<br />c. Manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.<br />d. Keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan harus mampu memberikan pelayanan yang dan tidak diskriminatif, merata, terjangkau dan bermutu dalam konteks pelayanan kesehatan.<br />e. Kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik keperawatan memberikan perlakuan yang memenuhi hak azazi manusia sebagai penerima pelayanan yaitu hak memperoleh pelayanan yang aman, hak untuk mendapatkan informasi, hak untuk didengar serta hak untuk memilih. <br />f. Keseimbangan adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan atas keseimbangan antara hak dan kewajiban penerima dan pemberi pelayanan.<br />g. Perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan praktik keperawatan dilakukan dengan kehati-hatian sesuai dengan standard praktik keperawatan.<br /><br />Pasal 3<br />Cukup Jelas<br /><br />BAB III<br /><br />LINGKUP PRAKTIK KEPERAWATAN<br /><br /><br />Pasal 4 ; <br /> Cukup Jelas<br /><br />Pasal 5<br />Ayat (1) <br />Asuhan keperawatan diberikan akibat kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi, akibat kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan untuk berfungsi optimal, dan kurangnya kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri<br />Ayat (2) Cukup Jelas<br /><br />Ayat (3) <br /><br />Huruf a ;<br />cukup jelas<br />Huruf b ; <br />cukup jelas<br />Huruf c. <br />Pegobatan adalah pemberian obat-obatan (kecuali obat-obat yang berlabel merah <br />tidak termasuk obat-obat yang masuk dalam DOA /Daftar obat Apotik)<br /><br />Tindakan medik terbatas yang dimaksud adalah tindakan medik termasuk pengobatan dalam rangka penyembuhan dan pemulihan penyakit-penyakit ringan yang lazim timbul di masyarakat di suatu wilayah (common illness) yang dilakukan oleh perawat professional yang kompeten sesuai dengan Protokol.<br /><br />Pasal 6<br /> Cukup Jelas<br /><br />Pasal 7 <br />Cukup Jelas<br /><br /><br />BAB IV<br />KONSIL KEPERAWATAN INDONESIA<br /><br />Bagian Kesatu<br />Nama dan Kedudukan<br /><br />Pasal 8<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 9<br />Cukup Jelas<br /><br /><br /><br />Bagian Kedua<br />Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil<br />Pasal 10<br /><br />Pasal 11 <br />Cukup Jelas<br /><br />Ayat (1) <br />Huruf b<br />Yang dimaksud dengan standar pendidikan profesi keperawatan adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistim pendidikan nasional.<br /><br />Penyusunan standar pendidikan profesi keperawatan dilakukan oleh organisasi profesi termasuk kolegium<br /><br />Pasal 12<br />Cukup Jelas<br />Pasal 13<br />Cukup Jelas<br /><br />Bagian Ketiga<br />Susunan Organisasi dan Keanggotaan<br />Pasal 14<br />Cukup Jelas<br />Pasal 15<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 16;<br />Ayat (1) ; <br />Uji kompetensi adalah suatu proses penilaian terhadap perawat yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang sesuai dengan standar kinerja yang ditetapkan.<br /><br />Pasal 17 ; <br />Ayat (1); <br />cukup jelas<br /><br />Ayat (2); <br />Yang dimaksud dengan anggota konsil yang dipilih sebagaimana huruf (b) adalah pemilihan melalui mekanisme pencalonan dari 3 wilayah, masing-masing 3 orang kemudian dilakukan pemilihan secara serempak di tiga wilayah utama yaitu; barat meliputi pulau sumatera dan Jawa. Wilayah tengah meliputi Kalimantan, Sulawesi, Bali dan NTB. Wilayah timur meliputi NTT, Kepulauan Maluku dan Papua.<br /><br />Pasal 18<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 19<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 20<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 21<br />Cukup Jelas<br />Pasal 22<br />Cukup Jelas<br /><br /><br />Bagian Keempat<br />Tata Kerja<br /><br />Pasal 23<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 24<br />Cukup Jelas<br />Bagian Kelima<br />Pembiayaan<br /><br />Pasal 25<br />Cukup Jelas<br /><br /><br />BAB V<br />STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEPERAWATAN<br /><br />Pasal 26<br />Cukup Jelas<br /><br /><br />BAB VI<br />PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPERAWATAN BERKELANJUTAN<br /><br />Pasal 27<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 28<br />Cukup Jelas<br /><br /><br />BAB VII<br />REGISTRASI dan LISENSI PERAWAT<br /><br /><br />Pasal 29<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 30<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 31<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 32<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 33<br />Ayat (1);<br /> Cukup jelas <br />Ayat (2); <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (3); <br />Cukup jelas<br /><br /><br />Pasal 34<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 35<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 36<br /><br />Ayat (1);<br /> Cukup jelas <br />Ayat (2); <br />Cukup jelas<br /><br />Ayat (3); <br />Cukup jelas<br /><br />Pasal 37<br /><br />Huruf a, b, c, d ; cukup jelas<br /><br />Huruf e ; <br />Pencabutan SIPP oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota karena perawat dinyatakan melanggar ketentuan administratife atau disiplin.<br /><br />Pasal 38<br />Cukup Jelas<br /><br /><br />BAB VIII<br />PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN<br />Pasal 39<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 40<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 41<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 42;<br /><br />Ayat (1); <br /> Cukup jelas<br />Ayat (2); <br />Pengawasan yang dilakukan oleh perawat professional kepada perawat vokasional adalah dimaksudkan agar praktik keperawatan berjalan dengan aman sesuai standar profesi dan dalam rangka melindungi masyarakat memperoleh pelayanan keperawatan yang aman.<br /><br />Ayat (3); <br />Pendelegasian kepada perawat yang setara kemampuan dan pengalamanya dimaksudkan agar praktik keperawatan yang diberikan berjalan dengan aman.<br /><br /><br />Pasal 44; <br />Cukup jelas<br /><br />Pasal 45<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 46<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 47<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 48<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 49<br /><br />Ayat (3)<br />Hurup d<br /><br /><br />BAB IX<br />PENGHARGAAN DAN PERLINDUNGAN <br /><br />Pasal 50<br />Cukup Jelas<br />Pasal 51<br /> Cukup Jelas<br />Pasal 52 <br /> Cukup Jelas<br /><br /><br />BAB IX<br />PEMBINAAN, PENGEMBANGAN DAN PENGAWASAN<br /><br />Pasal 53<br />Cukup Jelas<br />Pasal 54<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 55<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 56<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 57<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 58<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 59<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 60<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 61<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 62<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 63<br /> Cukup Jelas<br /><br />BAB X<br />KETENTUAN PERALIHAN<br /><br />Pasal 64<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 65<br />Cukup Jelas<br /><br />BAB XI<br />KETENTUAN PENUTUP<br /><br />Pasal 66<br />Cukup Jelas<br /><br />Pasal 67 <br />Cukup Jelas<br /><br />TAMBAHAN LEMBAR NEGARA<br />REPUBLIK INDONESIA<br />TAHUN 2009 NOMOR……..<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />RANCANGAN<br />UNDANG UNDANG KEPERAWATAN<br /> <br /><br /><br /><br /><br /> <br />PERSATUAN PERAWAT NASIONAL INDONESIA<br />Jl. Jaya Mandala Raya No. 15 Komplek Patra Kuningan Jakarta Selatan<br />Telpon : 021-8315069, faks : 021-8315070Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-18504413987999191182011-01-17T23:38:00.000-08:002011-01-17T23:39:19.181-08:00Kedudukan profesi keperawatan dalam sistem pelayanan kesehatan diIndonesiaA. Keperawatan<br />Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.<br />Dari pengertian tersebut diatas ada 4 ( empat ) elemen utama ( mayor elements) yang menjadi perhatian ( concern), Yaitu : <br />1. Keperawatan adalah ilmu dan kiat sains terapan ( applied science ), <br />2. Keperawatan adalah profesi yang berorientasi pada pelayanan _ helping health illness problem, <br />3. Keperawatan mempunyai empat tingkat klien : individu, keluarga, kelompok, dan komunitas dan, 4. Pelayanan Keperawatan mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan-3th level preventions dengan metodologi proskep .<br /><br />Adapun karakteristik keperawatan adalah sebagai berikut :<br />1. Otoritas (autority) mempengaruhi proses asuhan melalui peran professional.<br />2. Akotabilitas (accountability) tanggung jawab kepada klien, diri sendiri dan profesi serta mengambil keputusan yang berhubungan dengan asuhan.<br />3. Kolaborasi (collaboration) mengadakan hubungan kerja dan berbagai disiplin dalam mengakses masalah klien dan membantu klien menyelesaikannya.<br />4. Mengambil keputusan yang mandiri (independen dicicion making) membuat keperawatan pada tiap tahap proses keperawatan dalam menyelesaikan masalah klien.<br />5. Pembelaan/dukungan (advocacy) mengadakan intervensi untuk kepentingan klien.<br />6. Fasilitas (facilitation) mendesimalkan profesi demi organisasi dan system klien-keluarga dalam asuhan.<br /><br /><br />Keperawatan mendahulukan kepentingan kesehatan dari masyarakat yang bersifat humanistatik, yaitu :<br />1. Menggunakan pendekatan holistic<br />2. Dilaksanakan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan<br />3. Berpegang pada standar pelayanan asuhan keperawatan<br />4. Menggunakan kode etik keperawatan sebagai tuntutan utama dalam pelayanan keperawatan. <br /><br />B. Profesi<br />1. Winsley (1964)<br />Profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan badan ilmu sebagai dasar untuk pengembangan teori yang sistematis guna menghadapi banyak tantangan baru, memerlukan pendidikan dan pelatihan yang cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada pelayanan.<br />2. Schein E. H (1962)<br />Profesi merupakan suatu kumpulan atau set pekerjaan yang membangun suatu set norma yang sangat khusus yang berasal dari perannya yang khusus di masyarakat.<br />3. Hughes,E.C ( 1963 )<br />Profesi merupakan suatu keahlian dalam mengetahui segala sesuatu dengan lebih baik dibandingkan orang lain (pasien).<br />Ciri-ciri profesi menurut Winsley,(1964 ): <br />1. Didukung oleh badan ilmu ( body of knowledge ) yang sesuai dengan bidangnya, jelas wilayah kerja keilmuannya dan aplikasinya.<br />2. Profesi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang terencana, terus menerus dan bertahap<br />3. Pekerjaan profesi diatur oleh kode etik profesi serta diakui secara legal melalui perundang-undangan<br /><br />4. Peraturan dan ketentuan yag mengatur hidup dan kehidupan profesi (standar pendidikan dan pelatihan, standar pelayanan dan kode etik) serta pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dilakukan sendiri oleh warga profesi<br />Dikatakan juga oleh Shortridge,L.M ( 1985 ),Ciri-ciri profesi esensial suatu profesi adalah sbb:<br />1. Berorientasi pada pelayanan masyarakat<br />2. Pelayanan keperawatan yang diberikan didasarkan pada ilmu pengetahuan<br />3. Adanya otonomi<br />4. Memiliki kode etik<br />5. Adanya organisasi profesi.<br /><br />C. Keperawatan Sebagai Profesi<br />1. Mempunyai body of knowledge<br />Tubuh pengetahuan yang dimiliki keperawatan adalah ilmu keperawatan (nursing science ) yang mencakup ilmu–ilmu dasar (alam, sosial, perilaku), ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu keperawatan dasar, ilmu keperawatan klinis dan ilmu keperawatan komunitas.<br />2. Pendidikan berbasis keahlian pada jenjang pendidikan tinggi<br />Di Indonesia berbagai jenjang pendidikan telah dikembangkan dengan mempunyai standar kompetensi yang berbeda-beda mulai D III Keperawatan sampai dengan S3 akan dikembangkan.<br />3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik dalam bidang profesi<br />Keperawatan dikembangkan sebagai bagian integral dari Sistem Kesehatan Nasional. Oleh karena itu sistem pemberian askep dikembangkan sebagai bagian integral dari sistem pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang terdapat di setiap tatanan pelayanan kesehatan.<br />Pelayanan/askep yang dikembangkan bersifat humanistik/menyeluruh didasarkan pada kebutuhan klien, berpedoman pada standar asuhan keperawatan dan etika keperawatan.<br /><br />4. Memiliki perhimpunan/organisasi profesi<br />Keperawatan harus memiliki organisasi profesi, organisasi profesi ini sangat menentukan keberhasilan dalam upaya pengembangan citra keperawatan sebagai profesi serta mampu berperan aktif dalam upaya membangun keperawatan profesional dan berada di garda depan dalam inovasi keperawatan di Indonesia.<br />5. Pemberlakuan kode etik keperawatan<br />Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat profesional selalu menunjukkan sikap dan tingkah laku profesional keperawatan sesuai kode etik keperawatan.<br />6. Otonomi<br />Keperawatan memiliki kemandirian, wewenang, dan tanggung jawab untuk mengatur kehidupan profesi, mencakup otonomi dalam memberikan askep dan menetapkan standar asuhan keperawatan melalui proses keperawatan, penyelenggaraan pendidikan, riset keperawatan dan praktik keperawatan dalam bentuk legislasi keperawatan. ( KepMenKes No.1239 Tahun 2001 ) <br />7. Motivasi bersifat altruistik<br />Masyarakat profesional keperawatan Indonesia bertanggung jawab membina dan mendudukkan peran dan fungsi keperawatan sebagai pelayanan profesional dalam pembangunan kesehatan serta tetap berpegang pada sifat dan hakikat keperawatan sebagai profesi serta selalu berorientasi kepada kepentingan masyarakat.<br /><br />Dengan melihat definisi, ciri profesi yang telah disebutkan diatas dapat kita analisis bahwa keperawatan di Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu profesi.<br /><br />D. Perawat <br />Sesuai permenkes RI no.1239 tahun 2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat, dijelaskan perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.<br /><br />E. Peran Perawat<br />Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Jadi peran perawat yang dimaksud adalah cara untuk menyatukan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik keperawatan. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai cirri tepisah demi untuk kejelasan.<br />Doheny ( 1982 )mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat profesional, meliputi : <br />1. Care Giver (pemberi asuhan keperawatan perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, dengan menggunakan proses keperawatan meliputi : Pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi),<br />2. Client Advocate (pelindung klien), <br />3. Counsellor (pembimbing), <br />4. Educator (pendidik klien), <br />5. Collaborator (bekerja sama dengan tim), <br />6. Coordinator (perawat memanfaatkan semua sumber dan potensi yang ada baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih), <br />7. Change Agent (sebagai pembaharu), <br />8. Consultant (sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien).<br />Dalam memberikan pelayanan/asuhan keperawatan, perawat memperhatikan individu sebagai makhluk yang holistic dan unik.<br />Peran utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada klien meliputi treatmen keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan dan menjalankan treatment medical sesuai dengan pendelegasian yang diberikan. <br /><br />F. Fungsi Perawat<br />Fungsi adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan sesuai dengan perannya.<br />Kozier (1991) mengemukakan 3 (tiga) fungsi perawat : <br />1. Fungsi Keperawatan mandiri (independen), <br />2. Fungsi Keperawatan Ketergantungan (dependen), <br />3. Fungsi Keperawatan kolaboratif (interdependen).<br /><br />G. Pelayanan Keperawatan<br />Bentuk Pelayanan :<br />• Fisiologis<br />• Psikologis<br />• Sosial dan Kultural<br />• Diberikan karena :<br />• Ketidakmampuan<br />• Ketidakmauan<br />• Ketidaktahuan Dalam memenuhi kebutuhan dasar yang sedang terganggu <br />H. Fokus Keperawatan<br />• Respons Klien Terhadap : Penyakit, Pengobatan, Lingkungan Praktik Keperawatan Profesional, Tindakan Mandiri Perawat Profesional. <br />• Melalui Kerjasama Dengan : Klien, Tenaga Kesehatan Lain. <br />• Sesuai Dengan : Wewenang, Tanggung Jawab, Menggunakan Pendekatan, Proses Keperawatan Yang Dinamis.<br />I. Kewenangan Perawat<br />1. Melaksanakan pengkajian keperawatan <br />2. Merumuskan diagnosis keperawatan <br />3. Menyusun rencana tindakan keperawatan <br />4. Melaksanakan tindakan keperawatan (termasuk tindakan medik yang dapat dilakukan perawat) <br />5. Melaksanakan evaluasi terhadap tindakan <br />6. Mendokumentasikan hasil keperawatan <br />7. Melakukan kegiatan konseling kesehatan kepada sistem klien <br />8. Melaksanakan tindakan medis sebagai pendelegasian berdasarkan kemampuannya <br />9. Melakukan tindakan diluar kewenangan dalam kondisi darurat yang mengancam nyawa sesuai ketentuan yang berlaku (Standing Order) di sarana kesehatan <br />10. Dalam kondisi tertentu, dimana tidak ada tenaga yang kompeten, perawat berwenang melaksanakan tindakan kesehatan diluar kewenangannya<br />J. Tanggung Jawab Perawat <br />1. Pengertian tanggung jawab perawat<br />Tanggung jawab perawat berarti keadaan yang dapat dipercaya dan terpercaya. Sebutan ini menunjukan bahwa perawat professional menampilkan kinerja secara hati-hati, teliti dan kegiatan perawat dilaporkan secara jujur. Klien merasa yakin bahwa perawat bertanggung jawab dan memiliki kemampuan, pengetahuan dan keahlian yang relevan dengan disiplin ilmunya. <br />Kepercayaan tumbuh dalam diri klien, karena kecemasan akan muncul bila klien merasa tidak yakin bahwa perawat yang merawatnya kurang terampil, pendidikannya tidak memadai dan kurang berpengalaman. Klien tidak yakin bahwa perawat memiliki integritas dalam sikap, keterampilan, pengetahuan (integrity) dan kompetensi.<br />Beberapa cara dimana perawat dapat mengkomunikasikan tanggung jawabnya :<br />1. Menyampaikan perhatian dan rasa hormat pada klien (sincere intereset) Contoh : “Mohon maaf bu demi kenyamanan ibu dan kesehatan ibu saya akan mengganti balutan atau mengganti spreinya”.<br />2. Bila perawat terpaksa menunda pelayanan, maka perawat bersedia memberikan penjelasan dengan ramah kepada kliennya (explanantion about the delay). Misalnya ; “Mohon maaf pak saya memprioritaskan dulu klien yang gawat dan darurat sehingga harus meninggalkan bapak sejenak”.<br />3. Menunjukan kepada klien sikap menghargai (respect) yang ditunjukkan dengan perilaku perawat. misalnya mengucapkan salam, tersenyum, membungkuk, bersalaman dsb.<br />4. Berbicara dengan klien yang berorientasi pada perasaan klien (subjects the patiens desires) bukan pada kepentingan atau keinginan perawat misalnya “Coba ibu jelaskan bagaimana perasaan ibu saat ini”. Sedangkan apabila perawat berorientasi pada kepentingan perawat ; “ Apakah bapak tidak paham bahwa pekerjaan saya itu banyak, dari pagi sampai siang, mohon pengertiannya pak, jangan mau dilayani terus”<br />5. Tidak mendiskusikan klien lain di depan pasien dengan maksud menghina (derogatory) misalnya “ pasien yang ini mungkin harapan sembuhnya lebih kecil dibanding pasien yang tadi”<br />6. Menerima sikap kritis klien dan mencoba memahami klien dalam sudut pandang klien (see the patient point of view). Misalnya perawat tetap bersikap bijaksana saat klien menyatakan bahwa obatnya tidak cocok atau diagnosanya mungkin salah.<br />a. Pengertian tanggung jawab perawat menurut ANA<br />Responsibility adalah : Penerapan ketentuan hukum (eksekusi) terhadap tugas-tugas yang berhubungan dengan peran tertentu dari perawat, agar tetap kompeten dalam Pengetahuan, Sikap dan bekerja sesuai kode etik (ANA, 1985).<br />Menurut pengertian tersebut, agar memiliki tanggung jawab maka perawat diberikan ketentuan hukum dengan maksud agar pelayanan perawatannya tetap sesuai standar. Misalnya hukum mengatur apabila perawat melakukan kegiatan kriminalitas, memalsukan ijazah, melakukan pungutan liar dsb. Tanggung jawab perawat ditunjukan dengan cara siap menerima hukuman (punishment) secara hukum kalau perawat terbukti bersalah atau melanggar hukum.<br />b. Pengertian tanggung jawab menurut Berten , (1993:133)<br />Responsibility : Keharusan seseorang sebagai mahluk rasional dan bebas untuk tidak. Mengelak serta memberikan penjelasan mengenai perbuatannya, secara retrosfektif atau prosfektif (Bertens, 1993:133).<br />Berdasarkan pengertain di atas tanggung jawab diartikan sebagai kesiapan memberikan jawaban atas tindakan-tindakan yang sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau tindakan yang akan berakibat di masa yang akan datang. Misalnya bila perawat dengan sengaja memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan klien maka akan berdampak pada masa depan klien. Klien tidak akan punya keturunan padahal memiliki keturunan adalah hak semua manusia. Perawat secara retrospektif harus bisa mempertanggung-jawabkan meskipun tindakan perawat tersebut diangap benar menurut pertimbangan medis.<br /><br />Pasal-pasalnya<br />Pasal 5<br />Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta keterampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu keluarga dan masyarakat.<br />Pasal 6<br />Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.<br />Pasal 7<br />Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan keperawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma kemanusiaan.<br />Pasal 8<br />Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.<br /><br />Pasal 9<br />Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien/klien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau mengalih tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan keperawatan.<br /><br /><br />2. Tanggung Jawap Utama Perawat<br />Tanggung jawab utama perawat antara lain adalah sebagai berikut : <br />1. Meningkatkan Kesehatan <br />2. Mencegah Penyakit <br />3. Memulihkan Kesehatan <br />4. Mengurangi Penderitaan.<br /><br /><br /><br />3. Tanggung Jawab Perawat Terhadap Pemerintah, Bangsa dan Tanah Air<br />Pasal 17<br />Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan keperawatan kepada masyarakat.<br /><br />4. Perawat dan Klien<br />Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, jenis kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan sosial.<br />Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat-istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien.<br />Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.<br /><br /><br />5. Lingkup Praktik Keperawatan<br />1. Memberikan asuhan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan sederhana dan kompleks.<br />2. Memberikan tindakan keperawatan langsung, pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan system klien.<br />3. Memberikan pelayanan keperawatan di sarana kesehatan dan tatanan lainnya.<br />4. Memberikan pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan persalinan normal dan menulis permintaan obat/resep.<br />5. Melaksanakan program pengobatan secara tertulis dari dokter. Berdasarkan kompetensi yang memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik, moral, hukum.<br /><br />K. Cakupan Tentang Perilaku Perawat<br />• Tindak pidana terhadap nyawa.<br />• Tindak terhadap tubuh<br />• Tindak pidana yang berkenaan dengan Asuhan Keperawatan semata untuk tujuan komersial<br />• Tindak pidana yang berkenaan dengan pelaksanan Asuhan Keperawatan tanpa keahlian atau kewenangan<br />• Tindak pidana yang berkenaan dengan tidak dipenuhinya persyaratan administratif<br />• Tindak pidana yang berkenaan dengan hak atas informasi<br />• Tindak pidana yang berkenaan dengan produksi dan peredaran alat kesehatan dan sediaan informasi<br />• Mengakibatkan orang mati atau luka karena salahnya.<br /><br />KUHP Pasal 359<br />Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama - lamanya satu tahun.<br /><br />KUHP Pasal 360<br />1. Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang Luka Berat di hukum dengan hukuman penjara selama - lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama - lamanya satu tahun.<br />• Luka berat : Penyakit / luka yang tak boleh harap akan sembuh lagi dengan sempurna atau mendatangkan bahaya maut. <br />2. Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama - lamanya 9 bulan atau hukuman kurungan selama - lamanya 6 bulan.<br />KUHP Pasal 361<br />Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam melakukan sesuatu jabatan atau pekerjaan, maka hukuman dapat ditambah dengan sepertiganya dan si tersalah dapat dipecat dari pekerjaannya.<br /><br />Tindakan keperawatan yang beresiko terhadap kemungkinan terjadinya sangsi hukum antara lain :<br />• Perawatan luka<br />• Monitoring cairan infuse<br />• Monitoring pemberian O2<br />• Pemberian injeksi<br />• Memasang sonde<br />• Fixasi / pengikatan<br /><br />L. Tinjauan Etik dan Hukum Dalam Praktik Keperawatan<br />Aspek etiknya adalah kode etik keperawatan<br />1. Sanksi Hukum Membuka Rahasia<br />KUHP <br />Pasal 322<br />” Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, Yang menurut jabatannya atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan menyimpannya, Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan”<br />Pembuktian bahwa seseorang itu membuka rahasia :<br />• Yang diberitahukan (dibuka) itu harus rahasia<br />• Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut, dan ia harus betul-betul mengetahui bahwa ia harus wajib menyimpan rahasia itu<br />• Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari suatu jabatan atau pekerjaan sekarang maupun maupun yang dahulu pernah ia jabat<br />• Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja<br />Pasal 23<br />1. Perawat dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan :<br />• Memiliki tempat praktik yang memenuhi syarat kesehatan.<br />• Memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan maupun kunjugan rumah.<br />• Memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan, formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan.<br />2. Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai dengan standart perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.<br /><br />M. Perawat dan Praktik<br />Perawat memelihara dan meningkatkan kompetensi di bidang keperawatan melalui belajar terus menerus.<br />Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien.<br />Perawat dalam membuat keputusan didasarkan pada informasi yang kuat dan mempertimbangkan kemampuan serta kualifikasi seseorang bila melakukan konsultasi, menerima delegasi dan memberikan delegasi kepada orang lain.<br />Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan dengan selalu menunjukkan perilaku profesional.<br /><br /><br /><br /><br /><br />N. Aspek Hukum<br />1. Undang - Undang No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan<br />Pasal 32<br />1. Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat penyakit, mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat.<br />2. Penyembuhan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat di pertanggungjawabkan.<br />Pengobatan dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat di pertanggungjawabkan.<br />3. Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.<br />Pasal 50<br />1. Tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan.<br />Pasal 53<br />1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. <br />2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.<br />Pasal 54 <br />1. Terhadap tenaga kesehatan yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan profesinya dapat dikenakan tindakan disiplin.<br />2. Penentuan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian di tentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan.<br /><br /><br />Pasal 55<br />Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.<br /><br />2. PP No. 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan<br />BAB III<br />Pasal 4 <br />Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan Setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan Memenuhi ijin dari menteri<br /><br />3. KepMenKes No. 1239/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat<br />BAB III<br />Pasal 8 <br />1. Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan, praktik perorangan dan atau kelompok. <br />2. Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan kesehatan harus memiliki SIK. <br />3. Perawat yang melaksanakan praktik perorangan / berkelompok harus memiliki SIPP.<br />BAB IV<br />Pasal 15 <br />Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berwenang untuk : <br />1. Melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan evaluasi keperawatan. <br />2. Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.<br />Dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimanadimaksud huruf a dan b harus sesuai dengan standart asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh organisasi profesi.<br />3. Pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan tertulis dari dokter.<br />Pasal 17<br />Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berkewajiban mematuhi standart profesi.<br />Pasal 19 <br />Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi profesi.<br />Pasal 20<br />1. Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang / pasien, perawat berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15. <br />2. Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa.<br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Azrul Azwar1997. Peran Perawat Profesional dalam Sistem Kesehatan di Indonesia. UI: Indonesia<br />Nursalam, M Nurs (honorous) 2002. Manajemen Keperawatan. Salemba Medika<br />Hidayat, A. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba MedikaUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-18465889308333120652011-01-16T18:46:00.000-08:002011-01-16T18:47:38.615-08:00GANGGUAN KEPRIBADIANParanoid<br />Gangguan kepribadian paranoid ditandai oleh ketidakpercayaan kepada orang lain dan kecurigaan berlebih bahwa orang di sekitarnya memiliki motif jahat. Orang dengan kelainan ini cenderung memiliki kepercayaan yang berlebihan pada pengetahuan dan kemampuan mereka sendiri dan biasanya menghindari hubungan dekat. Mereka mencari makna tersembunyi dalam segala sesuatu dan membaca niat bermusuhan ke dalam tindakanorang lain. Mereka suka mengetest kesetiaan teman dan orang-orang terkasih dan sering tampak dingin dan menjauh. Mereka biasanya suka menyalahkan orang lain dan cenderung membawa dendam lama.<br />Gejala Paranoid Personality Disorder:<br />• Enggan untuk memaafkan karena dianggap penghinaan<br />• Sensitivitas yang berlebihan<br />• Susah percaya kepada orang lain dan kemandirian berlebihan<br />• Cenderung suka menyalahkan ke orang lain<br />• Selalu melakukan mengantisipasi terhadap pengkhianatan<br />• Agresif dan gigih untuk hak-hak pribadi<br />• Curigaan parah<br />Schizoid<br />Orang dengan gangguan kepribadian Schizoid menghindari hubungan dengan orang lain dan tidak menunjukkan banyak emosi. Tidak seperti avoidants, schizoids benar-benar lebih suka menyendiri dan tidak diam-diam menginginkan popularitas. Mereka cenderung mencari pekerjaan yang memerlukan sedikit kontak sosial. keterampilan sosial mereka lemah dan mereka tidak menunjukkan perlunya perhatian atau penerimaan. Mereka dianggap tidak punya selera humor dan jauh dan sering disebut sebagai “penyendiri.”<br />Gejala Schizoid Personality Disorder:<br />• Lemahnya kemampuan interpersonal<br />• Kesulitan mengekspresikan kemarahan, bahkan ketika diprovokasi<br />• “penyendiri” mentalitas; menghindari situasi sosial<br />• Orang lain menganggap dia jauh, menyendiri, dan tidak bisa terikat dengan orang lain<br />• Rendah gairah seksual<br />• Tidak responsif pada pujian atau kritik<br />Schizotypal<br />Banyak yang percaya bahwa gangguan kepribadian schizotypal mewakili skizofrenia ringan. Gangguan ini ditandai oleh bentuk-bentuk berpikir dan memahami dengan cara yang aneh, dan individu dengan gangguan ini sering mencari isolasi dariorang lain . Mereka kadang-kadang percaya untuk memiliki kemampuan indra yang ekstra atau kegiatan yang tidak berhubungan berhubungan dengan mereka dalam beberapa cara penting. Mereka umumnya berperilaku eksentrik dan sulit berkonsentrasi untuk waktu yang lama. pidato mereka sering lebih rumit dan sulit untuk diikuti.<br />Gejala Personality Disorder Schizotypal :<br />• Aneh atau tingkah laku atau penampilan eksentrik<br />• Bertakhyul atau sibuk dengan fenomena paranormal<br />• Sulit untuk mengikuti pola bicara<br />• Perasaan cemas dalam situasi sosial<br />• Kecurigaan dan paranoia<br />• Suka berpikir menganai kepercayaan aneh atau magis<br />• Nampak pemalu, suka menyendiri, atau menarik diri dari orang lain<br />Antisocial<br />Banyak yang salah paham bahwa gangguan kepribadian antisosial mengacu pada orang yang memiliki keterampilan sosial yang buruk. Sebaliknya, gangguan kepribadian antisosial ditandai oleh kurangnya hati nurani. Orang dengan gangguan ini rentan terhadap perilaku kriminal, percaya bahwa korban-korban mereka lemah dan pantas dimanfaatkan. Antisocials cenderung suka berbohong dan mencuri. Sering kali, mereka tidak hati-hati dengan uang dan mengambil tindakan tanpa berpikir tentang konsekuensi nya . Mereka sering agresif dan jauh lebih peduli dengan kebutuhan mereka sendiri daripada kebutuhanorang lain.<br />Gejala Gangguan Kepribadian antisosial:<br />• mengabaikan untuk perasaan orang lain<br />• impulsif dan tidak bertanggung jawab pengambilan keputusan<br />• Kurangnya rasa penyesalan karena merugikan orang lain<br />• Berbohong, mencuri, perilaku kriminal lainnya<br />• mengabaikan untuk keselamatan diri dan orang lain<br />Borderline<br />Borderline personality disorder ditandai oleh ketidakstabilan suasana hati dan miskin citra diri. Orang dengan gangguan ini rentan terhadap perubahan suasana hati dan kemarahan yang konstan. Sering kali, mereka akan melampiaskan kemarahan pada diri mereka sendiri, mencederai tubuh mereka sendiri, ancaman bunuh diri dan tindakan yang tidak biasa. Batasan berpikir secara hitam dan putih sangat kuat, hubungan yang sarat dengan konflik. Mereka cepat marah ketika harapan mereka tidak terpenuhi.<br />Gejala Borderline Personality Disorder:<br />• Menyakiti diri sendiri atau mencoba bunuh diri<br />• Perasaan yang kuat untuk marah, cemas, atau depresi yang berlangsung selama beberapa jam<br />• Perilaku impulsif<br />• Penyalahgunaan obat atau alkohol<br />• Perasaan rendah harga diri<br />• Tidak stabil hubungan dengan teman, keluarga, dan pacar<br />Histrionic<br />Orang dengan gangguan kepribadian Histrionicadalah pencari perhatian konstan. Mereka perlu menjadi pusat perhatian setiap waktu, sering menggangguorang lain untuk mendominasi pembicaraan. Mereka menggunakan bahasa muluk-muluk untuk menggambarkan kejadian sehari-hari dan mencari pujian konstan. Mereka suka berpakaian ”yang memancing” atau melebih-lebihkan kelemahannya untuk mendapatkan perhatian. Mereka juga cenderung membesar-besarkan persahabatan dan hubungan, percaya bahwa setiaporang menyukai mereka. Mereka sering manipulatif.<br />Gejala Personality Disorder Histrionic:<br />• Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian.<br />• Berpakaian atau melakukan tindakan-tindakan provokatif.<br />• Emosinya dapat berubah dengan cepat.<br />• Melebih-lebihkan persahabatan.<br />• Terlalu-dramatis , terkadang sangat ”lebay”.<br />• Mudah dipengaruhi, gampang dibujuk.<br /><br />Narcissistic<br />Gangguan kepribadian Narcissistic dicirikan oleh keterpusatan diri. Seperti gangguan Histrionic, orang-orang dengan gangguan ini senang mencari perhatian dan pujian. Mereka membesar-besarkan prestasi mereka, mengharapkan orang lain untuk mengakui mereka sebagai superior. Mereka cenderung teman, karena mereka percaya bahwa tidak sembarang orang yang layak menjadi teman mereka. Narsisis cenderung membuat kesan pertama yang baik, namun mengalami kesulitan menjaga hubungan jangka panjang. Mereka umumnya tidak tertarik pada perasaanorang lain dan dapat mengambil keuntungan dari mereka.<br />Gejala narsisistik Personality Disorder:<br />• Membutuhkan pujian dan kekaguman berlebihan<br />• Mengambil keuntungan dari orang lain<br />• Merasa diri penting<br />• Kurangnya empati<br />• Berbohong, diri dan orang lain<br />• Terobsesi dengan fantasi ketenaran, kekuasaan, atau kecantikan<br />Avoidant<br />Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kegelisahan sosial yang ekstrim. Orang dengan gangguan ini sering merasa ”tidak cukup”, menghindari situasi sosial, dan mencari pekerjaan dengan sedikit kontak denganorang lain. Avoidant takut ditolak dan khawatir jika mereka memalukan diri mereka sendiri di depan orang lain. Mereka membesar-besarkan potensi kesulitan pada situasi baru untuk membuat orang berpikir agar menghindari situasi itu. Sering kali, mereka akan menciptakan dunia fantasi untuk pengganti yang asli. Tidak seperti gangguan kepribadian skizofrenia, avoidant merindukan hubungan sosial, tetapi belum merasa merekabisa mendapatkannya. Mereka sering mengalami depresi dan memiliki kepercayaan diri yang rendah.<br />Gejala Personality Disorder Avoidant :<br />• Keengganan dalam relasi sosial; mundur dari orang lain dalam mengantisipasi penolakan<br />• Terobsesi denga tolakan atau kritikan dalam situasi sosial<br />• Takut dianggap memalukan, sehingga menghindari kegiatan baru<br />• Miskin citra diri; perasaan tidak puas dalam kehidupan sosial<br />• Keinginan untuk meningkatkan hubungan sosial<br />• Nampak sibuk sendiri dan tidak ramah<br />• Menciptakan kehidupan fantasi rumit<br />Dependent<br />Gangguan kepribadian ini ditandai dengan kebutuhan untuk dijaga. Orang dengan kelainan ini cenderung bergantung pada orang dan merasa takut kehilangan mereka. Mereka mungkin menjadi bunuh diri ketika berpisah dengan orang yang dicintai. Mereka cenderung untuk membiarkan orang lain mengambil keputusan penting bagi mereka dan sering melompat dari hubungan satuke hubungan yang lainnya. mereka sering bertahan dalam suatu hubungan, walaupun sering dikasari atau disakiti. kepekaan berlebih terhadap penolakan umum. Mereka sering merasa tak berdaya dan tertekan.<br />Gejala Gangguan Kepribadian Dependent:<br />• Kesulitan membuat keputusan<br />• Perasaan tidak berdaya saat sendirian<br />• Berpikir ingin bunuh diri jika ditalak<br />• Pasrah<br />• Merasa terpuruk jika dikritik atau ketika tisak disetujui idenya<br />• Tidak dapat memenuhi tuntutan hidup sehari hari<br />Obsessive Compulsive<br />Nama gangguan kepribadian Obsesif-Kompulsif (OCDP) mirip dengan kecemasan obsesif-kompulsif, namun keduanya sangat berbeda. Orang dengan gangguan kepribadian obsesif-kompulsif terlalu fokus pada keteraturan dan kesempurnaan. Mereka harus melakukan segalanya “benar” sering mengganggu produktivitas mereka. Mereka cenderung untuk terjebak dalam halhal yang detil, namun kehilangan gambaran yang lebih besar. Mereka menetapkan standar yang tinggi tidak masuk akal untuk diri mereka sendiri dan orang lain, dan cenderung sangat kritis terhadap orang lain ketika mereka tidak hidup sampai saat ini standar yang tinggi. Mereka menghindari bekerja dalam tim, percaya orang lain terlalu ceroboh atau tidak kompeten. Mereka menghindari membuat keputusan karena mereka takut membuat kesalahan dan jarang murah hati dengan waktu atau uang. Mereka sering mengalami kesulitan mengekspresikan emosi.<br /><br /><br />Gejala Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif:<br />• mencari kesempurnaan dan disiplin yang berlebihan<br />• suka dengan ketertiban<br />• kaku<br />• Kurang murah hati<br />• terlalu fokus pada detail dan aturan<br />• suka bekerja keras untuk bekerja, kadang berlebihanUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-73824328164221104992011-01-03T21:38:00.000-08:002011-01-03T21:39:51.815-08:00Ya Allah, Mengapa Berat Cobaan Hidup Ini?Ya Allah, Mengapa Berat Cobaan Hidup Ini?<br /> <br />By: Ns. Zahrah MS, S.Kep<br /> <br />Ketika termenung memanjatkan doa kepada Allah, curhat kepadaNya. 'Ya Allah, mengapa begitu beratnya cobaan hidup ini?' Air mata mengalir tanpa terasa. Dada terasa sesak, napas terasa berat. Pundak seolah tidak sanggup memikulnya. Kaki tidak sanggup untuk bertumpu. Berserah diri kepada Allah mampu menghilangkan segala keluh kesah dan akhirnya membuat jiwa kita menjadi tenang karena menyerahkan segala urusan kehidupan hanya kepada Allah yang membuat hati kita merasa merasa tenang dan tenteram. Hanya kepada Allahlah kita berharap dan hanya kepada Allahlah kita memohon pertolongan.<br /> <br />Cobaan adalah latihan yang datangnya dari Allah. Setiap kali cobaan hadir menghampiri beruntunglah bila anda bersabar selama masa latihan dan bertahan sampai lulus melewati semuanya maka kita berhak untuk mendapatkan kebahagiaan yang hakiki, Allah akan senantiasa melimpahkan kebahagiaan hakiki bagi siapapun yang mencintai dan taat kepadaNya. Orang yang sabar akan mendapat ketenangan hati. Orang yang sabar akan mendapatkan kebeningan hati. Juga mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya. <br /> <br />Jalan keluar dan kelapangan hati ada dalam keimanan dan keridhaan, sementara keresahan dan kesedihan itu ada dalam keraguan dan kekecewaan sehingga Ali bin Abi Thalib menyebutkan 'Hanya orang yang bersabarlah akan mendapatkan yang terbaik dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala.' Sikap sabar dan kebaikan pada diri seseorang muncul ketika dirinya tertimpa musibah sebab dia akan menjadikan sabar sebagai senjata menghadapi musibah, Kesabaran menjadi kekuatan dan harapan agar mampu melewati musibah. Karena kesabarannya dia melihat jalan keluar dan pertolongan Allah berada di depan matanya. Ketika anda berada dalam tingkatan ini, Allah memberikan semua yang diperlukan. Allah menghilangkan semua kesulitan anda. Allah mengabulkan semua permintaan anda dan Allah menyelamatkan anda dari segala kepedihan & derita di dalam hidup ini. Ingatlah, Pertolongan Allah hadir menyelesaikan masalah hidup anda dengan cara yang tidak pernah anda duga dan tidak pernah anda sangka sebelumnya. Mari kita berdoa, memohon kepada Allah.<br /> <br />'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami, bila kami lalai atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami dengan beban yang berat sebagaimana beban orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sangggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami maka tolonglah kami menghadapi orang-orang yang ingkar.' (QS. al-Baqarah : 286).Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-714374032972490102010-12-28T00:03:00.001-08:002010-12-28T00:03:29.944-08:00PEMBERIAN OBAT SECARA BUKALPEMBERIAN OBAT SECARA BUKAL<br />By Ns. Zahrah Maulidia Septimar, S,Kep<br /><br /><br />1. Pengertian<br />Pemberian obat secara bukal adalah memberika obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa diantara pipi.<br />2. Tujuan<br />a. Mencegah efek lokal dan sistemik<br />b. Untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara oral<br />c. Untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.<br />3. Prosedur kerja<br />Secara umum persiapan dan langkah pemberian sama dengan pemberian obat secara oral. Yang perlu diperhatikan adalah klien perlu diberikan penjelasan untuk meletakkan obat diantara gusi dan selaput mukosa pipi sampai habis diabsorbsi seluruhnya. <br /><br />Referensi :<br /><br />Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC<br /><br />Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.<br /><br />Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.<br /><br />Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.<br /><br />JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.<br /><br />JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.<br /><br />Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.<br /><br />Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.<br /><br />Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.<br /><br />Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGCUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-74742125200327509692010-12-28T00:00:00.000-08:002010-12-28T00:01:19.291-08:00PEMBERIAN OBAT PER ORALPEMBERIAN OBAT ORAL<br />By. Ns. Zahrah Maulidia Septimar, S.Kep<br /><br /><br />1. Definisi<br />Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan melalui mulut. <br />2. Tujuan Pemberian<br />a. Untuk memudahkan dalam pemberian<br />b. Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari obat tersebut dapat segera diatasi<br />c. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan nyeri<br />d. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan<br />3. Persiapan alat<br />a. Baki berisi obat<br />b. Kartu atau buku berisi rencana pengobatan<br />c. Pemotong obat (bila diperlukan)<br />d. Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan)<br />e. Gelas pengukur (bila diperlukan)<br />f. Gelas dan air minum<br />g. Sedotan<br />h. Sendok<br />i. Pipet<br />j. Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak-anak<br />4. Prosedur kerja<br />a. Siapkan peralatan dan cuci tangan<br />b. Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (menelan, mual, muntah, adanya program tahan makan atau minum, akan dilakukan pengisapan lambung dll)<br />c. Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis obat, waktu dan cara pemberian) periksa tanggal kedaluarsa obat, bila ada kerugian pada perintah pengobatan laporkan pada perawat/bidan yang berwenang atau dokter yang meminta.<br />d. Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah pengobatan dan ambil obat yang diperlukan)<br />e. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan. Siapkan jumlah obat yang sesuai dengan dosis yang diperlukan tanpa mengkontaminasi obat (gunakan tehnik aseptik untuk menjaga kebersihan obat).<br />1) Tablet atau kapsul<br />a) Tuangkan tablet atau kapsul ke dalam mangkuk disposibel tanpa menyentuh obat.<br />b) Gunakan alat pemotong tablet bila diperlukan untuk membagi obat sesuai dengan dosis yang diperlukan.<br />c) Jika klien mengalami kesulitan menelan, gerus obat menjadi bubuk dengan menggunakan martil dan lumpang penggerus, kemudian campurkan dengan menggunakan air. Cek dengan bagian farmasi sebelum menggerus obat, karena beberapa obat tidak boleh digerus sebab dapat mempengaruhi daya kerjanya.<br />2) Obat dalam bentuk cair<br />a) Kocok /putar obat/dibolak balik agar bercampur dengan rata sebelum dituangkan, buang obat yang telah berubah warna atau menjadi lebih keruh.<br />b) Buka penutup botol dan letakkan menghadap keatas. Untuk menghindari kontaminasi pada tutup botol bagian dalam.<br />c) Pegang botol obat sehingga sisa labelnya berada pada telapak tangan, dan tuangkan obat kearah menjauhi label. Mencegah obat menjadi rusak akibat tumpahan cairan obat, sehingga label tidak bisa dibaca dengan tepat.<br />d) Tuang obat sejumlah yang diperlukan ke dalam mangkuk obat berskala.<br />e) Sebelum menutup botol tutup usap bagian tutup botol dengan menggunakan kertas tissue. Mencegah tutup botol sulit dibuka kembali akibat cairan obat yang mengering pada tutup botol.<br />f) Bila jumlah obat yang diberikan hanya sedikit, kurang dari 5 ml maka gunakan spuit steril untuk mengambilnya dari botol.<br />f. Berikan obat pada waktu dan cara yang benar.<br />1) Identifikasi klien dengan tepat.<br />2) Menjelaskan mengenai tujuan dan daya kerja obat dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh klien.<br />3) Atur pada posisi duduk, jika tidak memungkinkan berikan posisi lateral. Posisi ini membantu mempermudah untuk menelan dan mencegah aspirasi.<br />4) Beri klien air yang cukup untuk menelan obat, bila sulit menelan anjurkan klien meletakkan obat di lidah bagian belakang, kemudian anjurkan minum. Posisi ini membantu untuk menelan dan mencegah aspirasi.<br />5) Catat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis obat, setiap keluhan, dan tanda tangan pelaksana. Jika obat tidak dapat masuk atau dimuntahkan, catat secara jelas alasannya.<br />6) Kembalikan peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar, buang alat-alat disposibel kemudian cuci tangan.<br />7) Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada klien.<br /><br />Referensi :<br /><br />Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC<br /><br />Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.<br /><br />Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.<br /><br />Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.<br /><br />JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.<br /><br />JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.<br /><br />Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.<br /><br />Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.<br /><br />Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.<br /><br />Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGCUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-51048665814212272582010-12-27T23:58:00.000-08:002010-12-27T23:59:31.021-08:00PEMBERIAN OBAT SECARA TOPIKALPEMBERIAN OBAT SECARA TOPIKAL<br />By. Ns.ZahrahMaulidia S, S.Kep<br /><br />1. Definisi<br />Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada kulit atau pada membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum.<br />2. Tujuan<br />Tujuan dari pemberian obat topikal secara umum adalah untuk memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut.<br />3. Macam – macam pemberian obat topikal<br />a. Pemberian obat topikal pada kulit<br />1) Pengertian<br />Pemberian obat secara topical adalah memberikan obat secara lokal pada kulit.<br />2) Tujuan<br />Tujuan dari pemberian obat secara topical pada kulit adalah untuk memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut<br />3) Persiapan alat<br />a) Obat topical sesuai yang dipesankan (krim, lotion, aerosol, bubuk, spray)<br />b) Buku obat<br />c) Kassa kecil steril (sesuai kebutuhan)<br />d) Sarung tangan <br />e) Lidi kapas atau tongue spatel<br />f) Baskom dengan air hangat, waslap, handuk dan sabun basah<br />g) Kassa balutan, penutup plastic dan plester (sesuai kebutuhan)<br />4) Prosedur kerja<br />a) Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat pemberian.<br />b) Cuci tangan<br />c) Atur peralatan disamping tempat tidur klien<br />d) Tutup gorden atau pintu ruangan<br />e) Identifikasi klien secara tepat<br />f) Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya membuka area yang akan diberi obat<br />g) Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan semua debris dan kerak pada kulit<br />h) Keringkan atau biarkan area kering oleh udara<br />i) Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topikal<br />j) Gunakan sarung tangan bila ada indikasi<br />k) Oleskan agen topical :<br />(1) Krim, salep dan losion yang mengandung minyak<br />(a) Letakkan satu sampai dengan dua sendok teh obat di telapak tangan kemudian lunakkan dengan menggosok lembut diantara kedua tangan<br />(b) Usapkan merata diatas permukaan kulit, lakukan gerakan memanjang searah pertumbuhan bulu.<br />(c) Jelaskan pada klien bahwa kulit dapat terasa berminyak setelah pemberian<br /><br />(2) Lotion mengandung suspensi<br />(a) Kocok wadah dengan kuat<br />(b) Oleskan sejumlah kecil lotion pada kassa balutan atau bantalan kecil<br />(c) Jelaskan pada klien bahwa area akan terasa dingin dan kering.<br />(3) Bubuk<br />(a) Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh<br />(b) Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti diantara ibu jari atau bagian bawah lengan<br />(c) Bubuhkan secara tipis pada area yang bersangkutan<br />(4) Spray aerosol<br />(a) Kocok wadah dengan keras<br />(b) Baca label untuk jarak yang dianjurkan untuk memegang spray menjauhi area (biasanya 15-30 cm)<br />(c) Bila leher atau bagian atas dada harus disemprot, minta klien untuk memalingkan wajah dari arah spray.<br />(d) Semprotkan obat dengan cara merata pada bagian yang sakit<br />l) Rapikan kembali peralatan yang masih dipakai, buang peralatan yang sudah tidak digunakan pada tempat yang sesuai.<br />m)Cuci tangan<br />b. Pemberian obat mata<br />1) Pengertian<br />Pemberian obat melalui mata adalah memberi obat kedalam mata berupa cairan dan salep.<br />2) Tujuan<br />a) Untuk mengobati gangguan pada mata<br />b) Untuk mendilatasi pupil pada pemeriksaan struktur internal mata<br />c) Untuk melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata<br />d) Untuk mencegah kekeringan pada mata<br />3) Persiapan alat<br />a) Botol obat dengan penetes steril atau salep dalam tube (tergantung jenis sediaan obat)<br />b) Buku obat<br />c) Bola kapas kering steril (stuppers)<br />d) Bola kapas basah (normal salin) steril<br />e) Baskom cuci dengan air hangat<br />f) Penutup mata (bila perlu)<br />g) Sarung tangan<br />2) Prosedur kerja<br />a) Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat pemberian.<br />b) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan<br />c) Identifikasi klien secara tepat<br />d) Jelaskan prosedur pengobatan dengan tepat<br />e) Atur klien dengan posisi terlentang atau duduk dengan hiperektensi leher<br />f) Pakai sarung tangan<br />g) Dengan kapas basah steril, bersihkan kelopk mata dari dalam keluar<br />h) Minta klien untuk melihat ke langit - langit<br />i) Teteskan obat tetes mata :<br />(1) Dengan tangan dominan anda di dahi klien, pegang penetes mata yang terisi obat kurang lebih 1-2 cm (0,5 – 0,75 inci) diatas sacus konjungtiva. Sementara jari tangan non dominan menarik kelopak mata kebawah.<br />(2) Teteskan sejumlah obat yang diresepkan kedalam sacus konjungtiva. Sacus konjungtiva normal menahan 1-2 tetes. Meneteskan obat tetes ke dalam sacus memberikan penyebaran obat yang merata di seluruh mata.<br />(3) Bila klien berkedip atau menutup mata atau bila tetesan jatuh ke pinggir luar kelopak mata, ulangi prosedur<br />(4) Setelah meneteskan obat tetes, minta klien untuk menutup mata dengan perlahan<br />(5) Berikan tekanan yang lembut pada duktus nasolakrimal klien selama 30-60 detik<br />j) Memasukkan salep mata :<br />(1) Pegang aplikator salep diatas pinggir kelopak mata, pencet tube sehingga memberikan aliran tipis sepanjang tepi dalam kelopak mata bawah pada konjungtiva.<br />(2) Minta klien untuk melihat kebawah<br />(1) Membuka kelopak mata atas<br />(2) Berikan aliran tipis sepanjang kelopak mata atas pada konjungtiva bagian dalam<br />(3) Biarkan klien memejamkan mata dan menggosok kelopak mata secara perlahan dengan gerakan sirkuler menggunakan bola kapas.<br />k) Bila terdapat kelebihan obat pada kelopak mata, dengan perlahan usap dari bagian dalam ke luar kantus<br />l) Bila klien mempunyai penutup mata, pasang penutup mata yang bersih diatas pada mata yang sakit sehingga seluruh mata terlindungi. Plester dengan aman tanpa memberikan penekanan pada mata.<br />m)Lepaskan sarung tangan, cuci tangan dan buang peralatan yang sudah dipakai<br />n) Catat obat, konsentrasi, jumlah tetesan, waktu pemberian dan mata (kiri, kanan atau kedua duanya) yang menerima obat.<br />c. Pemberian obat tetes telinga<br />1) Pengertian<br />Memberikan obat pada telinga melalui kanal eksternal, dalam bentuk cair.<br />2) Tujuan<br />a) Untuk memberikan effek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh organisme penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal)<br />b) Menghilangkan nyeri<br />c) Untuk melunakkan serumen agar mudah untuk diambil<br />3) Persiapan alat<br />a) Botol obat dengan penetes steril<br />a) Buku obat<br />b) Cotton bud<br />c) Normal salin<br />d) Sarung tangan<br />4) Prosedur kerja<br />a) Cek kembali pengobatan, waktu, jumlah dan dosis serta pada telinga bagian mana obat harus diberikan.<br />b) Siapkan klien<br />(1) Identifikasi klien dengan tepat dan tanyakan namanya<br />(2) Sediakan asisten bila diperlukan, untuk mencegah cidera pada bayi dan anak kecil<br />(3) Atur posisi klien miring kesamping (side lying) dengan telinga yang akan diobati pada bagian atas.<br />c) Bersihkan daun telinga dan lubang telinga<br />(1) Gunakan sarung tangan bila dicurigai ada infeksi<br />(2) Dengan menggunakan cotton bud yang dibasahi cairan, bersihkan daun telinga dan meatus auditory <br />d) Hangatkan obat dengan tangan anda atau rendam obat ke dalam air hangat dalam waktu yang singkat<br />e) Tarik daun telinga keatas dan kebelakang (untuk dewasa dan anak-anak diatas 3 tahun), tarik daun telinga kebawah dan kebelakang (bayi)<br />f) Masukkan sejumlah tetes obat yang tepat sepanjang sisi kanal telinga<br />g) Berikan penekanan yang lembut beberapa kali pada tragus telinga<br />h) Minta klien untuk tetap berada pada posisi miring selama 5 menit.<br />i) Kaji respon klien<br />Kaji pada karakter dan jumlah pengeluaran, adanya ketidaknyamanan dan lain sebagainya. Lakukan segera setelah obat dimasukkan dan ulangi pada saat efek obat telah bekerja.<br />j) Rapikan alat dan buang peralatan yang sudah tidak dipakai<br />k) Dokumentasikan semua tindakan<br />d. Pemberian obat tetes hidung<br />1) Pengertian<br />Memberikan obat tetes melalui hidung<br />2) Tujuan<br />a) Untuk mengencerkan sekresi dan memfasilitasi drainase dari hidung<br />b) Mengobati infeksi dari rongga hidung dan sinus<br />3) Persiapan alat<br />a) Botol obat dengan penetes steril<br />b) Buku obat<br />c) Sarung tangan<br />4) Prosedur kerja<br />a) Cek kembali pengobatan, waktu, jumlah dan dosis serta pada telinga bagian mana obat harus diberikan.<br />b) Siapkan klien<br />(1) Identifikasi klien dengan tepat dan tanyakan namanya<br />(2) Sediakan asisten bila diperlukan, untuk mencegah cidera pada bayi dan anak kecil<br />(3) Atur posisi klien berbaring supinasi dengankepala hiperekstensi diatas bantal (untuk pengobatan sinus ethmoid dan sphenoid) atau posisi supinasi dengan kepala hiperektensi dan miring kesamping (untuk pengobatan sinus maksilaris dan frontal)<br />c) Bersihkan lubang telinga<br />d) Gunakan sarung tangan bila dicurigai ada infeksi<br />e) Masukkan sejumlah tetes obat yang tepat pada bagian tengah konka superior tulang etmoidalis<br />f) Minta klien untuk tetap berada pada posisi ini selama 1 menit<br />g) Kaji respon klien<br />Kaji pada karakter dan jumlah pengeluaran, adanya ketidaknyamanan dan lain sebagainya. Lakukan segera setelah obat dimasukkan dan ulangi pada saat efek obat telah bekerja.<br />h) Rapikan alat dan buang peralatan yang sudah tidak dipakai<br />i) Dokumentasikan semua tindakan<br />e. Pemberian obat melalui vagina<br />1) Pengertian<br />Memberikan sejumlah obat ke dalam vagina<br />2) Tujuan<br />a) Untuk mengobati infeksi pada vagina<br />b) Untuk menghilangkan nyeri, rasa terbakar dan ketidaknyamanan pada vagina<br />c) Untuk mengurangi peradangan <br />3) Persiapan alat<br />a) Obat sesuai yang diperlukan (cream, jelly, foam, atau suppositoria<br />b) Aplikator untuk krim vagina<br />c) Pelumas untuk suppositoria<br />d) Sarung tangan<br />e) Pembalut<br />f) Handuk bersih<br />g) Korden/pembatas/sketsel<br />4) Prosedur kerja<br />a) Cek kembali order pengobatan, mengenai jenis pengobatan, waktu, jumlah dan dosis<br />b) Siapkan klien<br />(1) Identifikasikan klien dengan tepat dan tanyakan namanya<br />(2) Jaga privasi, dan mintalah klien untuk berkemih terlebih dahulu<br />(3) Atur posisi klien berbaring supinasi dengan kaki fleksi dan pinggul supinasi eksternal<br />(4) Tutup dengan selimut mandi dan ekspose hanya pada area perineal saja.<br />c) Pakai sarung tangan<br />d) Inspeksi orifisium vagina, catat adanya pengeluaran, bau atau rasa yang tidak nyaman<br />e) Lakukan tindakan perawatan perineum<br />f) Suppositoria<br />1) Buka bungkus alumunium foil supositoria dan oleskan sejumlah pelumas yang larut dalam air pada ujung supositoria yang bulat dan halus. Lumaskan jari telunjuk yang telah dipasang sarung tangan dari tangan dominan.<br />2) Dengan tangan non dominan yang sudah terpasang sarung tangan, regangkan lipatan labia<br />3) Masukkan suppositoria sekitar 8-10 cm sepanjang dinding vagina posterior.<br />4) Tarik jari tangan dan bersihkan pelumas yang tersisa sekitar orifisium dan labia<br />5) Mintalah klien untuk tetap berada pada posisi tersebut selama 5-10 menit setelah insersi.<br />6) Lepaskan sarung tangan dan buang ke tempat yang sesuai<br />7) Cuci tangan<br />8) Kaji respon klien<br />9) Dokumentasikan seluruh tindakan<br />g) Kream, vagina, jelly atau foam<br />1) Isi aplikator, ikuti petunjuk yang tertera pada kemasan<br />2) Regangkan lipatan labia secara perlahan dengan tangan non dominan yang memakai sarung tangan<br />3) Dengan tangan dominan yang telah memakai sarung tangan, masukkan aplikatot ke dalam vagina sekitar 5 cm. Dorong penarik aplikator untuk mengeluarkan obat hingga aplikator kosong.<br />4) Tarik aplikator dan letakkan diatas handuk. Bersihkan sisa kream pada labia dan orifisium vagina.<br />5) Buang aplikator atau bersihkan kembali sesuai dengan petunjuk penggunaan dari pabriknya.<br />6) Instruksikan klien untuk tetap berada pada posisi semula selama 5-10 menit<br />7) Lepaskan sarung tangan, buang ditempat semestinya<br />8) Cuci tangan<br />9) Kaji respon klien<br />10) Dokumentasikan semua tindakan<br /><br />Referensi :<br /><br />Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC<br /><br />Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.<br /><br />Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.<br /><br />Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.<br /><br />JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.<br /><br />JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.<br /><br />Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.<br /><br />Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.<br /><br />Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.<br /><br />Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGCUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-24761173087233865682010-12-27T23:56:00.000-08:002010-12-27T23:57:13.110-08:00PEMBERIAN OBAT SUPOSITORIA MELALUI REKTALPEMBERIAN OBAT SUPPOSITORIA MELALUI RECTAL<br />1. Definisi<br />Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat dengan memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria.<br />2. Tujuan Pemberian<br />a. Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik<br />b. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan<br />3. Persiapan alat<br />a. Kartu obat<br />b. Supositoria rectal<br />c. Jeli pelumas<br />d. Sarung tangan<br />e. Tissue<br />4. Prosedur kerja<br />a. Cek kembali order pengobatan, mengenai jenis pengobatan, waktu, jumlah dan dosis<br />b. Siapkan klien<br />(1) Identifikasikan klien dengan tepat dan tanyakan namanya<br />(2) Jaga privasi, dan mintalah klien untuk berkemih terlebih dahulu<br />(3) Atur posisi klien berbaring supinasi dengan kaki fleksi dan pinggul supinasi eksternal<br />(4) Tutup dengan selimut mandi dan ekspose hanya pada area perineal saja.<br />c. Pakai sarung tangan<br />d. Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung bulatnya dengan jelly. Beri pelumas sarung tangan pada jari telunjuk dari tangan dominan anda.<br />e. Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk merelakkan sfingter ani<br />f. Regangkan bokong klien dengan tangan non dominan, dengan jari telunjuk masukkan supositoria ke dalam anus, melalui sfingter ani dan mengenai dinding rectal 10 cm pada orang dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak – anak<br />g. Tarik jari anda dan bersihkan area kanal klien<br />h. Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring selama 5 menit<br />i. Bila supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses, letakkan tombol pemanggil dalam jangkauan klien sehingga ia dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar mandi<br />j. Lepaskan sarung tangan, buang ditempat semestinya<br />k. Cuci tangan<br />l. Kaji respon klien<br />m. Dokumentasikan semua tindakanUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-84046023655654351932010-12-27T23:53:00.001-08:002010-12-27T23:53:50.307-08:00PEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERALPEMBERIAN OBAT SECARA PARENTERAL/INJEKSI<br />By Ns. Zahrah Maulidia Septimar, S.Kep<br /><br /><br />1. Definisi <br />Pemberian obat parenteral merupakan pemberian obat yang dilakukan dengan menyuntikkan obat tersebut ke jaringan tubuh atau pembuluh darah dengan menggunakan spuit.<br />2. Tujuan <br />a. Untuk mendapatkan reaksi yang lebih cepat dibandingkan dengan cara yang lain<br />b. Untuk memperoleh reaksi setempat (tes alergi)<br />c. Membantu menegakkan diagnosa (penyuntikan zat kontras)<br />d. Memberikan zat imunologi<br />3. Pemberian obat melalui parenteral dapat dilakukan dengan cara :<br />a. Intradermal (ID)/Intracutan (IC) <br />1) Pengertian<br />Injeksi intradermal adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan dermis di bawah epidermis kulit dengan menggunakan spuit.<br />2) Tujuan<br />a) Memasukkan sejumlah toksin atau obat yang disimpan dibawah kulit untuk diabsorbsi. <br />b) Metode untuk test diagnostic terhadap alergi atau adanya penyakit-penyakit tertentu<br />3) Tempat Injeksi<br />a) Lengan bawah bagian dalam<br />b) Dada bagian atas<br />c) Punggung di bawah skapula<br />4) Peralatan<br />a) Buku catatan pemberian obat atau kartu obat<br />b) Kapas alkohol<br />c) Sarung tangan<br />d) Obat yang sesuai<br />e) Spuit I ml<br />f) Pulpen/spidol<br />g) Bak spuit<br />h) Baki obat<br />i) Bengkok<br />5) Prosedur kerja<br />a) Cuci tangan<br />b) Siapkan obat dengan prinsip 6 benar<br />c) Identifikasi klien<br />d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan<br />e) Atur klien pada posisi yang nyaman<br />f) Pakai sarung tangan<br />g) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan, atau rasa gatal. Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan.<br />h) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan gerakan sirkuler dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.<br />i) Pegang kapas alkohol, dengan jari-jari tengah pada tangan non dominan.<br />j) Buka tutup jarum<br />k) Tempatkan ibu jari dengan tangan non dominan sekitar 2,5cm dibawah area penusukan, kemudian tarik kulit<br />l) Dengan ujung jarum menghadap keatas dan menggunakan tangan dominan, masukkan jarum tepat dibawah kulit dengan sudut 15<br />m) Masukkan obat perlahan-lahan, perhatikan adanya jendalan (jendalan harus terbentuk)<br />n) Cabut jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan<br />o) Usap pelan-pelan area penyuntikan (jangan melakukan masage pada area penusukan).<br />p) Buat lingkaran dengan diameter 2,5 cm disekitar jendalan dengan menggunakan pupen. Intruksikan klien untuk tidak menggosok area tersebut<br />q) Observasi kulit adanya kemerahan atau bengkak. Jika tes alergi, observasi adanya reaksi sistemik (misalnya sulit bernafas, berkeringat dingin, pingsan, mual, muntah).<br />r) Kembalikan posisi klien<br />s) Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan<br />t) Buka sarung tangan<br />u) Cuci tangan<br />v) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan<br />w) Kaji kembali klien dan tempat injeksi setelah 5 menit, 15 menit dan selanjutnya secara periodik.<br />b. Intramuskular (IM) <br />1) Pengertian<br />Injeksi intramuskuler adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan otot dengan menggunakan spuit.<br />2) Tujuan<br />Memasukkan sejumlah obat pada jaringan otot untuk diabsorbsi.<br />3) Tempat Injeksi <br />a) Pada Daerah Lengan Atas (Deltoid) <br />b) Pada Daerah Dorsogluteal (Gluteus Maximus) <br />c) Pada Daerah Paha Bagian Luar (Vastus Lateralis) <br />d) Pada Daerah Paha Bagian Depan (Rectus Femoris) <br />4) Peralatan<br />a) Buku catatan atau pemberian obat<br />b) Kapas alkohol<br />c) Sarung tangan disposibel<br />d) Obat yang sesuai<br />e) Spuit 2-5 ml<br />f) Needle<br />g) Bak spuit<br />h) Baki obat<br />i) Plester<br />j) Kassa steril<br />k) Bengkok <br />5) Prosedur kerja<br />a) Cuci tangan<br />b) Siapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar<br />c) Identifikasi klien<br />d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan<br />e) Atur klien pada posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan<br />f) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan atau rasa gatal<br />g) Pakai sarung tangan<br />h) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler dan arah keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. <br />Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.<br />i) Pegang kapas alkohol dengan jari – jari tengah pada tangan non dominan<br />j) Buka tutup jarum<br />k) Tarik kulit ke bawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan dengan tangan non dominan<br />l) Dengan cepat masukkan jarum dengan sudut 90 dengan tangan dominan, masukkan sampai pada jaringan otot<br />m) Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit dan tangan dominan menarik plunger.<br />n) Observasi adanya darah pada spuit<br />o) Jika tidak ada darah masukkan obat perlahan-lahan<br />p) Jika ada darah :<br />(1) Tarik kembali jarum dari kulit<br />(2) Tekan tempat penusukan selama 2 menit<br />(3) Observasi adaya hematoma atau memar<br />(4) Jika perlu berikan plester<br />(5) Siapkan obat yang baru, mulai dengan langkah a, pilih area penusukan yang baru.<br />q) Cabut jarum perlahan-lahan dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan, sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.<br />r) Jika terdapat perdarahan, maka tekan area tersebut dengan menggunakan kassa steril sampai darah berhenti.<br />s) Kembalikan posisi klien<br />t) Buang peralatan yang tidak diperlukan sesuai dengan tempatnya masing – masing<br />u) Buka sarung tangan<br />v) Cuci tangan<br />w) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.<br />c. Subcutaneous (SC) <br />1) Pengertian<br />Injeksi subcutaneous adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan subcutan dibawah kulit dengan menggunakan spuit.<br />2) Tujuan<br />Memasukkan sejumlah obat kedalam jaringan subcutan dibawah kulit untuk diabsorbsi.<br />3) Tempat injeksi<br />a) Lengan bagian atas luar<br />b) Paha depan<br />c) Daerah abdomen<br />d) Area scapula pada punggung bagian atas<br />e) Daerah ventrogluteal dan dorsogluteal bagian atas.<br />4) Peralatan<br />a) Buku catatan pemberian obat atau kartu obat<br />b) Kapas alkohol<br />c) Sarung tangan<br />d) Obat yang sesuai<br />e) Spuit 2 ml<br />f) Bak spuit<br />g) Baki obat<br />h) Plester<br />i) Kassa steril (bila perlu)<br />j) Bengkok<br />5) Prosedur kerja<br />a) Cuci tangan<br />b) Siapkan obat sesuai dengan prinsip 6 benar<br />c) Identifikasi klien<br />d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan<br />e) Atur klien pada posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan. Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan<br />f) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan atau rasa gatal. (area penusukan yang utama adalah pada lengan bagian atas dan paha anterior)<br />g) Pakai sarung tangan<br />h) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler dan arah keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.<br />i) Pegang kapas alkohol dengan jari – jari tengah pada tangan non dominan<br />j) Buka tutup jarum<br />k) Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non dominan<br />l) Dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan tangan dominan masukkan jarum dengan sudut 45 atau dengan menggunakan sudut 90 (untuk orang gemuk). Pada orang gemuk jaringan subcutannya lebih tebal <br />m) Lepaskan tarikan tangan non dominan<br />n) Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit<br />o) Jika tidak ada darah masukkan obat perlahan-lahan<br />p) Jika ada darah :<br />(1) Tarik kembali jarum dari kulit<br />(2) Tekan tempat penusukan selama 2 menit<br />(3) Observasi adaya hematoma atau memar<br />(4) Jika perlu berikan plester<br />(5) Siapkan obat yang baru, mulai dengan langkah a, pilih area penusukan yang baru.<br />q) Cabut jarum perlahan-lahan dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan, sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.<br />r) Jika terdapat perdarahan, maka tekan area tersebut dengan menggunakan kassa steril sampai darah berhenti.<br />s) Kembalikan posisi klien<br />t) Buang peralatan yang tidak diperlukan sesuai dengan tempatnya masing – masing<br />u) Buka sarung tangan dan cuci tangan<br />v) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.<br />d. Intravenous (IV) <br />1) Pengertian<br />Injeksi intravena adalah pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit.<br />2) Tujuan<br />a) Untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada dengan injeksi parenteral lain.<br />b) Untuk menghindari terjadinya kerusakan jaringan<br />c) Untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar<br />3) Tempat injeksi<br />a) Pada lengan (vena basalika dan vena sefalika)<br />b) Pada tungkai (vena saphenous)<br />c) Pada leher (vena jugularis)<br />d) Pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)<br />4) Peralatan<br />a) Buku catatan pemberian obat atau kartu obat<br />b) Kapas alkohol<br />c) Sarung tangan<br />d) Obat yang sesuai<br />e) Spuit 2 ml – 5 ml<br />f) Bak spuit<br />g) Baki obat<br />h) Plester<br />i) Perlak pengalas<br />j) Pembendung vena (torniquet)<br />k) Kassa steril (bila perlu)<br />l) Bengkok<br />5) Prosedur kerja<br />a) Cuci tangan<br />b) Siapkan obat dengan prinsip 6 benar<br />c) Identifikasi klien<br />d) Beritahu klien dan jelaskan prosedur yang akan diberikan<br />e) Atur klien pada posisi yang nyaman<br />f) Pasang perlak pengalas<br />g) Bebaskan lengan klien dari baju atau kemeja<br />h) Letakkan pembendung cm <br />i) Pilih area penusukan yang bebas dari tanda kekakuan, peradangan, atau rasa gatal. Menghindari gangguan absorbsi obat atau cidera dan nyeri yang berlebihan. <br />j) Pakai sarung tangan<br />k) Bersihkan area penusukan dengan menggunakan kapas alkohol, dengan gerakan sirkuler dari arah dalam keluar dengan diameter sekitar 5 cm. Tunggu sampai kering. Metode ini dilakukan untuk membuang sekresi dari kulit yang mengandung mikroorganisme.<br />l) Pegang kapas alkohol, dengan jari-jari tengah pada tangan non dominan.<br />m) Buka tutup jarum<br />n) Tarik kulit kebawah kurang lebih 2,5 cm dibawah area penusukan dengan tangan non dominan. Membuat kulit menjadi lebih kencang dan vena tidak bergeser, memudahkan penusukan.<br />o) Pegang jarum pada posisi 30 sejajar vena yang akan ditusuk perlahan dan pasti<br />p) Rendahkan posisi jarum sejajar kulit dan teruskan jarum ke dalam vena<br />q) Lakukan aspirasi dengan tangan non dominan menahan barel dari spuit dan tangan dominan menarik plunger.<br />r) Observasi adanya darah pada spuit<br />s) Jika ada darah, lepaskan terniquet dan masukkan obat perlahan – lahan.<br />t) Keluarkan jarum dengan sudut yang sama seperti saat dimasukkan, sambil melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area penusukan.<br />u) Tutup area penusukan dengan menggunakan kassa steril yang diberi betadin.<br />v) Kembalikan posisi klien<br />w) Buang peralatan yang sudah tidak diperlukan<br />x) Buka sarung tangan<br />y) Cuci tangan<br />z) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan<br /><br />Referensi :<br /><br />Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC<br /><br />Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.<br /><br />Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.<br /><br />Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.<br /><br />JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.<br /><br />JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.<br /><br />Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.<br /><br />Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.<br /><br />Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.<br /><br />Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik KebiUnknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-32785412578813102092010-11-24T22:26:00.000-08:002010-11-24T22:27:02.249-08:00FRAKTURPengertian Fraktur :<br /><br />Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001)<br />Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 )<br />Jenis Fraktur :<br /><br />Agar lebih sistematis, jenis fraktur dapat dibagi berdasarkan :<br /><br />Lokasi<br />Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.<br />Luas<br />Terbagi menjadi fraktur lengkap (komplit) dan tidak lengkap (inkomplit). Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak.<br />Konfigurasi<br />Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal (mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin/ memuntir seputar batang tulang). Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif, jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut greenstick. Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah) disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang ) disebut kompresi.<br />Hubungan antar bagian yang fraktur<br />Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced) atau terpisah jauh (displaced).<br />Hubungan antara fraktur dengan jaringan sekitar<br />Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka (jika terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup (jika tidak terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar).<br /><br /><br />Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :<br /><br />Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.<br /><br />Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.<br /><br />Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.<br /><br />Etiologi :<br /><br />Terjadinya fraktur akibat adanya trauma yang mengenai tulang yang kekuatannya melebihi kekuatan tulang.<br /><br />Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :<br /><br />· Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.<br /><br />· Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.<br /><br />Pengkajian<br /><br />Riwayat Penyakit :<br /><br />Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi, merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat penyakit lainnya.<br /><br />Pemeriksaan Fisik :<br /><br />1. Inspeksi (look)<br /><br />Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).<br /><br />2. Palpasi (feel)<br /><br />Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.<br /><br />3. Gerakan (moving)<br /><br />Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.<br /><br />Pemeriksaan Penunjang :<br /><br />1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :<br /><br />Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.<br />Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.<br />Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)<br />Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.<br />2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:<br /><br />Darah rutin,<br />Faktor pembekuan darah,<br />Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),<br />Urinalisa,<br />Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).<br />3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.<br /><br />Komplikasi :<br /><br />Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi dua yaitu bisa karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.<br /><br />Kompikasi Umum :<br /><br />Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik (karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasca trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi gangguan metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak, tetanus, gas ganggren, trombosit vena dalam (DVT).<br /><br />Komplikasi Lokal :<br /><br />Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.<br /><br />Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :<br /><br />Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.<br />Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.<br />Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.<br />Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.<br />Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur.<br />Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.<br />Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.<br />Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.<br />Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,<br />Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga mengganggu aliran darah.<br />Penatalaksanaan :<br /><br />Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:<br /><br />1. Mengurangi rasa nyeri,<br /><br />Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.<br /><br />2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.<br /><br />Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.<br /><br />3. Membuat tulang kembali menyatu<br /><br />Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.<br /><br />4. Mengembalikan fungsi seperti semula<br /><br />Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.<br /><br />Proses Penyembuhan Tulang :<br /><br />Fase Inflamasi :<br /><br />Fase ini berlangsung mulai terjadinya fraktur hingga kurang lebih satu sampai dua minggu. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom diikuti invasi sel-sel peradangan yaitu neutrofil, makrofag, sel fagosit, osteoklas, yang berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik, yang akan mempersiapkan fase reparatif. Jika dirontgen, garis fraktur lebih terlihat karena telah disingkirkannya material nekrotik.<br /><br />Fase Reparatif :<br /><br />Dapat berlangsung beberapa bulan. Ditandai dengan diferensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur diisi oleh kondroblas dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Pada awalnya terbentuk kalus lunak, terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas mengakibatkan mineralisasi kalus lunak menjadi kalus keras serta menambah stabilitas fraktur. Jika dirontgen maka garis fraktur mulai tidak tampak.<br /><br />Fase Remodeling :<br /><br />Fase ini bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan tulang, yang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immatur agar menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah stabilitas daerah fraktur.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-32173921890104268382010-11-22T19:30:00.000-08:002010-11-22T19:31:10.122-08:00KAMAR OPERASI 1PENGERTIAN<br />Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril).<br /> <br />B. BAGIAN KAMAR OPERASI<br />Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area.<br />a. Area bebas terbatas (unrestricted area)<br />Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.<br />b. Area semi ketat (semi restricted area)<br />Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi.<br />c. Area ketat/terbatas (restricted area).<br />Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptic.<br />Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap yaitu : topi, masker, baju dan celana operasi serta melaksanakan prosedur aseptic.<br /> <br /> <br />C. ALUR PASIEN, PETUGAS DAN PERALATAN<br />Alur Pasien<br />a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda.<br />b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda.<br />Alur Petugas<br />Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.<br />Alur Peralatan<br />Pintu keluar masuknya peralatan bersih dan kotor berbeda.<br /> <br />D. PERSYARATAN<br />Kamar operasi yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :<br />Letak<br />Letak kamar operasi berada ditengah-tengah rumah sakit berdekatan dengan unit gawat darurat (IRD), ICU dan unit radiology.<br /> <br />Bentuk dan Ukuran<br />a. Bentuk<br />1) Kamar operasi tidak bersudut tajam, lantai, dinding, langit-langit berbentuk lengkung, warna tidak mencolok.<br />2) Lantai dan dinding harus terbuat dari bahan yang rata, kedap air, mudah dibersihkan dan menampung debu.<br />b. Ukuran kamar operasi<br />1) Minimal 5,6 m x 5,6 m (=29,1 m2)<br />2) Khusus/besar 7,2 m x 7,8 (=56 m2)<br /> <br />Sistem Ventilasi<br />a. Ventilasi kamar operasi harus dapat diatur dengan alat control dan penyaringan udara dengan menggunaKan filter. Idealnya menggunakan sentral AC.<br />b. Pertukaran dan sirkulasi udara harus berbeda.<br /> <br />Suhu dan Kelembaban.<br />a. Suhu ruangan antara 190 – 220 C.<br />b. Kelembaban 55 %<br /> <br />Sistem Penerangan<br />a. Lampu Operasi<br />Menggunakan lampu khusus, sehingga tidak menimbulkan panas, cahaya terang, tidak menyilaukan dan arah sinar mudah diatur posisinya.<br />b. Lampu Penerangan<br />Menggunakan lampu pijar putih dan mudah dibersihkan.<br /> <br />Peralatan<br />a. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah dibersihkan.<br />b. Untuk alat elektrik, petunjuk penggunaaanya harus menempel pada alat tersebut agar mudah dibaca.<br />c. Sistem pelistrikan dijamin aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.<br /> <br />Sistem Instaalsi Gas Medis<br />Pipa (out let) dan konektor N2O dan oksigen, dibedakan warnanya, dan dijamin tidak bocor serta dilengkapi dengan system pembuangan/penghisap udara untuk mencegah penimbunan gas anestesi.<br /> <br />Pintu<br />a. Pintu masuk dan keluar pasien harus berbeda.<br />b. Pintu masuk dan keluar petugas tersendiri<br />c. Setiap pintu menggunakan door closer (bila memungkinkan)<br />d. Setiap pintu diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan kamar tanpa membuka pintu.<br /> <br />Pembagian Area<br />a. Ada batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area ketat.<br />b. Ada ruangan persiapan untuk serah terima pasien dari perawat ruangan kepada perawat kamar operasi.<br /> <br />Air Bersih<br />Air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :<br />a. Tidak berwarna, berbau dan berasa.<br />b. Tidak mengandung kuman pathogen.<br />c. Tidak mengandung zat kimia.<br />d. Tidak mengandung zat beracun.<br /> <br />E. PEMBERSIHAN KAMAR OPERASI<br />Pemeliharaan kamar operasi merupakan proses pembersihan ruang beserta alat-alat standar yang ada dikamar operasi. Dilakukan teratur sesuai jadwal, tujuannya untuk mencegah infeksi silang dari atau kepada pasien serta mempertahankan sterilitas.<br />Cara pembersihan kamar operasi ada 3 macam :<br />Cara pembersihan rutin/harian<br />Cara pembersihan mingguan<br />Cara pembersihan sewaktu.<br /> <br />1. Cara Pembersihan Harian<br />Pembersihan rutin yaitu pembersihan sebelum dan sesudah penggunaan kamar operasi agar siap pakai dengan ketentuan sebagai berikut :<br />Semua permukaaan peralatan yang terdapat didalam kamar operasi harus dibersihkan dengan menggunakan desinfektan atau dapat juga menggunakan air sabun.<br />Permukaan meja operasi dan matras harus diperiksa dan dibersihkan.<br />Ember tempat sampah harus dibersihkan setiap selesai dipakai, kemudian pasang plastic yang baru.<br />Semua peralatan yang digunakan untuk pembedahan dibersihkan, antara lain :<br />1) Slang suction dibilas.<br />2) Cairan yang ada dalam botol suction dibuang bak penampung tidak boleh dibuang di ember agar sampah yang ada tidak tercampur dengan cairan yang berasal dari pasien.<br />3) Alat anestesi dibersihkan, alat yang terbuat dari karet setelah dibersihkan direndam dalam cairan desinfektan.<br />Noda-noda yang ada pada dinding harus dibersihkan.<br />Lantai dibersihkan kemudian dipel dengan menggunakan cairan desinfektan. Air pembilas dalam ember setiap kotor harus diganti dan tidak boleh untuk kamar operasi yang lain.<br />Lubang angin, kaca jendela dan kusen, harus dibersihkan.<br />Alat tenun bekas pasien dikeluarkan dari kamar operasi. Jika alat tenun tersebut bekas pasien infeksi, maka penanganannya sesuai prosedur yang berlaku.<br />Lampu operasi harus dibersihkan setiap hari. Pada waktu membersihkan, lampu harus dalam keadaan dingin.<br />Alas kaki (sandal) khusus kamar operasi harus dibersihkan setiap hari.<br /> <br />Pembersihan Mingguan<br />Dilakukan secara teratur setiap minggu sekali.<br />Semua peralatan yang ada di dalam kamar bedah dikeluarkan dan diletakkan di koridor/didepan kamar bedah.<br />Peralatan kamar bedah harus dibersihkan /dicuci dengan memakai cairan desinfektan atau cairan sabun. Perhatian harus ditujukan pada bagian peralatan yang dapat menjadi tempat berakumulasinya sisa organis, seperti bagian dari meja operasi, dibawah matras.<br />Permukaan dinding dicuci dengan menggunakan air mengalir.<br />Lantai disemprot dengan menggunakan deterjen, kemudian permukaan lantai disikat. Setelah bersih dikeringkan.<br />Setelah lantai bersih dan kering, peralatan yang sudah dibersihkan dapat dipindahkan kembali dan diatur kedalam kamar operasi.<br /> <br />3. Pembersihan Sewaktu.<br />Pembersihan sewaktu dilakukan bila kamar operasi digunakan untuk tindakan pembedahan pada kasus infeksi, dengan ketentuan sebagai berikut :<br />a. Pembersihan kamar operasi secara menyeluruh, meliputi dinding, meja operasi, meja instrument dan semua peralatan yang ada di kamar operasi.<br />b. Instruemen dan alat bekas pakai harus dipindahkan/tidak boleh campur dengan alat yang lain sebelum didesinfektan.<br />c. Pemakaian kamar operasi untuk pasien berikutnya diijinkan setelah pembersihan secara menyeluruh dan sterilisasi ruangan selesai.<br />Sterilisasi kamar operasi dapat dengan cara :<br />1) Pemakaian sinar ultra violet, yang dinyalakan selama 24 jam.<br />2) Memakai desinfektan yang disemprotkan dengan memakai alat (foging). Waktu yang dibutuhkan lebih pendek dibandingkan dengan pemakaian ultra violet, yaitu kurang lebih 1 jam untuk menyemprotkan cairan, dan 1 jam kemudian baru dapat dipakai.<br />d. Hal-hal yang harus diperhatikan pada penanganan pada kasus infeksi dan penyakit menular adalah :<br />1) Keluarga pasien diberi tahu tentang penyakit pasien dan perawatan yang harus dilaksanakan terhadap pasien tersebut.<br />2) Petugas yang menolong pasien harus :<br />a) memakai sarung tangan<br />b) Tidak luka atau goresan dikulit atau tergores alat bekas pasien (seperti jarum suntik dsb.)<br />c) Memahamai cara penularan penyakit tersebut.<br />d) Memperhatikan teknik isolasi dan tekhnik aseptic.<br />e) Jumlah tenaga yang kontak dengan pasien dibatasi/tertentu dan selama menangani pasien tidak boleh menolong pasien lain dalam waktu bersamaan.<br />3) Pasang pengumuman didepan kamar operasi yang sedang dipakai yang menyatakan bahwa dilarang masuk karena ada kasus infeksi.<br />4) Bagian anggota tubuh yang akan dan sudah diamputasi dibungkus rapat dengan kantong plastic tebal yang cukup besar agar bau tidak menyebar dan menimbulkan infeksi silang.<br />5) Ruang tindakan secara periodic dan teratur dilakukan uji mikrobiologi terhadap debu, maupun terhadap kesehatan yang ada.<br /> <br />F. PENANGANAN LIMBAH<br />Pembuangan limbah dan penanganan limbah kamar operasi, tergantung jenis limbah dengan prinsip, limbah padat ditangani terpisah dengan limbah cair :<br />Limbah cair dibuang ditempat khusus yang berisi larutan desinfektan yang selanjutnya mengalir ketempat pengelolaan limbah cair rumah sakit.<br />Limbah pada/anggota tubuh ditempatlkan dalam kantong/tempat tertutup yang selanjutnya dibakar atau dikubur dirumah sakit sesuai ketentuan yang berlaku, atau diserahterimakan kepada keluarga pasien bila memungkinkan.<br />Limbah non infeksi yang kering dan basah ditempatkan pada tempat yang tertutup serta tidak mudah bertebaran dan selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan rumah sakit.<br />Limbah infeksi ditempatkan pada tempat yang tertutup dan tidak mudah bocor serta diberi label warna merah”untuk dimusnahkan”.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-50031011008588178862010-11-22T19:22:00.000-08:002010-11-22T20:26:59.625-08:00ASKEP PERIOPERATIFI. PENGERTIAN<br /><br />Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.<br />Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.<br /><br />Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya<br /><br /> <br />II. PRE OPERATIF<br /><br />Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien).<br /><br />A. Persiapan Psikologi<br />Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena :<br /><br />1. Takut akan perasaan sakit, narcosa atau hasilnya.<br />2. Keadaan sosial ekonomi dari keluarga.<br />Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini penyuluhan yang dapat diberikan kepada pasien pra bedah.<br /><br />1. Penjelasan tentang peristiwa<br />Informasi yang dapat membantu pasien dan keluarganya sebelum operasi :<br /><br />- Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi (alasan persiapan). <br />- Hal-hal yang rutin sebelum operasi.<br />- Alat-alat khusus yang diperlukan<br />- Pengiriman ke ruang bedah.<br />- Ruang pemulihan.<br />- Kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi :<br />· Perlu peningkatan mobilitas sedini mungkin.<br />· Perlu kebebasan saluran nafas.<br />· Antisipasi pengobatan.<br />Bernafas dalam dan latihan batuk<br />Latihan kaki<br />Mobilitas<br />Membantu kenyamanan<br /> <br /><br />B. Persiapan Fisiologi<br />1. Diet<br />8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan, 4 jam sebelum operasi pasien tidak diperbolehkan minum, (puasa) pada operasi dengan anaesthesi umum.<br /><br />Pada pasien dengan anaesthesi lokal atau spinal anaesthesi makanan ringan diperbolehkan. Bahaya yang sering terjadi akibat makan/minum sebelum pembedahan antara lain :<br /><br />- Aspirasi pada saat pembedahan<br />- Mengotori meja operasi.<br />- Mengganggu jalannya operasi.<br />2. Persiapan Perut.<br />Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang operasi.<br /><br />Maksud dari pemberian lavement antara lain :<br /><br />- Mencegah cidera kolon<br />- Memungkinkan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan dioperasi.<br />- Mencegah konstipasi.<br />- Mencegah infeksi.<br />3. Persiapan Kulit<br />Daerah yang akan dioperasi harus bebas dari rambut. Pencukuran dilakukan pada waktu malam menjelang operasi. Rambut pubis dicukur bila perlu saja, lemak dan kotoran harus terbebas dari daerah kulit yang akan dioperasi. Luas daerah yang dicukur sekurang-kurangnya 10-20 cm2.<br /><br />4. Hasil Pemeriksaan<br />Meliputi hasil laboratorium, foto roentgen, ECG, USG dan lain-lain.<br /><br />5. Persetujuan Operasi / Informed Consent<br />Izin tertulis dari pasien / keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari keluarga dekat yaitu suami / istri, anak tertua, orang tua dan kelurga terdekat.<br /><br />Pada kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan berbagai usaha untuk mendapat kontak dengan anggota keluarga pada sisa waktu yang masih mungkin.<br /><br />C. Persiapan Akhir Sebelum Operasi Di Kamar Operasi (Serah terima dengan perawat OK)<br />1. Mencegah Cidera<br />Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu dilakukan hal tersebut di bawah ini :<br /><br />Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement).<br />Cek gelang identitas / identifikasi pasien.<br />Lepas tusuk konde dan wig dan tutup kepala / peci.<br />Lepas perhiasan<br />Bersihkan cat kuku.<br />Kontak lensa harus dilepas dan diamankan.<br />Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas.<br />Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang / ada gangguan pendengaran.<br />Kaus kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap tromboplebitis.<br />Kandung kencing harus sudah kosong.<br />Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi ;<br />- Catatan tentang persiapan kulit.<br />- Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TN).<br />- Pemberian premedikasi.<br />- Pengobatan rutin.<br />- Data antropometri (BB, TB)<br />- Informed Consent<br />- Pemeriksan laboratorium.<br /> <br /><br />2. Pemberian Obat premedikasi<br />Obat-obat pra anaesthesi diberikan untuk mengurangi kecemasan, memperlancar induksi dan untuk pengelolaan anaesthesi. Sedative biasanya diberikan pada malam menjelang operasi agar pasien tidur banyak dan mencegah terjadinya cemas.<br /><br /> <br /><br /> i. Pengkajian Keperawatan Pra Bedah<br />A. Data Subyektif<br />i. Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.<br />Pengertian tentang bedah yang duanjurkan<br />1. Tempat<br />2. Bentuk operasi yang harus dilakukan.<br />3. Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan setelah di bedah.<br />4. Kegiatan rutin sebelum operasi.<br />5. Kegiatan rutin sesudah operasi.<br />6. Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.<br />Pengalaman bedah terdahulu<br />1. Bentuk, sifat, roentgen<br />2. Jangka waktu<br /> <br /><br />ii. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah<br />Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang dianjurkan.<br />Metode-metode penyesuaian yang lazim.<br />Agama dan artinya bagi pasien.<br />Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.<br />Keluarga dan sahabat dekat<br />- Dapat dijangkau (jarak)<br />- Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.<br />Perubahan pola tidur<br />Peningkatan seringnya berkemih.<br /> <br /><br />iii. Status Fisiologi<br />Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasi-komplikasi pascabedah.<br />Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.<br />Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.<br />Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.<br />Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).<br />Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.<br />Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas dari nyeri setelah operasi.<br /> <br /><br />B. Data Obyektif<br /><br />Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas), kemampuan berbahasa Inggris.<br />Tingkat interaksi dengan orang lain.<br />Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk (cemas).<br />Tinggi dan berat badan.<br />Gejala vital.<br />Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.<br />Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.<br />Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.<br />Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).<br />Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah vaskuler atau tubuh.<br />Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat duduk, koordinasi waktu berjalan.<br /> <br /><br />ii. Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul<br />1. Takut<br />2. Cemas<br />3. Resiko infeksi<br />4. Resiko injury<br />5. Kurang pengetahuan<br /> <br /> <br />III. INTRA OPERATIF<br /><br /> i. Anggota Tim Asuhan Keperawatan Intra Operatif<br />Anggota tim asuhan pasien intra operatif biasanya di bagi dalam dua bagian. Berdasarkan kategori kecil terdiri dari anggota steril dan tidak steril :<br /><br />A. Anggota steril<br />1. Ahli bedah utama / operator<br />2. Asisten ahli bedah.<br />3. Scrub Nurse / Perawat Instrumen<br />B. Anggota tim yang tidak steril, terdiri dari :<br />1. Ahli atau pelaksana anaesthesi.<br />2. Perawat sirkulasi<br />3. Anggota lain (teknisi yang mengoperasikan alat-alat pemantau yang rumit).<br /> <br /><br />ii. Prinsip Tindakan Keperawatan Selama Pelaksanaan Operasi.<br />A. Persiapan Psikologis Pasien<br />B. Pengaturan Posisi<br />§Posisi diberikan perawat akan mempengaruhi rasa nyaman pasien dan keadaan psikologis pasien.<br />§Faktor yang penting untuk diperhatikan dalam pengaturan posisi pasien adalah :<br />1. Letak bagian tubuh yang akan dioperasi.<br />2. Umur dan ukuran tubuh pasien.<br />3. Tipe anaesthesia yang digunakan.<br />4. Sakit yang mungkin dirasakan oleh pasien bila ada pergerakan (arthritis).<br />§Prinsip-prinsip didalam pengaturan posisi pasien :<br />1. Atur posisi pasien dalam posisi yang nyaman.<br />2. Sedapat mungkin jaga privasi pasien, buka area yang akan dibedah dan kakinya ditutup dengan duk.<br />3. Amankan pasien diatas meja operasi dengan lilitan sabuk yang baik yang biasanya dililitkan diatas lutut. Saraf, otot dan tulang dilindungi untuk menjaga kerusakan saraf dan jaringan.<br />4. Jaga pernafasan dan sirkulasi vaskuler pasien tetap adekuat, untuk meyakinkan terjadinya pertukaran udara.<br />5. Hindari tekanan pada dada atau bagain tubuh tertentu, karena tekanan dapat menyebabkan perlambatan sirkulasi darah yang merupakan faktor predisposisi terjadinya thrombus.<br />6. Jangan ijinkan ekstremitas pasien terayun diluar meja operasi karena hal ini dapat melemahkan sirkulasi dan menyebabkan terjadinya kerusakan otot.<br />7. Hindari penggunaan ikatan yang berlebihan pada otot pasien.<br />8. Yakinkan bahwa sirkulasi pasien tidak berhenti ditangan atau di lengan.<br />9. Untuk posisi litotomi, naikkan dan turunkan kedua ekstremitas bawah secara bersamaan untuk menjaga agar lutut tidak mengalami dislokasi.<br />Membersihkan dan Menyiapkan Kulit.<br />Penutupan Daerah Steril<br />Mempertahankan Surgical Asepsis<br />Menjaga Suhu Tubuh Pasien dari Kehilangan Panas Tubuh<br />Monitor dari Malignant Hyperthermia<br />Penutupan luka pembedahan<br />Perawatan Drainase<br />Pengangkatan Pasien Ke Ruang Pemulihan, ICU atau PACU.<br />iii. Pengkajian<br />Sebelum dilakukan operasi<br />a. Pengkajian psikososial<br />- Perasaan takut / cemas<br />- Keadaan emosi pasien<br />b. Pengkajian Fisisk<br />- Tanda vital : TN, N, R, Suhu.<br />- Sistem integumentum<br />· Pucat<br />· Sianosis<br />· Adakah penyakit kulit di area badan.<br />- Sistem Kardiovaskuler<br />· Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?<br />· Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?<br />· Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.<br />· Kebiasaan merokok, minum alcohol<br />· Oedema<br />· Irama dan frekuensi jantung.<br />· Pucat<br />- Sistem pernafasan<br />§ Apakah pasien bernafas teratur ?<br />§ Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.<br />- Sistem gastrointestinal<br />· Apakah pasien diare ?<br />- Sistem reproduksi<br />§ Apakah pasien wanita mengalami menstruasi ?<br />- Sistem saraf<br />· Kesadaran ?<br />- Validasi persiapan fisik pasien<br />§ Apakah pasien puasa ?<br />§ Lavement ?<br />§ Kapter ?<br />§ Perhiasan ?<br />§ Make up ?<br />§ Scheren / cukur bulu pubis ?<br />§ Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?<br />§ Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?<br /> <br /><br />Selama dilaksanakannya operasi<br />Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal ditambah dengan pengkajian psikososial.<br /><br />Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :<br /><br />a. Pengkajian mental<br />Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.<br /><br />b. Pengkajian fisik<br />- Tanda-tanda vital<br />(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah). <br /><br />- Transfusi<br />(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).<br /><br />- Infus<br />(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).<br /><br />- Pengeluaran urin<br />Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.<br /> <br /><br />MASALAH KEPERAWATAN YANG LAZIM MUNCUL<br />Diagnosa keperawatan yang mungkin sering muncul pada pasien selama pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :<br /><br />1. Cemas<br />2. Resiko perlukaan/injury<br />3. Resiko penurunan volume cairan tubuh<br />4. Resiko infeksi<br />5. Kerusakan integritas kulit<br /> <br /><br />iv. Fase Pasca Anaesthesi<br />Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus diamati dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil.<br /><br />Banyaknya asuhan keperawatan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :<br /><br />Mempertahankan ventilasi pulmonari<br />1. Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala tengadah kebelakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek pelindung pulih.<br />2. Saluran nafas buatan.<br />Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah pemberian anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah kedepan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan suction.<br /><br />3. Terapi oksigen<br />O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar.<br /><br />Mempertahankan sirkulasi.<br />Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi.<br /><br />Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan.<br /><br />Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit<br />Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.<br /><br />Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor.<br /><br />Mempertahankan keamanan dan kenyamanan<br />Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurnya dipasang pengaman sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian.<br /><br />Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai dengan program dokter.<br /><br />Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan.<br /><br />v. Perawatan Pasien Di Ruang Pemulihan/Recovery Room<br />Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan / observasi diruang pemulihan :<br /><br />1. Posisi kepala pasien lebih rendah dan kepala dimiringkan pada pasien dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi regional posisi semi fowler.<br />2. Pasang pengaman pada tempat tidur.<br />3. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit.<br />4. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea.<br />5. Beri O2 2,3 liter sesuai program.<br />6. Observasi adanya muntah.<br />7. Catat intake dan out put cairan.<br />Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis<br /><br />- Tekanan sistolik < 90 –100 mmHg atau > 150 – 160 mmH, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg.<br />- HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit<br />- Suhu > 38,3 o C atau kurang dari 35 o C.<br />- Meningkatnya kegelisahan pasien<br />- Tidak BAK + 8 jam post operasi.<br />Pengeluaran dari ruang pemulihan / Recovery Room<br /><br />Kriteria umum yang digunakan dalam mengevaluasi pasien :<br /><br />1. Pasien harus pulih dari efek anaesthesi.<br />2. Tanda-tanda vital harus stabil.<br />3. Tidak ada drainage yang berlebihan dari tubuh.<br />4. Efek fisiologis dari obat bius harus stabil.<br />5. Pasien harus sudah sadar kembali dan tingkat kesadaran pasien telah sempurna.<br />6. Urine yang keluar harus adekuat ( 1cc/ Kg/jam). Jumlahnya harus dicatat dan dilaporkan.<br />7. Semua pesan harus ditulis dan dibawa ke bangsal masing-masing.<br />8. Jika keadaan pasien membaik, pernyataan persetujuan harus dibuat untuk kehadiran pasien tersebut oleh seorang perawat khusus yang bertugas pada unit dimana pasien akan dipindahkan.<br />9. Staf dari unit dimana pasien harus dipindahkan, perlu diingatkan untuk menyiapkan dan menerima pasien tersebut.<br /> <br /><br />Pengangkutan Pasien keruangan<br /><br />Hal-hal yang harus diperhatikan selama membawa pasien ke ruangan antara lain :<br /><br />- Keadaan penderita serta order dokter.<br />- Usahakan pasien jangan sampai kedinginan.<br />- Kepala pasien sedapat mungkin harus dimiringkan untuk menjaga bila muntah sewaktu-waktu, dan muka pasien harus terlihat sehingga bila ada perubahan sewaktu-waktu terlihat.<br />vi. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Operasi<br />A. Pengkajin awal<br /><br />Status Respirasi<br />Melipuiti :<br /><br />- Kebersihan jalan nafas<br />- Kedalaman pernafasaan.<br />- Kecepatan dan sifat pernafasan.<br />- Bunyi nafas<br />Status sirkulatori<br />Meliputi :<br /><br />- Nadi<br />- Tekanan darah<br />- Suhu<br />- Warna kulit<br />Status neurologis<br />Meliputi : tingkat kesadaran<br /><br />Balutan<br />Meliputi :<br /><br />- Keadaan drain<br />- Terdapat pipa yang harus disambung dengan sistem drainage.<br />Kenyamanan<br />Meliputi :<br /><br />- Terdapat nyeri<br />- Mual<br />- Muntah<br />Keselamatan<br />Meliputi :<br /><br />- Diperlukan penghalang samping tempat tidur.<br />- Kabel panggil yang mudah dijangkau.<br />- Alat pemantau dipasang dan dapat berfungsi.<br />Perawatan<br />Meliputi :<br /><br />- Cairan infus, kecepatan, jumlah cairan, kelancaran cairan.<br />- Sistem drainage : bentuk kelancaran pipa, hubungan dengan alat penampung, sifat dan jumlah drainage.<br />Nyeri<br />Meliputi :<br /><br />- Waktu<br />- Tempat.<br />- Frekuensi<br />- Kualitas<br />- Faktor yang memperberat / memperingan<br /> <br /><br />A. Data Subyektif<br />Pasien hendakanya ditanya mengenai gejala-gejala ketidaknyamanan setelah ditempatkan ditempat tidur dengan posisi tubuh yang menunjang. Pertanyaan-pertanyaan yang langsung misalnya :”Bagaimana perasaan anda?”, dapat memperlihatkan data mula dan nyeri tanpa memfokuskan pada daerah yang spesifik, dimana tidak ada keluhan. Penginderaan rasa nyeri sering kali meningkat pada waktu ini akibat pemindahan dari brankard ke tempat tidur. Sangat penting untuk mengetahui lokasi, bentuk serangan dan perubahan intensitas rasa nyeri, dan bukan menyangka bahwa nyeri berasal dari torehan.<br />Mual jarang timbul setelah pasca anaesthesi baru. Sangat besar kemungkinan terjadi mual bila perut mengalami manipulasi yang ekstensif pada waktu prosedur bedah atau telah mendapat narkotika yang cukup banyak.<br /> <br /><br />B. Data Objektif<br />Sistem Respiratori<br />Status sirkulatori<br />Tingkat Kesadaran<br />Balutan<br />Posisi tubuh<br />Status Urinari / eksresi.<br /> <br /><br />C. Pengkajian Psikososial<br />Yang perlu diperhatikan : umur, prosedur pembedahan, efek samping dari prosedur pembedahan dan pengobatan, body image dan pola/gaya hidup. Juga tanda fisik yang menandakan kecemasan termasuk denyut nadi, tekanan darah, dan kecepatan respirasi serta ekspresi wajah.<br /> <br /> <br /><br />Pemeriksaan Laboratorium<br />Pemeriksaan laboratorium berdasarkan pada prosedur pembedahan, riwayat medis, dan manifestasi klinik post operasi.<br /><br />Pemeriksaan laboratorium lab post operasi secara umum anatara lain :<br /><br />Analisa serum dan elektrolit, glukosa dan pemeriksaaan darah lengkap.<br />Pemeriksaann urine sekitar setiap 4 jam untuk klien dengan resiko dehidrasi dan insufisisensi ginjal.<br /> <br /><br />Masalah Keperawatan Yang Lazim Muncul<br />A. Diagnosa Umum<br />a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.<br />b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.<br />c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.<br />d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan (penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.<br /> <br /><br />B. Diagnosa Tambahan<br />a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.<br />b. Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang gerak.<br />c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.<br />d. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur pembedahan.<br />e. Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan elektrolit.<br />f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.<br />g. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia, lemah, nyeri, mual.<br />h. Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.<br /><br />Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tindakan pembedahan dapat diklasifikasikan menjadi 5 tingkatan, yaitu :<br />1)Kedaruratan/Emergency<br />Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa. Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar sanagat luas.<br />2)Urgen<br />Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.<br />3)Diperlukan<br />Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan. Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.<br />4)Elektif<br />Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka idak terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.<br />5)Pilihan<br />Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.<br />Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan di bagi menjadi :<br />1)Minor<br />Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan yang minim. Contoh : incisi dan drainage kandung kemih, sirkumsisi<br />2)Mayor<br />Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius. Contoh : Total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-61294177721787189272010-11-20T15:49:00.000-08:002010-11-20T15:50:49.777-08:00PEMERIKSAAN LAB.DARAHHDL (High Density Lipoprotein)<br /><br />Merupakan salah satu dari 3 komponen lipoprotein (kombinasi protein dan lemak), mengandung kadar protein tinggi, sedikit trigliserida dan fosfolipid, mempunyai sifat umum protein dan terdapat dalam plasma darah. HDL sering disebut juga lemak baik, yang dapat membantu mengurangi penimbunan plak pada pembuluh darah.<br /><br />Nilai normal : <br /><br />Pria <br />>55 mg/dl<br />Wanita >65 mg/dl<br /><br />Nilai yang berisiko terhadap Penyakit Jantung Koroner (PJK) yaitu<br /><br />Risiko tinggi <br /><35 mg/dl<br />Risiko sedang 35 - 45 mg/dl<br />Risiko rendah >6o mg/dl <br />Peningkatan lipoprotein dapat dipengaruhi oleh obat aspirin, kontrasepsi, sulfonamide.<br /><br /><br />LDL (Low Density Lipoprotein)<br /><br />Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung sedikit trigliserida, fosfolipid sedang, protein sedang, dan kolesterol tinggi. LDL mempunyai peran utama sebagai pencetus terjadinya penyakit sumbatan pembuluh darah yang mengarah ke serangan jantung, stroke, dan Iain-Iain.<br /><br />Nilai normal : <150 mg/dl<br /><br />risiko ringgi terjadi jantung koroner >16o mg/dl<br />risiko sedang terjadi jantung koroner 130 -159 mg/dl<br />risiko rendah terjadi jantung koroner <130 mg/dl<br /><br />VLDL (Very Low Density Lipoprotein)<br /><br />Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung trigliserida, tinggi,fosfolipid,dan kolesterol sedang, serta protein rendah. Tergolong lipoprotein yang punya andil besar dalam menyebabkan penyakit jantung koroner.<br /><br /><br />Albumin<br /><br />Albumin adalah protein yang larut air, membentuk lebih dari 50% protein plasma, ditemukan hampir di setiap jaringan tubuh. Albumin diproduksi di hati, dan berfungsi untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik darah sehingga tekanan cairan vaskular (cairan di dalam pembuluh darah) dapat dipertahankan.<br /><br />Nilai normal : <br /><br />Dewasa 3,8 - 5,1 gr/dl<br />Anak <br />4,0 - 5,8 gr/dl<br />Bayi <br />4,4 - 5,4 gr/dl<br />Bayi baru lahir 2,9 - 5,4 gr/dl<br /><br />Penurunan albumin mengakibatkan keluarnya cairan vascular (cairan pembuluh darah) menuju jaringan sehingga terjadi oedema (bengkak). Penurunan albumin bisa juga disebabkan oleh :<br /><br />1.<br /><br /><br />Berkurangnya sintesis (produksi) karena malnutrisi, radang menahun, sindrom malabsorpsi, penyakit hati menahun, kelainan genetik.<br />2. <br />Peningkatan ekskresi (pengeluaran), karena luka bakar luas, penyakit usus, nefrotik sindrom (penyakit ginjal).<br /> <br />NATRIUM (Na)<br /><br />Natrium adaiah salah satu mineral yang banyak terdapat pada cairan elektrolit ekstraseluler (di luar sel), mempunyai efek menahan air, berfungsi untuk mempertahankan cairan dalam tubuh, mengaktifkan enzim, sebagai konduksi impuls saraf.<br /><br />Nilai normal dalam serum : <br /> <br />Dewasa <br />135-145 mEq/L<br />Anak <br />135-145 mEq/L<br />Bayi <br />134-150 mEq/L<br /><br />Nilai normal dalam urin :<br /><br />40 - 220 mEq/L/24 jam<br /><br /><br />Penurunan Na terjadi pada diare, muntah, cedera jaringan, bilas lambung, diet rendah garam, gagal ginjal, luka bakar, penggunaan obat diuretik (obat untuk darah tinggi yang fungsinya mengeluarkan air dalam tubuh).<br /><br />Peningkatan Na terjadi pada pasien diare, gangguan jantung krohis, dehidrasi, asupan Na dari makanan tinggi,gagal hepatik (kegagalan fungsi hati), dan penggunaan obat antibiotika, obat batuk, obat golongan laksansia (obat pencahar).<br /><br />Sumber garam Na yaitu: garam dapur, produk awetan (cornedbeef, ikan kaleng, terasi, dan Iain-Iain.), keju,/.buah ceri, saus tomat, acar, dan Iain-Iain.<br /><br /><br />KALIUM (K)<br /><br />Kalium merupakan elektrolit tubuh yang terdapat pada cairan vaskuler (pembuluh darah), 90% dikeluankan melalui urin, rata-rata 40 mEq/L atau 25 -120 mEq/24 jam wa laupun masukan kalium rendah.<br /><br />Nilai normal : <br /><br />Dewasa 3,5 - 5,0 mEq/L<br />Anak 3,6 - 5,8 mEq/L<br />Bayi <br />3,6 - 5,8 mEq/L<br />Peningkatan kalium (hiperkalemia) terjadi jika terdapat gangguan ginjal, penggunaan obat terutama golongan sefalosporin, histamine, epinefrin, dan Iain-Iain.<br /><br />Penurunan kalium (hipokalemia) terjadi jika masukan kalium dari makanan rendah, pengeluaran lewat urin meningkat, diare, muntah, dehidrasi, luka pembedahan.<br /><br />Makanan yang mengandung kalium yaitu buah-buahan, sari buah, kacang-kacangan, dan Iain-Iain.<br /><br /><br />KLORIDA (Cl)<br /><br />Merupakan elektrolit bermuatan negatif, banyak terdapat pada cairan ekstraseluler (di luar sel), tidak berada dalam serum, berperan penting dalam keseimbangan cairan tubuh, keseimbangan asam-basa dalam tubuh. Klorida sebagian besar terikat dengan natrium membentuk NaCI (natrium klorida).<br /><br />Nilai normal :<br /><br />Dewasa <br />95-105 mEq/L<br />Anak <br />98-110 mEq/L<br />Bayi 95 -110 mEq/L<br />Bayi baru lahir 94-112 mEq/L <br /><br />Penurunan klorida dapat terjadi pada penderita muntah, bilas lambung, diare, diet rendah garam, infeksi akut, luka bakar, terlalu banyak keringat, gagal jantung kronis, penggunaan obatThiazid, diuretik, dan Iain-lain.<br /><br />Peningkatan klorida terjadi pada penderita dehidrasi,cedera kepala, peningkatan natrium, gangguan ginjal,penggunaan obat kortison, asetazolamid, dan Iain-Iain.<br /><br /><br />KALSIUM (Ca)<br /><br />Merupakan elektrolit dalam serum, berperan dalam keseimbangan elektrolit, pencegahan tetani, dan dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi gangguan hormon tiroid dan paratiroid.<br /><br />Nilai normal :<br /><br />Dewasa 9-11 mg/dl (di serum) ; <150 mg/24 jam (di urin & diet rendah Ca) ; 200 - 300 mg/24 jam (di urin & diet tinggi Ca)<br />Anak 9 -11,5 mg/dl<br />Bayi <br />10 -12 mg/dl<br />Bayi baru lahir 7,4 -14 mg/dl.<br />Penurunan kalsium dapat terjadi pada kondisi malabsorpsi saluran cerna, kekurangan asupan kalsium dan vitamin D, gagal ginjal kronis, infeksi yang luas, luka bakar, radang pankreas, diare, pecandu alkohol, kehamilan. Selain itu penurunan kalsium juga dapat dipicu oleh penggunaan obat pencahar, obat maag, insulin, dan Iain-Iain.<br /><br />Peningkatan kalsium terjadi karena adanya keganasan (kanker) pada tulang, paru, payudara, kandung kemih, dan ginjal. Selain itu, kelebihan vitamin D, adanya batu ginjal, olah raga berlebihan, dan Iain-Iain, juga dapat memacu peningkatan kadar kalsium dalam tubuh.<br /><br /><br />PEMERIKSAAN KADAR GULA DARAH<br /><br />Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan (gula darah puasal nuchter) atau 2 jam setelah makan (gula darah post prandial).<br /><br />Nilai normal gula darah puasa :<br /><br />Dewasa <br />70 -110 mg/dl<br />Anak 60-100 mg/dl<br />Bayi baru lahir 30-80 mg/dl<br /><br />Tes Widal<br /><br />Merupakan pemeriksaan untuk membantu menegakkan diagnosa thypus.Tes ini menggunakan antigen Salmonella jenis O (somat/k) dan H {flagel) untuk menentukan tinggi rendahnya titer antibodi. Titer antibodi pada penderita thypus akan meningkat pada minggu ke II. Kemudian titer antibodi O akan menurun setelah beberapa bulan, dan titer antibodi H akan menetap sampai beberapa tahun.<br /><br />Jika titer antibodi 0 meningkat segera setelah adanya demam, menunjukkan adanya infeksi Salmonella strain O dan demikian pula untuk strain H.<br /><br /><br />PEMERIKSAAN TORCH<br /><br />Pemeriksaan untuk identifikasi adanya virus Toksoplasma Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan herpes simplek pada ibu dan bayi baru lahir, melalui sampel darah ibu. Pemeriksaan ini perlu dilakukan jika ada riwayat sebelumnya atau dugaan infeksi kongen/tal (bawaan) pada bayi baru lahir yang ditandai dengan hasil pemeriksaan imunoglobulin G pada janin lebih tinggi dibanding pada ibu.<br /><br />Toksoplasma gondii merupakan parasit yang hidup dalam usus hewan piaraan rumah terutama anjing dan kucing. Selain itu, diduga parasit ini juga terdapat pada tikus, merpati, ayam, sapi, kambing, dan kerbau, sehingga mudah menular pada manusia. Jika parasit ini menginfeksi ibu hamil, maka dapat menyebabkan infeksi pada <br />Nilai normal pemeriksaan TORCH pada lgG ibu hamil dan janin adalah negatif.<br /><br /><br />POSTAT SPESIFIK ANTIGEN (PSA)<br /><br />PSA adalah glikoprotein dari jaringan prostat yang meningkat jika terjadi hipertropi (pembesaran) dan meningkat lebih tinggi lagi pada penderita kanker prostat.<br /> <br />Pemeriksaan PSA pada pasien kanker prostat ini berfungsi untuk memonitor perkembangan sel kanker. Pemeriksaan ini lebih sensitif daripada fosfatase prostat, namun pemeriksaan kombinasi keduanya akan lebih akurat.<br /><br />Nilai rujukan :<br /><br />Tidak ada kelainan prostat 0-4 ng/ml<br />Pembesaran prostat jinak <br />4 -19 ng/ml<br />Kanker prostat <br />10-20 ng/ml<br /><br />PEMERIKSAAN REDUKSI<br /><br />Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya glukosa dalam urin dengan menggunakan reagen Benedict, Fehling, dan Iain-lain. Hasil dinyatakan dengan :<br />Negatif <br />jika warna tetap (tidak ada glukosa)<br />Positif 1 (+) <br />jika warna hijau kekuningan dan keruh (terdapat 0,5 -1% glukosa)<br />Positif 2 (++) jika warna kuning keruh (terdapat 1 -1,5% glukosa)<br />Positif 3 (+++) <br />jika warna jingga seperti lumpur keruh (terdapat 2 - 3,5% glukosa)<br />Positif 4 (++++) jika warna merah keruh (terdapat > 3,5% glukosa) <br />Janin dan kecacatan fisik setelah lahir, dengan gejala retinitis, hydrocephalus, microcephalus, dan Iain-Iain.Reduksi (+) dalam unn menunjukkan adanya hiperglikemia (tingginya kadar gula dalam darah) di atas 170mg%, karena nilai ambang batas ginjal untuk absorpsi glukosa adalah 170 mg%. Jika hasii pemeriksaan reduksi (+) disertai hiperglikemia maka menandakan adanya penyakit Diabetes Mellitus.<br /><br /><br />ANALISA SPERMA<br /><br />Merupakan pemeriksaan dengan bahan sperma untuk melihat jumlah, volume cairan, persentase sperma matang,pergerakan, dan Iain-Iain. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan penyebab kemandulan pada pria.<br /><br />Nilai normal pada pria dewasa :<br /><br />Jumlah <br />50-150 juta/ml<br />Volume <br />1,5-5,0 ml<br />Bentuk 75 % matang<br />Mobilitas 60 % bergerak aktif<br />Penyimpangan dari niTai" normaf cff atas, Dfasanya terjadi pada pasien vasektomi, kemandulan, pengobatan kanker, dan pengobatan yang mengandung estrogen (hormon wanita).Unknownnoreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-55906223047473665282010-11-09T00:12:00.000-08:002010-11-09T00:14:28.353-08:00JENIS MAKANAN YG HARUS DIPANTANG ANAKSayang anak bukan berarti memberinya segala jenis makanan dan minuman yang disukainya. Seperti gorengan, burger, camilan kemasan atau kentang goreng. Sebagai orang tua yang cerdas memilih makanan dan minuman yang sehat serta aman untuk anak tercinta sangat penting.<br /><br />Kami yakin Anda yang memiliki anak sudah mengetahui makanan mana saja yang tidak sehat, memiliki pengawet atau pewarna. Tapi tahukah Anda kalau makanan dan minuman ini sebenarnya tidak baik untuk kesehatan dan perkembangan anak-anak? Meski kita rutin menyantapnya.<br /><br />Berikut beberapa santapan yang kurang sehat untuk anak Anda, seperti yang dilansir situs Shine:<br /><br />1. Roti putih, meses dan selai botol<br /><br />Makanan yang dibuat dari terpung terigu ini menjadi favorit banyak orang yang tinggal di perkotaan sebagai asupan sarapan saat pagi hari. Menyiapkannya mudah, mengenyangkan dan harganya relatif murah. Tapi roti putih berpotensi membuat anak Anda gemuk karena kandungan karbohidratnya tinggi.<br /><br />Selain itu roti putih juga minim kandungan gizi. Makin berpotensi membahayakan kesehatan jika ditambah olesan selai botol dan meses. Selai botol dan meses buatan pabrik terdapat kandungan bahan pengawet, pewarna dan gula dalam konsentrasi tinggi. Jika terlalu sering dikonsumsi dalam jangka waktu panjang bisa merusak gigi, mulut dan ginjal anak Anda.<br /><br />Gantilah roti putih dengan roti gandum. Roti gandum dikenal memiliki serat tinggi dan karbohidrat rendah. Jika tak suka rasanya yang tawar, bisa ditambahkan dengan kismis.<br /><br />2. Kentang panggang dan Roti goreng (pretzel)<br /><br />Jajanan yang satu ini bukan hanya anak-anak yang doyan, orang dewasa pun demikian. Rasanya gurih dan mengenyangkan. Tapi kentang panggang dan roti goreng punya kandungan lemak dan garam yang tinggi. Nutrisinya juga rendah sehingga kurang bermanfaat untuk daya tahan anak Anda.<br /><br />Jika ingin kentang panggang yang sehat, tambahkan keju dan daging cincang agar kadar proteinnya tinggi. Jangan lupa brokoli yang direbus tidak terlalu lama sangat baik menangkal sejumlah penyakit.<br /><br />3. Susu<br /><br />Susu baik bagi anak. Susu memiliki kandungan vitamin D dan kalsium yang baik bagi pertumbuhan tulang anak. Tapi jangan terlalu lama memberikan susu kepada anak karena kandungan lemaknya tinggi. Lemak yang berlebih pada anak bisa mengakibatkan obesitas atau berat badan yang tidak seimbang. Jika anak mengalami obesitas, ia akan mengalami kesulitan dalam bernafas, beraktivitas, bergaul dan bisa menyebabkan gangguan jantung atau diabetes.<br /><br />American Academy of Pediatric menganjurkan agar anak yang berusia di atas dua tahun lebih baik meminum susu rendah lemak (low fat milk). Susu rendah lemak tetap mengandung vitamin D dan kalsium, tapi kadar lemaknya rendah.<br /><br />Tapi akan lebih baik jika anak mendapat air susu ibu (ASI), minimal untuk enam bulan pertama setelah dilahirkan.<br /><br />4. Pasta apel<br /><br />Pasta apel, terutama di masyarakat Amerika Serikat, sangat digemari. Harganya murah, praktis dan lezat. Tapi pasta apel tidak sehat karena banyak mengandung bahan pengawet dan gula. Bahan pengawet jika dikonsumsi berlebih bisa berakibat kanker. Gula yang terlalu banyak membuat gigi keropos dan berpotensi kegemukan serta diabetes.<br /><br />Apel atau buah segar tetap yang paling baik. Biasakan anak-anak menyantap buah segar agar gigi mereka kuat, tidak sariawan, pencernaannya lancar dan jarang sakit flu. Jika anak enggan mengunyah buah, Anda bisa mengirisnya lalu mencampurnya dengan susu rendah lemak dan sereal gandum.<br /><br />Tapi ingat, buah yang sehat dan segar adalah yang disantap tidak lebih dari lima jam setelah dikupas/dipotong.<br /><br />5. Makanan kemasan dan minuman soda<br /><br />Ini salah satu produk yang paling menggoda. Kemasannya menarik mata dan rasanya disukai anak-anak. Sebagian besar makanan kemasan mengandung bahan pengawet. Selain itu kandungan penyedap rasanya (MSG) tinggi. Penyedap rasa tidak baik untuk kecerdasan anak. Selain itu penyedap rasa bisa membuat sariawan bahkan iritasi mulut.<br /><br />Soda pun demikian. Kandungan gulanya tinggi. Bisa menyebabkan keropos pada gigi anak-anak. Juga berpotensi mengakibatkan keropos tulang dini.<br /><br />Biasakan anak Anda minum air putih, jus buah segar atau susu rendah lemak. Untuk makanan kemasan, ganti yang terbuat dari rumput laut atau makanan laut. Kedua snack jenis ini tinggi protein, rendah garam dan MSG.<br /><br />Nah, sebagai orang tua, biasakan Anda memberi contoh makanan dan minuman apa saja yang baik untuk dilahap. Meminta atau mengomeli anak bukan contoh yang baik. Jika asupan anak bergizi dan berimbang, sang buah hati pun akan memiliki daya tahan tubuh dan kecerdasan yang baik.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-80809732238604736992010-10-20T00:20:00.000-07:002010-10-20T02:58:53.841-07:00Tahu dan Tempe Bisa Picu Sel Kanker Payudara?<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TL69OcTIVJI/AAAAAAAAAG8/UXsDYr84Cho/s1600/8d11a48d7ec55002.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 127px; height: 140px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TL69OcTIVJI/AAAAAAAAAG8/UXsDYr84Cho/s320/8d11a48d7ec55002.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5530065448269796498" /></a><br />Tahu dan tempe yang berbahan dasar kedelai dikenal sebagai makanan murah dan kaya gizi. Konsumsi tahu dan tempe sangat penting bagi wanita, karena dianggap dapat memperlambat penuaan.<br /><br />Namun, bagi penderita kanker payudara tipe tertentu dianjurkan untuk mengurangi konsumsi tahu dan tempe. Sebab, bisa memicu pertumbuhan sel kanker makin cepat.<br /><br />Tahu dan tempe mengandung phytoestrogen, yaitu senyawa kimia yang merupakan hormon tumbuhan (phyto artinya tumbuhan), yang memliki struktur kimia menyerupai hormon estrogen pada tubuh manusia. Karena itulah phytoestrogen dianggap bisa membantu menanggulangi masalah penurunan estrogen pada wanita.<br /><br />Namun, bagi penderita kanker payudara jenis tertentu, konsumsi tahu dan tempe yang bisa memicu makin meningkatnya jumlah hormon estrogen dalam tubuh yang justru bisa merangsang penyebaran kanker lebih cepat.<br /><br />“Meski tidak semua kanker payudara, namun ada jenis kanker payudara tertentu yang pertumbuhan sel kankernya justru dipengaruhi oleh estrogen. Untuk itu, bagi penderita kanker payudara disarankan untuk mengurangi konsumsi makanan estrogen seperti tahu dan tempe, termasuk juga kulit ayam,” kata Ahli Kesehatan dan pemerhati gaya hidup lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegeoro Semarang, Dr Grace Judio Kahl, Msc,MH,CHt dalam acara Talk Show Kesehatan di FX Plasa Sudirman, Jakarta.<br /><br />Meski tahu tempe berbahaya untuk penderita kanker payudara jenis tertentu, makanan yang mudah didapat dengan harga murah ini tetap memiliki manfaat, tentunya bagi mereka yang tidak memiliki pantangan untuk mengonsumsi kedelai.<br /><br />“Untuk itu, selektif dalam memilih makanan itu penting, terutama bagi Anda yang mengidap penyakit tertentu. Konsultasi dengan dokter ahli gizi untuk membantu mengatur pola makan,”Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-67836196269980075802010-10-18T00:52:00.000-07:002010-10-18T00:55:16.076-07:00ASUHAN KEPERAWATAN GGK<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLv9J5mvCeI/AAAAAAAAAG0/gPCCFOL39LU/s1600/PathwayGGK.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 203px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLv9J5mvCeI/AAAAAAAAAG0/gPCCFOL39LU/s320/PathwayGGK.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529291314051353058" /></a><br />ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GGK (GAGAL GINJAL KRONIS) CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)/Gagal ginjal kronik (GGK)<br /><br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br />Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.<br />Setiap orang dalam segala usia bisa terkena gagal ginjal kronik. Namun beberapa golongan orang mempunyai risiko lebih tinggi terkena gagal ginjal kronis apabila masuk dalam salah satu kriteria berikut ini:<br />• Penderita diabetes<br />• Penderita hipertensi<br />• Mempunyai riwayat keluarga penderita gagal ginjal kronis<br />• Berusia 50 tahun ke atas<br /><br />Semakin dini gangguan ginjal dapat dideteksi, semakin besar pula kemungkinan untuk memperlambat perkembangan atau bahkan menghentikan penyakit gagal ginjal kronis. Hal lainnya yang mempengaruhi adalah selain treatment yang tepat juga kesungguhan penderita untuk mengikuti petunjuk dari dokter.<br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br />A. PENGERTIAN<br /><br />Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)<br />Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)<br />Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)<br />Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)<br />Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).<br />Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.<br /><br />B. ETIOLOGI<br /><br />Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)<br />Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:<br />• Infeksi misalnya pielonefritis kronik<br />• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis<br />• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis<br />• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif<br />• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal<br />• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis<br />• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal<br />• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.<br /><br />Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat dibagi dalam 2 kelompok :<br /><br />1. Penyakit parenkim ginjal<br />Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik, Tbc ginjal<br />Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm<br /><br />2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks ureter,<br />Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan<br />Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk<br />Obstruksi saluran kemih<br />Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama<br />Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal<br /><br /><br /><br />C. PATOFISIOLOGI<br /><br />Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368)<br /><br />Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).<br /><br />2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi ginjal pada Gagal ginjal Kronis:<br /><br />1. Sudut pandang tradisional<br />Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi –fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya, misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung henle.<br /><br />2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh<br />Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.<br />Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal, terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.<br />Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah.<br />Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.<br /><br />Perjalanan klinis<br /><br />Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium<br /><br />Stadium I<br />Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.<br /><br />Stadium II<br />Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.<br />Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.<br />Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % – 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai terganggu.<br /><br />Stadium III<br />Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)<br />Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.<br />Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus ginjal,<br />kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.<br /><br />Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF<br /><br />1. Ketidakseimbangan cairan<br />Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine (hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi dehidrasi. <br />Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.<br /><br />2. Ketidaseimbangan Natrium<br />Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah 25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5 gram/hari.<br /><br />3. Ketidakseimbangan Kalium<br />Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan, dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.<br />Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat. Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat. HCO3 menurun dan natrium bertahan.<br /><br />4. Ketidaseimbangan asam basa<br />Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H + sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3 menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya osteodistrophy.<br /><br />5. Ketidakseimbangan Magnesium<br />Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.<br /><br />6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor<br />Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan osteorenaldystrophy.<br /><br />7. Anemia<br />Penurunan Hb disebabkan oleh:<br />• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.<br />• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal, dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.<br />• Defisiensi folat<br />• Defisiensi iron/zat besi<br />• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun. <br /><br />8. Ureum kreatinin<br />Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.<br /><br />D. MANIFESTASI KLINIS<br /><br />1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):<br /><br />a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi<br /><br />b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.<br /><br />2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).<br /><br />3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:<br /><br />a. Sistem kardiovaskuler<br />• Hipertensi<br />• Pitting edema<br />• Edema periorbital<br />• Pembesaran vena leher<br />• Friction sub pericardial<br /><br />b. Sistem Pulmoner<br />• Krekel<br />• Nafas dangkal<br />• Kusmaull<br />• Sputum kental dan liat<br /><br />c. Sistem gastrointestinal<br />• Anoreksia, mual dan muntah<br />• Perdarahan saluran GI<br />• Ulserasi dan pardarahan mulut<br />• Nafas berbau amonia<br /><br />d. Sistem muskuloskeletal<br />• Kram otot<br />• Kehilangan kekuatan otot<br />• Fraktur tulang<br /><br />e. Sistem Integumen<br />• Warna kulit abu-abu mengkilat<br />• Pruritis<br />• Kulit kering bersisik<br />• Ekimosis<br />• Kuku tipis dan rapuh<br />• Rambut tipis dan kasar<br />f. Sistem Reproduksi<br />• Amenore<br />• Atrofi testis<br /><br />g. Hematologi<br />Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu, sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena imunitas yang menurun.<br /><br />h. Endokrin<br /><br />Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga gangguan metabolik vitamin D.<br /><br />E. PEMERIKSAAN PENUNJANG<br /><br />Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:<br /><br />1. Pemeriksaan laboratorium<br />Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.<br /><br />2. Pemeriksaan USG<br />Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.<br /><br />3. Pemeriksaan EKG<br />Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit<br /><br />4. Pemeriksaan Laboratorium<br />Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.<br />Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa, RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin menurun.<br />Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.<br /><br />5. Pemeriksaan Radiologi<br />Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan fungsi ginjal antara lain:<br />• Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.<br />• Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.<br />• Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.<br />• Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.<br />• Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi ginjal.<br /><br />6. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi ginjal.<br /><br />F. PENCEGAHAN<br /><br />Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.<br /><br />Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)<br /><br />H. PENATALAKSANAAN<br /><br />Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan faal ginjal yang terdiri :<br />1. Pengaturan minum<br />Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat sulit diatasi.<br />2. Pengendalian hipertensi<br />Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.<br />3. Pengendalian K dalam darah<br />Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.<br />4. Penanggulangan Anemia<br />Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.<br />5. Penanggulangan asidosis<br />Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.<br />6. Pengobatan dan pencegahan infeksi<br />Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang sama dan pengurangan faal ginjal.<br />7. Pengurangan protein dalam makanan<br />Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut dipilih. <br />Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah dialisis.<br />8. Pengobatan neuropati<br />Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.<br />9. Dialisis<br />Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis. Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.<br />10. Transplantasi<br />Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan HLA<br /><br /><br />H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN<br /><br />Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada kasus ini akan dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :<br /><br />1. Ginjal (Renal)<br />Kemungkinan Data yang diperoleh :<br />• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam)<br />• Anuria (100 cc / 24 Jam<br />• Infeksi (WBCs , Bacterimia)<br />• Sediment urine mengandung : RBCs , <br /><br />2. . Riwayat sakitnya dahulu.<br />• Sejak kapan muncul keluhan <br />• Berapa lama terjadinya hipertensi<br />• Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu<br />• Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang<br /><br />3. Penanganan selama ada gejala<br />• Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan<br />• Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan<br />• Penggunaan koping mekanisme bila sakit<br /><br />4. Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.<br /><br />5. Pemeriksaan fisik<br />• Peningkatan vena jugularis<br />• Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas<br />• Anemia dan kelainan jantung<br />• Hiperpigmentasi pada kulit<br />• Pernapasan<br />• Mulut dan bibir kering<br />• Adanya kejang-kejang<br />• Gangguan kesadaran<br />• Pembesaran ginjal<br />• Adanya neuropati perifer<br /><br /><br /><br />Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya<br />Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.<br /><br />Aktifitas / istirahat :<br />Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise<br />Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)<br />Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak<br /><br />Sirkulasi<br />Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)<br />Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.<br />Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap akhir.<br />Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.<br />Kecenderungan perdarahan<br /><br />Integritas Ego :<br />Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.<br />Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.<br /><br />Eliminasi :<br />Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)<br />Abdomen kembung, diare, atau konstipasi<br />Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.<br /><br />Makanan / cairan :<br />Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).<br />Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan amonia)<br /><br />Penggunaan diuretik<br />Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)<br />Perubahan turgor kulit/kelembaban.<br />Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.<br /><br />Neurosensori<br />Sakit kepala, penglihatan kabur.<br />Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.<br />Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.<br />Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.<br />Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.<br />Nyeri / kenyamanan<br />Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.<br />Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.<br /><br />Pernapasan<br />Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.<br />Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.<br />Batuk dengan sputum encer (edema paru).<br /><br />Keamanan<br />Kulit gatal<br />Ada / berulangnya infeksi<br />Pruritis<br />Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.<br />Ptekie, area ekimosis pada kulit<br />Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi<br /><br />Seksualitas<br />Penurunan libido, amenorea, infertilitas<br />Interaksi sosial<br />Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.<br />Penyuluhan / Pembelajaran<br />Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.<br />Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.<br />Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.<br /><br /><br />J. DIAGNOSA KEPERAWATAN<br /><br />Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:<br /><br />1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.<br /><br />2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.<br /><br />3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.<br /><br />4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.<br /><br />5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.<br /><br />6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.<br /><br /><br />J. INTERVENSI<br /><br />1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat<br /><br />Tujuan:<br />Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :<br />mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler<br /><br />Intervensi:<br />a. Auskultasi bunyi jantung dan paru<br />R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur<br />b. Kaji adanya hipertensi<br />R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)<br />c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)<br />R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri<br />d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas<br />R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia<br /><br /><br />2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)<br /><br />Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output<br /><br />Intervensi:<br />a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital<br />b. Batasi masukan cairan<br />R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi<br />c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan<br />R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan<br />d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran<br />R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output<br /><br />3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah<br /><br />Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil<br /><br />Intervensi:<br />a. Awasi konsumsi makanan / cairan<br />R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi<br />b. Perhatikan adanya mual dan muntah<br />R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi<br />c. Beikan makanan sedikit tapi sering<br />R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan<br />d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan<br />R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial<br />e. Berikan perawatan mulut sering<br />R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan<br /><br />4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik<br /><br />Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil<br /><br />Intervensi:<br />a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles<br />R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret<br />b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam<br />R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2<br />c. Atur posisi senyaman mungkin<br />R: Mencegah terjadinya sesak nafas<br />d. Batasi untuk beraktivitas<br />R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia<br /><br />5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis<br /><br />Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :<br />- Mempertahankan kulit utuh<br />- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit<br /><br />Intervensi:<br />a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan<br />R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.<br />b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa<br />R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan<br />c. Inspeksi area tergantung terhadap udem<br />R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek<br />d. Ubah posisi sesering mungkin<br />R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia<br />e. Berikan perawatan kulit<br />R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit<br />f. Pertahankan linen kering<br />R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit<br />g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis<br />R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera<br />h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar<br />R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit<br /><br />6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan<br /><br />Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi<br /><br />Intervensi:<br />a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas<br />b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan<br />c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat<br />d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat.<br /><br />BAB III<br />KESIMPULAN<br /><br />Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap , <br />yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit. <br />Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia. Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat, Guanidin, midlle molecule dan sebagainya.<br />Pada umumnya CRF tidak reversibel lagi, dimana ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet makanan dan minuman untuk orang normal.<br /><br />Banyak penderita ginjal tidak merasakan gejala penyakitnya sampai kemudian bertambah parah. Untuk itu Anda dapat merasakan berupa gejala dibawah ini yang dapat saja merupakan tanda penyakit gagal ginjal :<br /><br />• Perubahan urin – seperti adanya darah dalam urin, terlalu banyak atau terlalu sedikit urin dibanding biasanya, dan kecenderungan bangun di tengah malam untuk kencing.<br /><br />• Fatik – mengantuk atau lemas yang berlebihan<br /><br />• Bengkak di tangan dan/ atau kaki – kelebihan cairan yang tidak dapat dibuang akan bertumpuk di dalam tubuh.<br /><br />• Sesak Nafas – kelebihan cairan yang tidak dapat dibuang dapat memenuhi paru – paru sehingga menyebabkan sesak nafas. Selain itu anemia juga menjadi sebab dari gangguan sesak nafas.<br /><br />• Napsu makan berkurang.<br /><br />• bengkak seputar mata , khususnya pagi hari.<br /><br />• Keram otot khususnya malam hari<br /><br />• Gatal – gatal penumpukan racun dalam darah menyebabkan gatal – gatal yang sangat mengganggu.<br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC<br /><br />Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC<br /><br />Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan<br /><br />Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC<br /><br />Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC<br /><br />Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI<br /><br />LAMPIRAN <br /><br />CONTOH KASUS<br /><br />Nama klien Hj. H<br />Umur 85 tahun.<br />Masuk RS Tgl 30 April 2005 dengan keluhan Tidak bisa buang air kecil dan sakit pinggang sebelah kanan.. Keluhan ini berlangsung 3 hari 2 hari lalu kliendirumah. Awalnya klien tidak bisa buang air besar menggunakan dulcolax suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.<br />Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing tidak bisa keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit dipasang Kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.<br />Saat pengkajian klien telah dirawat selama 3 hari data focus yang diperoleh:<br />Keadaan umum klien agak lemah, tungkai bawah lemas,tidak bertenaga, kulit keriput tidak elastis. odema pretibial. Tonus otot kurang. selalu berbaring ditempat tidur, ativitas sehari, hari dibantu oleh anaknya, terpasang kateter urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan berbau.<br />TD 160/ 90 mmHg. Nadi 82 x/ menit, suhu Badan 36,2O C, sclera tampak pucat, secret mata ( + ). Mulut/ napas berbau amonia, bicara lirih kadang kurang jelas,<br />Hasil pemeriksaan Laboratorium<br />Tgl; 2/5 2005<br />Ureum : 202,32<br />Kreatinin : 3, 93<br />SGOT : 19<br />SGPT : 30<br />WBC l: 5,5 x 103 / <br />RBC : 3,90<br />HGB : 10,7<br />HCT : 32,5%<br />GDS : 161<br />Pemeriksaan Penunjang<br />Hasil USG:<br />Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas ( ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).<br />Kesan : PNC bilateral.<br />TERAPI MEDIS<br />Obat – obatan :<br />IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit Allopurinol 300mg 1-0-0,<br />Zonidip 10mg 0-0-1,<br />Fibrat 300mg 0-0-1<br />Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips<br />Berdasarkan pengkajian , diagnosa keperawatan yang didapat :<br />1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.<br />2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.<br />3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.<br />4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.<br />Rencana tindakan :<br />1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium.<br />1. Kaji status cairan :<br />Timbang berat badan harian<br />Keseimbangan masukan dan haluaran<br />Turgor kulit dan adanya oedema<br />Tekanan darah, denyut dan irama nadi.<br />2. Batasi masukan cairan<br />3. Identifikasi sumber potensial cairan<br />Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intra vena.<br />Makanan<br />4. Jelaskan rasional pembatasan cairan<br />5. Bantu klien dalam mengatasi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.<br />6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral.<br />2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.<br />Tentukan kemampuan klien untuk berpartyisipasi dalam aktifitas perawatan diri. ( skala 0 – 4 ).<br />Berikan bantuan dengan aktifitas yang diperlukan<br />Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL klien ditempat tidur.<br />Bantu keluarga dalam perawatan diri klien ditempat tidur.<br />Anjurkan keluarga untuk menganti alas bokong jika basah.<br />Bantu dan motivasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh klien,<br />3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.<br />1. Inspeksi rongga mulut perhatikan kelembapan, karakter saliva, adanya inflamasi, ulserasi.<br />2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.<br />3. Berikan perawatan mulut sering.<br />4. Anjurkan hygiene mulut setelah makan dan menjelang tidur.<br />5. Anjurkan klien untuk menghindari pencuci mulut lemon/ bahan yang mengandung alcohol.<br />4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas, gangguan status metabolic.<br />1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, kelembapan kulit, vaskuler.<br />2. Ubah posisi dengan sering, gerakan klien dengan perlahan, beri bantalan kain yang lembut pada tonjolan tulang.<br />3. Pertahankan linen kering bebas dari keriput.<br />4. Pertahankan kuku tetap pendek.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-79901569178854681062010-10-18T00:40:00.000-07:002010-10-18T00:43:50.966-07:00ISTIRAHAT TIDUR<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLv6hu4a65I/AAAAAAAAAGs/qI2d2mYzL8Q/s1600/New+Picture+(8).jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 178px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLv6hu4a65I/AAAAAAAAAGs/qI2d2mYzL8Q/s320/New+Picture+(8).jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529288424954719122" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLv6heIMV9I/AAAAAAAAAGk/hKa7R41HrdQ/s1600/New+Picture+(7).jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 201px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLv6heIMV9I/AAAAAAAAAGk/hKa7R41HrdQ/s320/New+Picture+(7).jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529288420457469906" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLv6hcszFnI/AAAAAAAAAGc/uSUHzrAdQAs/s1600/New+Picture+(3).jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 220px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLv6hcszFnI/AAAAAAAAAGc/uSUHzrAdQAs/s320/New+Picture+(3).jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529288420074133106" /></a><br />Pengertian<br />Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yangmutlak harus dipenuhi oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup,tubuh baru dapat berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu. Secara umum,istirahat berartisuatu keadaan tenang,relaks,tanpa tekanan emosional,dan bebas dari perasaan gelisah. Jadi,beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali. Terkadang,berjalan-jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat.<br />Sedangkan tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik yang minimal,tingkat kesadaran yang bervariasi,perubahan proses fsiologis tubuh,dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hamper sepertiga dari waktu kita,kita gunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas,mengurangi stress dan kecemasan,serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsenterasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-83717864962813149522010-10-17T22:20:00.000-07:002010-10-17T22:22:14.807-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvZdOeYPXI/AAAAAAAAAGU/vUl7Jfu_Rk0/s1600/cara_keluar_janin_abnormal.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 138px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvZdOeYPXI/AAAAAAAAAGU/vUl7Jfu_Rk0/s320/cara_keluar_janin_abnormal.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529252063652363634" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvZdEuvetI/AAAAAAAAAGM/bxA8_2lJIXM/s1600/posisi_bayi_lahir1.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 221px; height: 176px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvZdEuvetI/AAAAAAAAAGM/bxA8_2lJIXM/s320/posisi_bayi_lahir1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529252061036640978" /></a><br />Masalah Janin dan Bayi Baru Lahir <br />DEFINISI<br /><br />Jika persalinan tidak berjalan dengan normal, janin atau bayi yang baru lahir akan mengalami masalah.<br /><br />Janin dalam bahaya (fetal distress): fetal disstress adalah komplikasi yang jarang terjadi pada persalinan. Biasanya terjadi ketika janin tidak mendapatkan cukup oksigen. Indikator yang lebih sensitiv pada fetal disstress adalah kelainan pola detak jantung pada janin. Melalui persalinan, detak jantung janin dipantau dengan stetoskop janin-setiap 15 menit selama awal persalinan dan setelah setiap kontraksi selama akhir persalinan. Atau detak jantung janin dipantau secara terus menerus dengan alat pantau detak jantung elektronik. Jika kelainan signifikan pada detak jantung diketahui, hal tersebut biasanya bisa diperbaiki dengan beberapa cara seperti memberikan oksigen kepada ibunya, meningkatkan jumlah cairan yang diberikan secara infus pada ibunya, dan mengembalikan ibunya ke posisi sebelah kirinya. Jika cara ini tidak efektif, bayi tersebut dilahirkan secepatnya dengan forceps, vacuum extractor, atau operasi sessar.<br /><br />Jika cairan ketuban berwarna hijau setelah selaput runtuh, janin tersebut kemungkinan dalam bahaya (namun biasanya tidak). Pelunturan ini disebabkan kotoran pertama bayi (fetal meconium). Gagal janin kemungkinan berhubungan dengan postmaturity (ketika plasenta rusak pada kehamilan postterm) atau dengan komplikasi pada kehamilan atau persalinan yang mempengaruhi ibunya dan oleh karena itu mempengaruhi bayi juga.<br /><br />Gangguan pernafasan : jarang terjadi, seorang bayi tidak mulai bernafas ketika lahir, meskipun tidak terdapat masalah sebelum melahirkan. Sehingga bayi tersebut membutuhkan tindakan penyadaran. Seorang ahli dalam menyadarkan bayi dihadirkan sewaktu melahirkan untuk alasan ini.<br /><br />Posisi dan cara lahir tidak normal bayi : posisi merujuk pada apakah bayi menghadap ke belakang (ke arah punggung wanita, atau telungkup) atau maju (menghadap ke atas). Cara lahir merujuk pada bagian tubuh bayi yang membuat jalan keluar melalui jalan lahir. Kombinasi yang sering terjadi dan teraman adalah kepala terlebih dahulu (disebut vertex atau cara lahir cephalic) dan menghadap ke bawah, dengan wajah dan badan menyudut ke arah kanan atau kiri dan dengan leher bengkok ke depan, dagu masuk, dan lengan dilipat melintasi dada. Jika janin berada pada posisi atau cara keluar yang berbeda, persalinan kemungkinan lebih sulit dan melahirkan secara normal tidak mungkin terjadi.<br /><br />Posisi dan Cara Keluar Janin<br />Menjelang akhir kehamilan, janin bergerak ke posisi untuk melahirkan. Normalnya, posisi janin menghadap ke belakang (menghadap bagian belakang wanita) dengan wajah dan tubuh menyudut ke salah satu sisi dan leher dilenturkan, dan cara keluar adalah kepala terlebih dahulu. Posisi yang tidak normal adalah menghadap ke depan, dan cara keluar yang tidak normal termasuk face, brow, breech, dan shoulder <br /><br />Ketika janin menghadap ke atas (posisi tidak normal), leher seringkali menegang daripada bengkok, dan kepala membutuhkan lebih banyak ruang untuk melalui jalan lahir. Melahirkan dengan forceps, vacuum extractor, atau operasi sessar kemungkinan diperlukan.<br /><br />Terdapat beberapa cara keluar tidak normal. Cara keluar face, leher melengkung ke belakang sehingga wajah keluar terlebih dahulu, pada cara keluar brow, leher agak melengkung sehingga alis keluar pertama kali. Biasanya, janin tidak tetap pada cara keluar ini, mereka bisa berubah dengan sendirinya.<br /><br />Cara keluar breech, dimana pantat keluar terlebih dahulu, terjadi dalam 2 sampai 3% pada melahirkan matang. Ketika melahirkan melalui vagina, bayi yang pantatnya keluar terlebih dahulu lebih mungkin terluka dibandingkan mereka yang kepalanya keluar terlebih dahulu. Beberapa luka bisa terjadi sebelum, selama, atau setelah lahir dan termasuk kematian. Komplikasi sedikit mungkin ketika cara keluar breech terdeteksi sebelum persalinan atau melahirkan.<br /><br />Kadangkala dokter bisa memutar janin ke cara keluar kepala terlebih dahulu dengan menekan perut wanita tersebut sebelum persalinan dimulai, biasanya pada 37 atau 38 minggu kehamilan. Meskipun begitu, jika persalinan dimulai dan janin pada cara keluar breech, masalah bisa terjadi. Jalan keluar dibuat oleh pantat di jalan lahir bisa tidak cukup lebar untuk kepala (yang melebar) untuk keluar. Sebagai tambahan, ketika kepala mengikuti pantat, hal ini tidak dapat dibentuk untuk menyesuaikan jalan lahir, seperti normalnya.<br /><br />Oleh karena itu, tubuh bayi tersebut kemungkinan dilahirkan dan kepala bisa dipegang disamping wanita tersebut. akibatnya, tulang belakang atau syaraf lainnya kemungkinan meregang, menyebabkan kerusakan syaraf. Ketika pusar bayi pertama kali terlihat di luar wanita tersebut, tali pusar tertekan antara kepala bayi dan jalan lahir, sehingga sangat sedikit oksigen yang diperoleh bayi. Kerusakan otak membuat kekurangan oksigen adalah lebih sering terjadi pada bayi dengan cara keluar pantat terlebih dahulu dibandingkan mereka yang kepalanya keluar terlebih dahulu. Pada kelahiran pertama, masalah ini bertambah buruk karena jaringan wanita tidak meregang karena melahirkan sebelumnya. Karena bayi bisa saja terluka atau meninggal, melahirkan dengan operasi sessar dianjurkan ketika janin dalam kondisi cara keluar breech.<br /><br />Kadang kala, janin berbaring horizontal melintangi jalan lahir dengan bahu terlebih dahulu keluar. Operasi sessar dilakukan, setidaknya janin kedua atau kembar. Dalam beberapa kasus, janin bisa diputar untuk dilahirkan secara normal.<br /><br />Kelahiran ganda : jumlah kembar, kembar tiga, dan kelahiran ganda lainnya telah meningkat selama dua dekade terakhir. Selama kehamilan, jumlah janin bisa dipastikan dengan ultrasonografi.<br /><br />Membawa lebih dari satu janin terlampau meregangkan rahim, dan rahim yang terlampau meregang cenderung mulai kontraksi sebelum kehamilan mencapai jangka waktu penuh. Akibatnya, bayi biasanya dilahirkan secara prematur dan kecil. Pada kasus yang sama, rahim yang terlampau meregang tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah melahirkan, menyebabkan pendarahan pada wanita setelah melahirkan. Karena janin bisa jadi dalam berbagai posisi dan cara keluarnya, melahirkan secara normal bisa jadi rumit. Juga, kontraksi pada rahim setelah melahirkan pada bayi pertama bisa memotong plasenta pada sisa bayi. Akibatnya, bayi tersebut yang keluar setelah bayi pertama lebih mengalami masalah selama melahirkan dan setelahnya.<br /><br />Untuk alasan ini, dokter bisa memutuskan selanjutnya bagaimana untuk melahirkan bayi kembar : secara normal atau dengan operasi sessar. Kadang kala, bayi kembar yang pertama dilahirkan secara normal, tetapi operasi sessar lebih aman untuk bayi kembar kedua. Untuk kembar tiga atau kelahiran ganda lainnya, dokter biasanya melakukan operasi sessar.<br /><br />Shoulder dystocia : shoulder dystocia terjadi ketika salah satu bahu janin pada posisi berlawanan dengan tulang pubis wanita tersebut, dan bayi tersebut oleh karenanya tertahan di jalan lahir. Kepala keluar, tetapi tertarik kembali dengan kuat berlawanan dengan pembukaan vagina. Bayi tidak bisa bernafas karena dada tertekan oleh jalan lahir. Akibatnya, kadar oksigen pada darah bayi menurun. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada janin yang lebih besar, terutama sekali ketika persalinan sudah sulit atau ketika forceps atau sebuah vacuum extractor telah digunakan karena kepala janin tersebut tidak sepenuhnya turun di panggul.<br /><br />Ketika komplikasi terjadi, dokter segera mencoba berbagai cara untuk membebaskan bahu sehingga bayi tersebut bisa dilahirkan dengan normal. Pada keadaan ekstrem, jika cara ini tidak berhasil, bayi tersebut bisa didorong kembali ke dalam vagina dan dilahirkan dengan operasi sessar.<br /><br />Prolapsed umbilical cord : tali pusat mendahului bayi melalui vagina (prolapses) pada sekitar 1 dari 1000 kelahiran. Ketika prolapses umbilical cord terjadi, bisa mengerut sehingga suplai darah janin terpotong. Komplikasi ini kemungkinan nyata (overt) atau tidak (occult).<br /><br />Prolapse nyata ketika selaput telah runtuh dan tali pusat menonjol ke dalam atau keluar vagina sebelum bayi muncul. Prolapse nyata biasanya terjadi ketika seorang bayi muncul dengan pantat terlebih dahulu (cara keluar breech). Tetapi hal ini bisa terjadi ketika bayi tersebut muncul dengan kepala terlebih dahulu, terutama sekali jika selaput runtuh secara prematur atau janin tersebut tidak turun ke dalam panggul wanita tersebut.<br /><br />Jika janin tersebut tidak turun, aliran cairan sewaktu selaput runtuh bisa membawa tali pusat tersebut keluar di depan bayi. Jika tali turun, segera akan melahirkan, hampir selalu dengan operasi sessar, diperlukan untuk mencegah suplai darah ke janin terpotong. Hingga operasi dimulai, seorang perawat atau dokter menahan tubuh janin tersebut pada tali pusat sehingga suplai darah tersebut melalui tali yang turun tidak terpotong.<br /><br />Pada prolapse occult, selaput tetap utuh dan tali berada di depan janin atau terperangkap di depan bahu janin. Biasanya, prolapse occult bisa diidentifikasikan dengan pola tidak normal pada detak jantung bayi. Perubahan posisi wanita tersebut atau menaikkan kepala bayi bisa meringankan tekanan pada tali pusat biasanya memperbaiki masalah. Kadang kala, operasi sessar diperlukan.<br /><br />Nuchal Cord: tali pusat membungkus sekitar leher janin pada sekitar seperempat kelahiran. Biasanya, bayi tidak dalam bahaya. Sebelum lahir, Nuchal Cord: kadang kala bisa dideteksi dengan ultrasonografi, tetapi tidak diperlukan tindakan. Dokter secara rutrin memeriksa hal itu sampai mereka melahirkan bayinya. Jika mereka merasa hal tersebut, mereka bisa memasukkan tali pusat melewati kepala bayi.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-76641835515717560062010-10-17T22:14:00.000-07:002010-10-17T22:16:03.047-07:00TANDA AWAL KEHAMILAN<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvYAp2I3nI/AAAAAAAAAGE/eHgCsBKjT9Y/s1600/kehamilan3-2.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 374px; height: 284px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvYAp2I3nI/AAAAAAAAAGE/eHgCsBKjT9Y/s400/kehamilan3-2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529250473271942770" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvYAY3jZBI/AAAAAAAAAF8/2oTdTBQ38tg/s1600/kehamilan3-1.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 342px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvYAY3jZBI/AAAAAAAAAF8/2oTdTBQ38tg/s400/kehamilan3-1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529250468714472466" /></a><br />Tanda awal kehamilan<br /><br />Setelah ejakulasi, sel sperma yang mencapai saluran kelamin wanita harus melalui masa penyesuaian terlebih dahulu selama 7 jam yang berlangsung di dalam vagina Membutuhkan waktu sekitar 10 jam bagi sperma untuk mencapai saluran tuba namun hanya butuh 20 menit untuk sel sperma membuahi sel telur. Pembuahan berlangsung selama 12 – 24 jam, dimulai ketika sel sperma memasuki sel telur dan berakhir dengan terbentuknya zigot (sel yang berkembang).<br /><br />Hasil utama dari pembuahan adalah kombinasi kromosom (materi genetik) dari kedua orangtua, penentuan jenis kelamin, dan dimulainya pembelahan. Pronukleus sel sperma akan bergabung dengan pronukleus sel telur untuk mengkombinasikan materi genetik. Apabila sperma membawa kromosom Y, maka bayi Ibu laki-laki, sedangkan apabila sperma membawa kromosom X, maka bayi Ibu perempuan. Dalam beberapa jam setelah sel telur dibuahi, dimulailah pembelahan zigot.<br /><br />Sel akan membelah menjadi 2 sel, dan terus membelah, membelah, dan membelah lagi setiap 12 jam. Dalam waktu 30 jam sel akan membelah menjadi 2, dalam waktu 3 hari sel akan membelah menjadi 16 (morula). Dalam stadium morula, sel akan diarahkan perlahan-lahan berjalan dari saluran tuba menuju rahim. Di dalam rongga rahim sel akan berkembang menjadi ratusan sel dan dikelilingi oleh rongga berisi cairan yang disebut dengan blastokista. Blastokista akan mencari tempat untuk nidasi atau implantasi (melekat) ke dinding rahim (terkadang terjadi perdarahan di saat nidasi-salah satu tanda kehamilan). Dalam waktu 9 hari blastokista akan berimplantasi pada dinding depan atau dinding belakang rahim, dekat pada fundus rahim (bagian paling atas dari rahim). Tubuh Ibu akan mengeluarkan protein imunosupresan yang mencegah tubuh bereaksi karena melihat janin sebagai benda asing. Jika implantasi atau perlekatan ini terjadi barulah dapat disebut kehamilan. Selamat Ibu! Saat ini Ibu sedang hamil 3 minggu! (meskipun janin Ibu baru berusia 1 minggu).<br /><br />Ibu<br /><br />Minggu ini Ibu akan sering merasa lelah dan payudara mulai terasa tegang dan sakit. Kedua hal tersebut merupakan pertanda awal kehamilan. Ibu juga dapat mengalami ketidakseimbangan mood atau disebut ‘bad mood’ yang dikarenakan perubahan hormonal pada Ibu hamil. Selain itu, mual atau morning sickness juga dapat terjadi. Konsumsi nutrisi yang adekuat sangat dibutuhkan pada fase ini, seperti asam folat, protein, kalsium, dan besi, sangat penting bagi pertumbuhan embrio. Protein digunakan untuk membuat jaringan baru, kalsium (1200 mg/hari) berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi, dan zat besi (30 mg/hari) merupakan mineral dasar untuk meningkatkan volume darah embrio. Kalsium dapat bersumber dari produk susu, sedangkan zat besi banyak terdapat di daging merah, telur, dan sayuran hijau.<br /><br />Tips : Tanda positif kehamilan<br /><br />Tanda pertama yang menandakan kehamilan adalah telatnya periode menstruasi Ibu. Selain itu Ibu juga dapat merasakan gejala lainnya seperti sering berkemih, pembesaran dan nyeri pada payudara, mual, perasaan lelah, daerah areola (sekitar puting) menjadi semakin hitam, peningkatan temperatur tubuh, dan flek perdarahan tanda implantasi (perlekatan embrio ke rahim). Tes kehamilan yang positif membantu mendiagnosis kehamilan.Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-9174201808127507267.post-88187133484214681782010-10-17T22:03:00.000-07:002010-10-17T22:12:54.978-07:00TAHAP PERKEMBANGAN TRIMESTER PERTAMA<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvXRUU-AHI/AAAAAAAAAF0/ran9eO-vdMU/s1600/kehamilan1-2.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 399px; height: 299px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvXRUU-AHI/AAAAAAAAAF0/ran9eO-vdMU/s400/kehamilan1-2.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529249660041822322" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvXRSPSfUI/AAAAAAAAAFs/uM11nzn-_4E/s1600/kehamilan1-1.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 272px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvXRSPSfUI/AAAAAAAAAFs/uM11nzn-_4E/s400/kehamilan1-1.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529249659481128258" /></a><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvXRAde7fI/AAAAAAAAAFk/rvEyjmPtY0k/s1600/kehamilan.jpeg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 102px; height: 131px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_37vS5lbAaZw/TLvXRAde7fI/AAAAAAAAAFk/rvEyjmPtY0k/s400/kehamilan.jpeg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5529249654708825586" /></a><br />Tahap Perkembangan Kehamilan: Trimester Pertama<br />Banyak perubahan fisik yang akan anda alami selama trimester pertama (3 bulan pertama kehamilan). Periode ini juga merupakan waktu pembentukan sekaligus perkembangan pesat dari semua sistem dan organ tubuh bayi. Berbagai gejala kehamilan akan datang di trimester kehamilan pertama ini misalnya pembesaran payudara, sering buang air kecil, konstipasi, mual muntah, merasa lelah, sakit kepala, pusing, emosional, dan peningkatan berat badan.<br /><br />Minggu 1<br /><br />Tubuh Ibu akan banyak berubah dalam 3 bulan pertama kehamilan. Janin berkembang di dalam rahim Ibu, perasaan mual, nyeri punggung, lelah, perubahan mood, keram kaki, sering berkemih, dan konstipasi dapat terjadi di awal kehamilan. Ibu tidak usah khawatir karena semua kejadian ini normal dialami dalam kehamilan. Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besarnya kehamilan, maka keluhan ini perlahan-lahan akan menghilang. Makanlah asupan nutrisi yang bergizi karena trimester pertama adalah masa paling penting di dalam pertumbuhan organ janin (organogenesis). Setiap kehamilan berbeda, dan kehamilan Ibu akan memiliki keunikan tersendiri.<br /><br />Jaga kondisi tubuh Ibu<br /><br />Umur janin dihitung berdasarkan hari pertama menstruasi terakhir. Hal ini dilakukan karena sulit untuk menentukan secara pasti kapan Ibu mengalami ovulasi (matang dan keluarnya sel telur dari indung telur), dan kapan sel sperma membuahi sel telur tersebut. Jadi karena perhitungan kehamilan dimulai pada minggu terakhir ketika Ibu menstruasi, berarti umur dari janin yang dikandung Ibu adalah usia kehamilan dikurangi 2 minggu.<br /><br />Minggu pertama adalah minggu periode menstruasi terakhir, meskipun pembuahan belum terjadi, Ibu sekarang sudah mulai menghitung hari. Minggu ini rahim Ibu akan meluruh dan periode menstruasi sedang terjadi. Perlahan-lahan hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone) mulai diproduksi untuk membantu pematangan sel telur. Pembuahan (pertemuan sel sperma dan sel telur) baru terjadi 12-14 hari lagi dimana setelah terjadi pembuahan maka pada saat itu embrio baru tumbuh.<br /><br />Saat ini merupakan momentum paling tepat untuk menghentikan segala kegiatan yang kurang baik apabila Ibu ingin hamil. Hindari merokok, obat-obatan terlarang, dan alkohol. Tiga hal yang disebutkan di atas dapat mempengaruhi perkembangan embrio dan menyebabkan kecacatan. Sebaiknya hindari juga konsumsi obat-obatan termasuk yang dijual bebas. Namun untuk obat rutin yang diminum (obat untuk tekanan darah tinggi, obat diabetes) sebaiknya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada dokter sebelum menghentikannya.<br /><br />Menurut The Center for Disease Control (CDC), wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan mengkonsumsi vitamin B dalam jumlah cukup dan asam folat sebanyak 400 mikrogram/hari agar dapat mengurangi risiko gangguan perkembangan otak embrio. Sumber asam folat dapat berasal dari Hati, telur, brokoli, kacang, jeruk, padi-padian, buncis. Konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter kandungan apabila Ibu akan mengkonsumsi suplemen asam folat.<br /><br />Posisi berhubungan seksual<br /><br />Posisi misionaris (pria di atas) merupakan posisi yang direkomendasikan apabila pasangan ingin memiliki anak. Dalam posisi tersebut, penetrasi (masuknya penis ke dalam vagina) dapat terjadi lebih dalam sehingga semen yang mengandung sel sperma dapat lebih dekat ke serviks (leher rahim) maupun uterus (rahim). Posisikanlah pinggul Ibu lebih tinggi setelah selesai berhubungan seksual agar memudahkan sel sperma berenang ke arah yangUnknownnoreply@blogger.com0